UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Seruan Anti-Perdagangan Orang Muncul Kembali Pasca Kematian Adelina

Pebruari 22, 2018

Seruan Anti-Perdagangan Orang Muncul Kembali Pasca Kematian Adelina

Suster Laurentina PI mendampingi keluarga saat menjemput jenazah Adelina Jemira Sau di Bandar Udara Internasional El Tari di Kupang, ibukota Propinsi NTT. (Foto: Migrant CARE)

Kematian Adelina Jemira Sau – seorang pekerja migran berusia 21 tahun – di tangan majikannya di Malaysia mendorong para aktivis untuk menyuarakan kembali desakan kepada pemerintah agar memberi perlindungan yang lebih baik kepada pekerja migran dan meringkus para pelaku perdagangan orang.

Adelina yang berasal dari Desa Abi, Kecamatan Oenino, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), meninggal di sebuah rumah sakit di Penang pada Minggu (11/2) setelah sehari sebelumnya diselamatkan dari rumah majikannya oleh sebuah kelompok perlindungan pekerja migran.

Jenazahnya dimakamkan di desanya pada Senin (19/2).

Menurut Migrant CARE, Adelina adalah pekerja migran ke-9 asal Propinsi NTT yang meninggal dunia tahun ini.

Tahun lalu, Migrant CARE mencatat 62 pekerja migran asal Propinsi NTT yang meninggal dunia: satu adalah pekerja migran legal dan sisanya adalah pekerja migran ilegal.

“Ini bentuk dari masih belum terselengganya tata kelola perlindungan buruh migran Indonesia yang signifikan,” kata Wahyu Susilo, direktur eksekutif Migrant CARE, kepada ucanews.com.

“Meski Indonesia sekarang sudah punya undang-undang yang baru. Dalam kerangka hubungan dengan Malaysia, sebenarnya kedua negara sudah menandatangani konsensus ASEAN tentang perlindungan buruh migran. Tapi di tingkat lapangan, situasi yang buruk masih terjadi. Apalagi yang ada di NTT,” lanjutnya.

“(Pemerintah) baru bertindak jika ada masalah besar. Padahal langkah yang jitu adalah penanganan preventif di daerah basis: sosialisasi migrasi aman di tingkat desa, pembatasn ruang gerak calo,” katanya.

Ia juga mendesak pemerintah agar menelusuri dugaan keterlibatan individu dan korporasi serta pejabat pemerintah dalam perdagangan orang.

Gabriel Sola, seorang aktivis anti-perdagangan orang, menyebut kasus Adelina sebagai contoh tipikal dari marabahaya yang dihadapi para pekerja migran yang tidak memiliki keterampilan khusus seperti bahasa dan budaya negara tujuan.

Ada tiga Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) di Propinsi NTT, katanya. “Namun belum ada balai pelatihan tenaga kerja.”

Ia mengakui bahwa masalah ekonomi menjadi pemicu utama terjadinya perdagangan orang dan migrasi di Propinsi NTT di mana 20 persen dari 4,9 juta penduduknya hidup miskin.

Menurut International Organization for Migration, Propinsi NTT memiliki jumlah kasus perdagangan orang tertinggi di Indonesia. Ada sekitar 7.200 korban perdagangan orang dari Propinsi NTT, 82 persen dari jumlah ini perempuan.

Sementara itu, Suster Laurentina PI, koordinator Koalisi Peduli Migran Daratan Timor, menilai pemerintah tidak mampu mengambil sikap tegas terkait persoalan perdagangan orang.

“Misalnya, Diana Aman. Ia sudah divonis sembilan tahun, tapi hilang, melarikan diri dari Kupang. Kabar terakhir ada di Belanda. Pemerintah diam saja. Hukum di Indonesia masih sangat lemah dalam hal ini,” katanya.

Pada Mei 2017, Pengadilan Negeri Kupang menyatakan Diana terbukti bersalah melakukan tindak pidana perdagangan orang. Kasusnya terkait dengan kematian Yufrinda Selan, seorang pekerja migran berusia 19 tahun di Malaysia.

“Bagi kami, sia-sia bicara seperti ini. Ketika sudah berteriak-teriak, tapi sia-sia,” lanjut Suster Laurentina.

Ambrosius Ku, juru bicara keluarga Adelina, mengatakan seorang wanita membawa Adelina pada Agustus 2015 dan semua dokumennya dipalsukan. Dalam dokumen yang dipalsukan ini, usia Adelina lebih tua enam tahun.

Pada malam hari setelah jenazah Adelina dimakamkan, puluhan orang menggelar doa bersama di depan kediaman gubernur di Kupang untuk mengenang Adelina dan menekan pemerintah untuk mengakhiri perdagangan orang di Propinsi NTT.

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi