UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Pemuka Agama Sepakat Sosialisasikan PBM tentang Pendirian Rumah Ibadah

Pebruari 13, 2018

Pemuka Agama Sepakat Sosialisasikan PBM tentang Pendirian Rumah Ibadah

Lebih dari 1.000 umat Islam berkumpul di depan kantor walikota di Bekasi Utara pada 10 Agustus 2015 untuk menuntut pencabutan IMB gereja. (Foto: ucanews.com).

Sekitar 450 pemuka agama dari berbagai wilayah di Indonesia sepakat untuk terus menerus mensosialisasikan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) No, 9 dan No. 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat kepada semua kepala daerah.

Mereka menganggap bahwa PBM digunakan secara tidak adil untuk menghalangi pembangunan gereja dan tempat ibadat kelompok minoritas lainnya. Penerapan PBM masih kurang maksimal.

Kesepakatan tersebut dihasilkan seusai Musyawarah Besar Pemuka Agama untuk Kerukunan Bangsa yang diadakan Kamis hingga Sabtu (8-10/2) di Jakarta.

Pasal 14 dari PBM menyebutkan bahwa pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan khusus meliputi daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah dan dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa.

Tahun 2010, misalnya, umat Gereja Kristen Indonesia (GKI) Taman Yasmin di Bogor, Propinsi Jawa Barat, dilarang menggunakan gereja mereka setelah pemerintah setempat mencabut Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gereja. Bahkan walikota tidak mengindahkan putusan Mahkamah Agung RI No. 127 PK/TUN/2009 yang mengukuhkan keabsahan IMB gereja. Sejak 2012, umat mengadakan kebaktian Minggu di seberang Istana Merdeka di Jakarta untuk mendesak pemerintah agar membuka kembali gereja mereka.

Tahun 2017, kekerasan terjadi ketika ratusan umat Islam menggelar aksi protes menentang pembangunan gereja Paroki St. Clara di Bekasi Utara. Kenyataannya, paroki telah mengantongi IMB gereja dari pemerintah setempat.

Pada pertemuan tersebut, para pemuka agama memandang bahwa dalam pendirian rumah ibadat penting mengacu pada regulasi yang diatur dalam PBM karena hal ini merupakan kesepakatan tokoh-tokoh agama, bukan dimaksudkan untuk kepentingan salah satu agama atau menghambat agama lain. PBM dimaksudkan untuk mengatur kehidupan beragama agar memberikan kepastian serta tidak menimbulkan multitafsir yang justru akan dapat mengakibatkan ketidakrukunan di antara umat beragama di akar rumput.

Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerjasama Antaragama dan Peradaban Din Syamsuddin menegaskan perlunya sosialisasi PBM demi penerapan yang maksimal.

Ia mengatakan PBM diangkat kembali karena ada yang merasa keberadaannya mengakibatkan kelompok-kelompok minoritas di suatu daerah mengalami kesulitan dalam membangun rumah ibadat.

Menurut Pendeta Gomar Gultom, sekretaris umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), kepala daerah sering diintimidasi oleh militan garis keras untuk melarang pembangunan gereja-gereja baru.

Akibatnya, katanya, banyak umat Protestan “terpaksa” mengadakan kebaktian Minggu di ruko-ruko.

Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin) Uung Sendana L. Linggaraja mengatakan penerapan PBM secara maksimal diperlukan untuk mencegah perpecahan.

“Banyak kepala daerah kurang memahami sehingga pelaksanaannya banyak tidak mengacu pada PBM. Umpamanya rumah ibadat yang sudah berdiri sebelum ada PBM seharusnya tidak boleh mengacu pada PBM. Ini jadi masalah di lapangan,” katanya.

“Urgen sekali untuk mensosialisasikan (PBM) ini supaya jangan sampai ada ketidakrukunan,” tegasnya.

Sementara itu, Jayadi Damanik, koordinator Desk Kebebasan Berekspresi dan Beragama Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KBB Komnas HAM), menyarankan agar kepala daerah menyadari secara transparan dan bertanggungjawab penerapan PBM.

“Banyak kepala daerah justru melakukan keputusan yang kontradiktif. Artinya jangan sampai PBM dipakai kepala daerah untuk melakukan hal-hal yang kontraproduktif,” katanya.

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi