UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Penolakan Menguat Pasca Pengesahan UU MD3

Pebruari 23, 2018

Penolakan Menguat Pasca Pengesahan UU MD3

Penolakan menguat pasca pengesahan UU MD3 oleh DPR-RI dalam rapat paripurna yang digelar Senin (12/2) lalu. (Foto: Adek Berry/AFP)

Penolakan di kalangan masyarakat sipil termasuk seorang imam semakin menguat pasca pengesahan Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) oleh DPR-RI dalam rapat paripurna yang digelar Senin (12/2).

Mereka menilai bahwa UU MD3 merupakan ancaman terhadap demokrasi.

Misalnya Pasal 122. Menurut pasal ini, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) bisa mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap pihak yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

Sejumlah organisasi – Indonesia Corruption Watch, Komite Pemantau Legislatif (KOPEL), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Kode Inisiatif, Yappika, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) dan FITRA – telah memulai sebuah petisi online untuk menolak UU MD3 di change.org sejak sekitar seminggu lalu.

Hingga Jumat (23/2), lebih dari 190.400 orang menandatangani petisi online tersebut.

Beberapa kelompok advokasi menyatakan akan mengajukan permohonan uji materi terhadap UU MD3.

Salah satu kelompok yang telah mengajukan permohonan uji materi terhadap UU MD3 adalah Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK). Permohonannya diterima oleh Mahkamah Konstitusi pada Rabu (14/2).

Pastor Paulus Christian Siswantoko, sekretaris eksekutif Komisi Kerasulan Awam Konferensi Waligereja Indonesia (Kerawam-KWI), mengatakan anggota DPR berusaha menjaga jarak dengan masyarakat.

“Mereka merusak hubungan dengan masyarakat yang memiliki hak untuk memantau mereka,” katanya kepada ucanews.com.

Anggota DPR nampaknya takut terhadap hukum sehingga mereka berusaha memperumit proses hukum khususnya jika mereka akan diselidiki, lanjut imam diosesan itu.

Pasal 245 dari UU MD3 mengatur bahwa pemeriksaan anggota DPR oleh aparat penegak hukum harus dipertimbangkan MKD terlebih dahulu sebelum dilimpahkan ke presiden untuk pemberian izin.

“Kenapa takut jika mereka benar?” tanya Pastor Siswantoko. “UU MD3 ini sebenarnya mempertegas upaya mereka untuk membuat hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas.”

Ini merupakan kemunduran yang sangat serius, katanya. “Sementara masyarakat semakin pandai, para wakil mereka dalam parlemen semakin merosot. Seharusnya mereka menjadi pejuang demokrasi,” lanjutnya.

Sebastian Salang, koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), mengatakan UU MD3 “hanya cocok untuk pemerintahan otoriter.”

“UU MD3 menyeret Indonesia ke dalam era gelap,” katanya.

Kalimat “merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR” tidak dijelaskan sehingga memberi celah bagi pemanfaatan UU MD3 untuk mengkriminalisasi kritik.

Djayadi Hanan, seorang pengamat politik, mengatakan jika anggota DPR merasa direndahkan martabatnya, ini sudah ada peraturannya.

“Apakah anggota DPR merasa tidak aman dengan peraturan ini?” tanyanya.

Ketua DPR-RI Bambang Soesatyo membela pengesahan UU MD3. Ia mengatakan anggota DPR memiliki hak untuk membela kehormatan mereka sama seperti profesi lainnya.

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi