Umat Katolik di Cina terus khawatir terkait penindasan terhadap kaum beragama terus memburuk jika pemberlakuan peraturan seorang diktator Presiden Xi Jinping menjadi kenyataan.
Pemerintah mengusulkan untuk meniadakan dua batas periode waktu bagi kepala negara itu – sebuah rencana yang pasti akan disahkan oleh Kongres Rakyat Nasional pada 5 Maret.
Masa jabatan lima tahun pertama Xi ditandai dengan tindakan agresifnya terhadap para pengkritik dan kelompok-kelompok agama.
Pastor John dari Cina Timur Laut mengatakan kepada ucanews.com bahwa semua warga di Tiongkok mengerti apa yang akan dilakukan Xi.
“Xi tidak mengatur penggantinya dan bahkan Perdana Menteri Li Keqiang dipertahankan hanya untuk dipajang,” katanya.
“Apa dampaknya terhadap Gereja? Yang terburuk Xi akan mengikuti garis kiri Mao, yang memusuhi agama-agama, terutama agama-agama ‘Barat’.”
Ying Fuk-tsang, Direktur Sekolah ilmu Agama di Universitas Cina Hong Kong, mengomentari pernyataan tentang proposal tersebut “secara tidak langsung mengatakan bahwa kebijakan keagamaan Xi Jinping akan berlanjut, bahwa kontrol pemerintah akan lebih ketat.”
Seorang Katolik Timur Laut yang meminta disapa Paul mengatakan kepada ucanews.com bahwa membatalkan batas periode waktu berarti bahwa Xi dapat dipilih kembali lebih dari dua periode.
“Pengaruhnya akan bagus, jika dia ingin menjadi diktator, dia akan menekan orang-orang yang menentangnya, termasuk agama. Itulah yang dilakukan Mao Zedong,” katanya.
Dia percaya komunitas bawah tanah di bawah atmosfir politik semacam itu “hanya bisa menjadi domba yang disembelih.”
Pastor David dari komunitas terbuka di provinsi Sichuan mengatakan kepada ucanews.com bahwa dia memperkirakan Xi akan menjadi “Putin kedua” tapi dia tidak khawatir bahwa agama akan dimusnahkan di Cina, meskipun peraturan akan terus diperketat.
Mengacu pada kesepakatan Tiongkok-Vatican yang diharapkan untuk menunjuk para uskup, imam tersebut percaya bahwa di bawah lingkungan politik saat ini di Cina, Vatikan seakan merasa tertipu.
Seorang imam di sebuah Gereja terbuka di provinsi Hebei mengatakan kepada ucanews.com bahwa Xi adalah seorang “diktator politik” dan agama hanya bisa menjadi seperti “burung yang dikurung.”
Dia menambahkan ironisnya: “Mari kita lihat keajaiban apa yang ada di Roma untuk memperluas kurungan. Untuk asimilasi dengan budaya Cina, kekuatan kekaisaran lebih tinggi daripada teokrasi dan tujuan partai untuk memimpin segala sesuatu tercapai.”
Saat ucanews.com mencoba menghubungi sumber di Cina, banyak pesan diblokir.
“Kata-kata dikontrol. Tak perlu dikatakan lagi, kebebasan beragama tidak diizinkan,” kata seorang Katolik.
Seorang Katolik dari Keuskupan Wenzhou mengatakan Xi ingin mewujudkan impian seorang kaisar komunis untuk memimpin Cina kembali ke masa lalu dan dia mengatakan bahwa nanti saat “mundur” dari kekuasaan juga akan diblokir secara online.