UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Para Napi Menampilkan Karya Seni Mereka yang Dipelajari di Penjara  

Mei 8, 2018

Para Napi Menampilkan Karya Seni Mereka yang Dipelajari di Penjara   

Para napi dari Lapas Grobogan, Bali, membawakan traina kecak pada acara Art Festival di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 23-24 April.

Berada di penjara tidak mengurangi semangat Rianti untuk mencapai ambisinya. Sebaliknya, ia telah meluangkan waktu untuk belajar dan mengembangkan keterampilannya dalam menjahit.

Dua tahun lalu, pengadilan di Jambi, Sumatra, menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara kepadanya karena ia memakai  narkoba.

Dia masih mempertanyakan mengapa pengguna narkoba seperti dirinya harus dipenjara dan tidak dikirim ke pusat rehabilitasi.

“Saya todas mempedulikan itu. Yang saya inginkan sekarang adalah menjadi orang sukses setelah saya dibebaskan,” katanya, ia berharap bahwa masyarakat akan menerima dia kembali.

Dia dan sekitar 500 narapidana lainnya dari 36 penjara di seluruh Indonesia baru-baru ini berpartisipasi dalam apa yang disebut Indonesian Prison Art Festival (IPAFest)  di Jakarta, acara ini merupakan pertama yang diselenggarakan oleh pemerintah.

Rianti, 35, bersama dengan delapan narapidana dari Lapas  Jambi, membawakan  tarian tradisional setempat selama festival itu untuk memperingati Hari Bakti Pemasyarakatan ke-45.

“Saya senang menghadiri acara ini karena saya bisa menari dan bernyanyi bersama dengan teman-teman saya dan bertemu orang-orang dari daerah lain,” kata Rianti kepada ucanews.com.

Selama festival, para narapidana memamerkan aneka keterampilan yang mereka belajar  di penjara.

Seorang narapidana narkoba lainnya, Samsul, belajar cara membuat kopi di Lapas  Cipinang, Jakarta. Selama festival ia menawarkan kopi yang ia buat kepada para pengunjung.

“Saya senang dan merasa terdorong karena banyak orang datang ke stand kami untuk mencoba kopi yang kami buat,” kata Samsul, yang dipenjara selama lima tahun dan ia dipenjara bersama dengan sekitar 2.600 narapidana karena kasus  narkoba.

Kepemilikan narkoba golongan 1 (satu) termasuk di dalamnya heroin, kokain, ganja dan ekstasi dapat  dihukum dengan empat sampai 12 tahun penjara di bawah hukum pidana Indonesia.

Memiliki lebih dari satu kilogram marijuana atau lebih dari lima gram heroin atau kokain dapat dijatuhi hukuman mati.

Selain diajarkan keterampilan, Samsul dan narapidana lainnya juga menjalani pembinaan mental  dan spiritual untuk mendorong mereka untuk menghindari  narkoba.

“Setelah saya dibebaskan dari penjara, saya akan membuka kedai kopi sendiri karena akan sulit bagi mantan napi untuk mendapatkan pekerjaan yang baik,” katanya kepada ucanews.com.

“Saya juga akan berkampanye melawan narkoba sehingga orang tidak mengikuti jalan kami, karena itu akan menghancurkan masa depan mereka,” katanya.

Ahmad, 41, seorang narapidana di Lapas  Palangkaraya,  Kalimantan Tengah, belajar cara mengukir dan memamerkan beberapa parang yang gagangnya diukir  dari tanduk rusa.

“Acara ini memungkinkan kami para tahanan menunjukkan kepada masyarakat bahwa kami dapat melakukan sesuatu yang baik di penjara,” katanya.

Deny Agung Lunggu, seorang pejabat dari Lapas Cirebon, Jawa Barat, mengatakan mereka mengajarkan berbagai keterampilan seperti membuat kursi, vas bunga, tas, sepatu, memasak,  dan membuat Batik,  dan berbagai hal lainnya.

Dia mengatakan Lapas  Cirebon memiliki sekitar 800 narapidana, semuanya  terkait kasus narkoba.

 

Para napi perempuan dari lapas Bandung membawakan traina tradicional lokal pada acara Art Festival di Jakarta.

 

Siswantoro, seorang petugas dari Lapas Nusakambangan di Cilacap, Jawa Tengah, mengatakan bahwa penjaranya menganggap program-program ini penting, bahkan bagi tahanan yang menjalani hukuman seumur hidup dan mereka yang dijatuhi hukuman mati.

“Kami mengajarkan keterampilan ini kepada mereka yang dipenjara seumur hidup dan bahkan kepada mereka yang dihukum mati karena penting bagi mereka memiliki sesuatu yang berguna untuk mengisi waktu mereka,” katanya kepada ucanews.com.

Lapas  Nusakambangan memiliki lebih dari 500 tahanan – termasuk orang asing – yang sebagian besar adalah narapidana narkoba dan terorisme. Lapas  Nusakambangan merupakan tempat narapidana yang dijatuhi hukuman mati untuk dieksekusi.

Menurut Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yosanna Laoly, festival baru-baru ini adalah untuk menunjukkan bahwa penjara tidak membatasi kreativitas orang.

“Ini bertujuan untuk mengembalikan kepercayaan diri mereka ketika mereka kembali ke masyarakat,” katanya.

Keuskupan Agung Jakarta juga memiliki program pelayanan penjara bekerjasama dengan sejumlah  kelompok awam Katolik dan juga paroki-paroki mengadakan  kunjungan untuk memberikan pelayanan rohani  bagi narapidana Katolik di sejumlah penjara di Jakarta.

Kepadatan di penjara

Ade Kusmanto, juru bicara Direktorat Urusan Pemasyarakatan Hukum dan Hak Asasi Manusia, mengatakan per Juni 2017, Indonesia memiliki total narapidana 232.000 orang, hampir dua kali lipat dari kapasitas penjara yang hanya mampu menampung 122.000 orang.

Pada 10 April tahun ini, jumlah itu melonjak menjadi 241.000 orang, katanya.

Andreas Harsono, peneliti dari  Human Rights Watch yang berbasis di New York mengatakan banyak penjara yang penuh sesak, terutama di Jawa dan Sumatra.

Ini karena banyak napi adalah pengguna narkoba, tambahnya

Dia setuju dengan Rianti dengan mengatakan bahwa pengguna narkoba harus direhabilitasi, tidak dikirim ke penjara.

“Polisi harus menempatkan pengguna narkoba di pusat rehabilitasi, bukan di pengadilan,” katanya kepada ucanews.com.

Dia juga tidak setuju dengan kebijakan untuk mengatasi kepadatan dengan memindahkan tahanan ke penjara yang kurang padat karena akan menajauhkan mereka dari keluarga mereka.

Petrus Selestinus, seorang pengacara Katolik, mengatakan hukum harus diubah untuk mengatasi kepadatan penjara.

“Jumlah narapidana menunjukkan bahwa ada masalah serius dengan penegakan hukum di Indonesia,” katanya kepada ucanews.com.

Dia mengatakan banyak kasus dapat diselesaikan dengan hukum adat  tanpa perlu pergi ke pengadilan pidana, yang kemungkinan besar akan berakhir dengan hukuman penjara.

“Dengan hukum adat, jumlah napi bisa dikurangi,” katanya.

 

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi