UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Tak Ada Lagi Anak Penderita Malnutrisi yang Dilupakan di Timor-Leste 

Pebruari 16, 2018

Tak Ada Lagi Anak Penderita Malnutrisi yang Dilupakan di Timor-Leste 

Christina Haryunika, koordinator program pemberian makanan yang dikelola para imam Yesuit, membagikan makanan kepada anak-anak di Desa Cocoa, Distrik Elmera, Timor-Leste, pada 20 Januari. Program ini mencakup tiga desa: Cocoa, Caitrahae dan Lebdodon. Ketiganya dilayani oleh Paroki Bunda Maria Fatima yang dipimpin para imam Yesuit. (Foto: Michael Coyne)

Bersama suaminya, Domingas Dos Reis, 24, menggendong anaknya yang berumur satu tahun – Juliana Suares – menuju ke Klinik Bairo Pite di Dili, ibukota Timor-Leste. Namun ia enggan menjelaskan mengapa mereka ke sana.

Tak lama kemudian, ia pun mau bicara.

“Anak saya menderita diare, demam dan batuk parah. Dokter bilang anak saya kekurangan gizi,” katanya kepada ucanews.com.

Klinik Bairo Pite didirikan tahun 1999 oleh Dokter Daniel Murphy asal Amerika Serikat. Setiap hari lebih dari 300 penderita berbagai penyakit dan keluhan datang ke sana. Para ibu hamil dan anak-anak mendapat pengobatan gratis sehingga klinik ini menjadi fasilitas kesehatan tersibuk di negeri itu.

Akses terhadap fasilitas kesehatan merupakan masalah utama di negara miskin berpenduduk 1,2 juta orang tersebut. Sebanyak 97 persen dari jumlah penduduk beragama Katolik. Namun jumlah imam sangat minim.

Sejumlah pakar mengatakan kebanyakan kasus yang ditangani berbagai klinik di negeri itu bisa dicegah jika lebih banyak dana dikeluarkan untuk membeli vaksin untuk penyakit menular dan untuk meningkatkan higinitas dan suplai nutrisi dan air bersih.

Juliana nampaknya menggambarkan kondisi itu.

Dos Reis tinggal di ibukota bersama suaminya, Elicio Suares. Sementara Juliana tinggal bersama neneknya di Distrik Elmera, sekitar 30 kilometer dari Dili.

Ia dan suaminya harus tinggal berjauhan dengan anak mereka ketika Juliana berumur enam bulan agar mereka bisa melanjutkan studi di Universitas Nasional Timor Lorosae (UNTL). Harapan mereka adalah mendapatkan pekerjaan yang baik kelak.

“Ketika kami diberitahu bahwa anak kami sakit, kami pulang ke rumah dan segera membawa anak kami ke klinik,” kata Dos Reis.

Domingas Maia de Deus, seorang petugas kesehatan yang melayani kasus malnutrisi di Klinik Bairo Pite, mengatakan Juliana menderita malnutrisi karena tidak mendapat air susu ibu (ASI) dalam waktu yang cukup lama.

Setiap bulan sedikitnya 25 anak yang menderita malnutrisi dibawa ke klinik itu, katanya. Kebanyakan kasusnya gizi buruk.

“Saya kira ada banyak anak yang menderita malnutrisi yang tidak terjangkau,” kata lanjutnya.

Klinik Bairo Pite merawat pasien malnutrisi sedang sekitar tiga hingga lima hari. Sementafa penderita gizi buruk membutuhkan perawatan hingga empat minggu sebelum mereka diperbolehkan pulang.

Anak-anak mengantri saat pembagian makanan yang diadakan di Desa Cocoa pada 20 Januari. (Foto: Michael Cpyne)

 

Anak-anak yang menunjukkan sedikit perkembangan atau bahkan tidak sama sekali akan dirujuk ke Rumah Sakit Nasional Guido Valadares – dulu dikenal sebagai Rumah Sakit Nasional Dili – untuk menjalani perawatan intensif.

Berdasarkan Sensus 2015, Timor-Leste memiliki lebih dari 460.000 anak umur 14 tahun ke bawah.

Menurut World Food Programme (WFP), lebih dari setengah dari anak-anak berumur enam bulan hingga lima tahun menderita malnutrisi kronis.

Dalam laporannya, WFP menyebutkan bahwa sejak Januari 2015 hingga November 2017, sebanyak 47.916 balita dirawat karena malnutrisi kronis. Angka ini belum termasuk 68.160 ibu hamil dan menyusui.

Di beberapa distrik, WFP telah mendistribusikan suplemen makanan kepada perempuan dan mendidik lebih dari 200 staf dan relawan tentang pentingnya nutrisi makanan, perubahan perilaku dan konseling.

Masalah Multi-Spektrum

Inacio Dos Santos, manager Klinik Bairo Pite, mengatakan momok tersebut sulit dihapus karena malnutrisi mengakar dalam kemiskinan, ketiadaan sumber daya dan pendidikan yang rendah.

“Jika kita gali malnutrisi lebih dalam, kita akan segera tahu tentang lingkaran masalah itu,” katanya.

“Untuk mengatasi hal ini, kita tidak bisa hanya fokus pada penyediaan nutrisi. Kita juga harus mendidik orangtua dan komunitas tentang nutrisi,” lanjutnya.

Meskipun kemiskinan memperburuk berbagai isu, sebagian besar masyarakat bisa menjalani diet sehat dengan makan sayur, daging, ikan, nasi dan jagung – mereka tidak tahu persis apa itu diet yang sehat, katanya.

“Masyarakat tidak punya cukup pengetahuan tentang makanan, tentang nutrisi. Mereka pikir jika mereka belum makan nasi artinya mereka belum makan yang cukup,” kata Dos Santos.

“Maka mereka menjual sayur dan buah-buahan dan menggunakan uangnya untuk membeli beras atau mie,” lanjutnya. “Sedih memang, tapi itulah kenyataannya.”

Klinik Bairo Pite berusaha keras untuk mendidik mereka tentang bagaimana menggunakan sumber makanan dengan baik.

Tujuannya untuk mendukung proyek pemerintah yang menurut para kritisi kurang realisasi meski sudah direncanakan dengan baik, seperti program makan siang sekolah berkelanjutan untuk anak-anak yang menderita malnutrisi.

Mengingat para ibu berperan penting dalam menjaga kesehatan anak-anak mereka, mempersenjatai para ibu muda dengan poengetahuan yang baik tentang fungsi makanan bisa bermakna lain, antara hidup dan mati.

Untuk membantu meningkatkan kualitas hidup, Klinik Bairo Pite mengelola sebuah program pelatihan perempuan untuk komunitas pedesaan tentang isu-isu penting seperti nutrisi, pendidikan seks, kesehatan reproduksi, perawatan anak dan sebagainya.

Menurut Bank Dunia, penyebab malnutrisi di kalangan anak-anak dan para ibu di Timor-Leste adalah banyak faktor.

Dalam laporan tahun lalu, Bank Dunia menekankan pentingnya mendidik masyarakat tentang perawatan anak, pemberian makan, kesehatan reproduksi, higinitas keluarga, berbagai program diet, dan ketahanan pangan.

Bank Dunia prihatin dengan ketiadaan akses terhadap pelayanan kesehatan berkualitas tinggi dan meningkatnya kemiskinan di Timor-Leste. Selain itu, Bank Dunia mengatakan berbagai isu makro-ekonom dan faktor politik dan sosio-kultural bisa memberi standar nutrisi yang baik dalam diet nasional.

Para anggota Kongregasi Suster  St. Paulus  Chartres mengajar agama keoada anak-anak di desa Cocoa. (Foto: Michael Coyne)

 

Pemerintah Timor-Leste telah merencanakan berbagai upaya untuk mengatasi hal ini dengan menyediakan nutrisi yang lebih baik dalam Rencana Pembangunan Strategis Nasional 20 tahun (2011-2030).

Salah satu protokolnya adalah membentuk Dewan Nasional untuk Ketahanan dan Kedaulatan Pangan dan Nutrisi, sebuah badan koordinasi yang menanggapi multi-spektrum ketidaktahanan pangan dan malnutrisi.

Menteri Kesehatran juga telah merencanakan Nutrisi Nasional, sebuah rencana lima tahun (2014-2019). Namun para kritisi mengatakan waktu tengah berjalan dan para pejabat perlu segera bertindak untuk mencegah kematian.

“Kita tidak bisa menunggu pemerintah untuk mengatasi isu yang kompleks ini,” kata Dos Santos.

Program Pemberian Makanan 

Di wilayah pedesaan, tidak umum bagi orangtua muda untuk memilki banyak anggota keluarga. Ini akan menjadi tantangan dalam menjamin bahwa anak-anak mereka dapat makan dengan baik.

Filomenta Esposto, 27, misalnya. Ibu beranak lima asal Desa Cocoa ini mengatakan semua anaknya kini mengikuti program pemberian makanan yang dikelola para imam Serikat Yesus (SJ) karena ia sulit memberi mereka makan. Ia khawatir anak-anaknya akan menderita malnutrisi.

“Kami tidak bisa memberi makanan bergizi kepada anak-anak kami,” katanya.

“Kami hanya bisa mendapatkan dua makanan kecil setiap hari. Tapi sejak mengikuti program pemberian makanan beberapa tahun lalu, anak-anak saya kelihatan lebih sehat sekarang,” lanjutnya.

Hal yang sama dirasakan oleh Magdalena Madera, 26. Ia mengatakan berat badan enam anaknya naik sejak mengikuti program itu.

Program itu telah membantu ratusan anak, kata Christina Haryunika, 43.

Menurut koordinator program itu, program pemberian makanan saat ini melayani 276 anak di tiga desa: Cocoa, Caitrahae dan Lebdodon. Ketiga desa ini dilayani oleh Paroki Bunda Maria Fatima yang dipimpin para imam Yesuit.

“Sudah umum di Timor-Leste bahwa keluarga punya banyak anak dan orangtua sulit memberi mereka makanan dengan kualitas baik,” katanya.

Haryunika mengunjungi ketiga desa itu setiap hari untuk mengirim makanan dengan dibantu sejumlah relawan dan biarawati dari Kongregasi Suster-Suster Santo Paulus dari Chartres.

“Kami menyediakan bubur, telur rebus, susu, nasi, sayur dan daging,” katanya.

Pendidikan kesehatan diselingkan dalam kunjungan itu. Dan kadang pendidikan tentang iman juga.

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi