UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Warga Keturunan Cina Lawan Putusan “Rasis” PN Yogyakarta 

Maret 1, 2018

Warga Keturunan Cina Lawan Putusan “Rasis” PN Yogyakarta 

Warga negara Indonesia keturunan Cina di Propinsi DI Yogyakarta mengatakan putusan PN Yogyakarta terkait kepemilikan tanah diskriminatif. (Foto: Sonny Tumbelaka/AFP)

Handoko, seorang warga keturunan Cina asal Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta, akan mengajukan banding atas putusan Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta yang menolak gugatan atas Surat Instruksi Wakil Gubernur DIY Nomor 898/I/A/1975 tentang Larangan Kepemilikan Hak atas Tanah bagi Warga Non-Pribumi di DIY.

Putusan PN Yogyakarta yang disampaikan pada Selasa (20/2) menolak gugatan yang diajukan Handoko tersebut. Menurut majelis hakim, kebijakan terkait kepemilikan tanah tidak bertentangan dengan asas umum pemerintahan yang baik karena bertujuan melindungi kepentingan umum yakni masyarakat ekonomi lemah.

“Saya akan terus berjuang karena ini rasis,” kata Handoko, seraya menambahkan bahwa tidak masuk akal jika mengatakan warga non-pribumi lebih kaya.

“Ada juga warga keturunan Cina yang miskin,” lanjutnya.

Kartu Tanda Penduduk tidak membedakan etnis seseorang dan Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5/1960 menegaskan bahwa semua warga negara bisa memilki tanah, katanya.

Sebagai warga negara Indonesia, lanjutnya, warga keturunan Cina seharusnya mendapat hak yang sama seperti warga negara lainnya.

Sebelumnya, Handoko pernah melakukan perlawanan hukum atas surat instruksi wakil gubernur tersebut melalui uji materi ke Mahkamah Agung pada tahun 2015 dan mengajukan gugatan ke PTUN Yogyakarta pada tahun 2016.

Namun kedua upaya itu tidak membuahkan hasil.

Sementara Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sudah dua kali menyampaikan rekomendasi kepada gubernur DIY agar mencabut surat instruksi itu, yakni pada tahun 2011 dan 2014.

Menurut Komnas HAM, “kebijakan diskriminatif ini jelas hanya akan menghambat pembangunan di wilayah itu.”

Zaelous Siput Lokasari, 62, membeli tanah seluas 2.125 meter persegi di Yogyakarta pada tahun 2015. Namun ia tidak mendapat sertifikat tanah.

“Pemerintah (propinsi) mengatakan saya keturunan Cina, maka saya tidak punya hak untuk memiliki tanah. Saya hanya punya hak untuk menggunakan tanah,” katanya kepada ucanews.com.

Suyitno, penasihat gubernur, mengatakan surat instruksi bisa dicabut jika kesenjangan kesejahteraan antara warga pribumi dan non-pribumi sudah berkurang secara signifikan.

“Tujuan dari surat instruksi itu adalah untuk mengurangi kesenjangan ini,” katanya.

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi