Pengadilan Pidana Internasional (ICC) akan melakukan “pemeriksaan pendahuluan” terhadap pembunuhan di Filipina terkait dengan “perang melawan narkoba” pemerintah.
Fatou Bensouda, kepala pengadilan, mengatakan ICC akan menganalisis dugaan pembunuhan terhadap pengguna obat terlarang dan pengedar selama operasi anti-narkotika polisi.
Kampanye anti-narkoba pemerintah diluncurkan setelah Presiden Rodrigo Duterte mulai menjabat pada 30 Juni 2016.
Kelompok hak asasi manusia melaporkan telah mengumpulkan bukti dalam 19 bulan terakhir tentang keterlibatan polisi dalam pembunuhan tersebut.
Duterte mengatakan bahwa dia siap untuk diadili, dan berani dijatuhi hukuman mati jika dia dinyatakan bersalah telah melanggar undang-undang internasional.
“Saya menyambut Anda dan jika Anda ingin mendakwa saya bersalah, temukan di negara ini tempat membunuh orang-orang dengan regu tembak dan saya siap,” kata sang presiden.
“Jika Anda menyeret saya ke dalam sebuah omomg kosong pemeriksaan dan persidangan, tidak perlu. Silakan melanjutkan penyelidikan Anda. Temukan saya bersalah, tentu saja, Anda bisa melakukan itu. Saya tidak ingin dipenjara,” katanya.
Juru bicara kepresidenan, Harry Roque, menyatakan keyakinannya bahwa penyelidikan tersebut tidak akan melampaui pemeriksaan pendahuluan atas tuduhan “tidak berdasar” tersebut.
Roque mengatakan penyelidikan hanya akan menjadi “pemborosan waktu dan sumber daya pengadilan.”
Para uskup, kelompok HAM menyambut baik penyelidikan ICC
Beberapa uskup menyambut baik putusan pengadilan tersebut, seorang prelatus yang mengatakan bahwa kejahatan yang dilakukan oleh Duterte sebelum menjadi presiden juga harus disertakan dalam penyelidikan.
Duterte telah dituduh terlibat dalam sebuah eksekusi kilat ketika dia menjadi walikota Davao.
Uskup Sorsogon Mgr Arturo Bastes mengatakan “sekarang saatnya (pengadilan internasional) secara resmi menyelidiki kejahatan terhadap kemanusiaan ini.”
Uskup Auksilier Manila Mgr Broderick Pabillo mengatakan bahwa pengadilan harus segera melakukan penyelidikan sehingga semua pihak yang bertanggung jawab atas pembunuhan tersebut dimintai pertanggungjawaban.
“Saya harap Pengadilan Pidana Internasional akan mengejar kasus ini agar orang tahu tidak ada yang bisa melakukan sesuatu dan kemudian mendapat kekebalan hukum,” kata prelatus tersebut.
“Semua akan dimintai pertanggungjawaban atas apapun yang mereka lakukan terutama yang berkuasa. Semakin besar kekuasaan yang dipunyai pertanggungjawabannya semakin bertambah,” tambah Uskup Pabillo.
Kelompok hak asasi anak, Aliansi Salinlahi, juga menyambut baik penyelidikan tersebut, dengan mengatakan bahwa keluarga anak-anak yang meninggal menangis karena keadilan.
“Kehidupan anak-anak di bawah Duterte selalu dalam bahaya,” kata Eule Rico Bonganay, sekjen kelompok tersebut.
Mengutip data Pusat Rehabilitasi Anak-anak non-pemerintah, Bonganay mengatakan 43 anak telah meninggal dalam kampanye anti-narkotika pemerintah.