UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Aksi Perempuan Menuntut Keadilan untuk Marsinah

Mei 11, 2018

Aksi Perempuan Menuntut Keadilan untuk Marsinah

Beberapa perempuan membawa spanduk bertuliskan “25 Tahun Marsinah, Usut Tuntas” pada aksi yang digelar di Taman Aspirasi yang terletak di depan Istana Negara pada 8 Mei 2018. (Foto: Katharina R. Lestari/icanews.com)

Puluhan perempuan menggelar aksi di Taman Aspirasi yang terletak di depan Istana Negara di Jakarta Pusat pada Selasa (8/5) untuk menuntut pemerintah mengadakan pengadilan hak asasi manusia (HAM) bagi kasus pemerkosaan dan pembunuhan terhadap Marsinah yang terjadi 25 tahun lalu.

Jenazah Marsinah ditemukan di sebuah hutan di Kabupaten Nganjuk, Propinsi Jawa Timur, pada 8 Mei 1993. Namun pelaku pembunuhan masih belum diketahui.

Marsinah menghilang selama tiga hari setelah memimpin aksi protes menentang sebuah pabrik jam tempat ia bekerja di Kabupaten Sidoarjo. Aksi ini dilakukan untuk menuntut kenaikan upah bagi rekan kerjanya.

Ia juga memprotes Komando Distrik Militer (Kodim) setempat atas penangkapan 13 rekan kerjanya yang diduga dipaksa secara fisik dan psikis untuk menandatangani surat pengunduran diri.

“Kasus Marsinah masih masuk kasus kriminal. Itu yang kami tolak. Kami ingin kasus Marsinah masuk sebagai kasus pelanggaran HAM,” kata Mutiara Ika Pratiwi, koordinator aksi, kepada ucanews.com.

Menurut Ika, juga sekretaris nasional Perempuan Mahardika, kasus pembunuhan terhadap Marsinah seharusnya tidak ditangani berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) karena ada batas kadaluarsanya yakni 20 tahun.

“Kita tahu ada hak-hak asasi yang didapat oleh seorang manusia: hak hidup, hak untuk berpendapat, hak untuk berserikat, hak untuk berorganisasi. Dalam kasus Marsinah terdapat pelanggaran hak-hak itu, terutama hak hidup. Dia dibunuh, dia dianiaya, dia disekap, dia disiksa,” katanya.

Ia juga meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk mengeluarkan rekomendasi agar kasus pembunuhan terhadap Marsinah menjadi bagian dari kasus pelanggaran HAM.

“Kami yakin bahwa bukti-bukti masih bisa dilihat kembali, ditelusuri kembali sehingga sangat mungkin kasus Marsinah menjadi kasus pelanggaran HAM,” lanjutnya.

“Kami telah beraudiensi dengan Komnas HAM beberapa kali. Komnas HAM dalam kepengurusan baru ini punya itikad politik yang pro-penyelesaian pelanggaran HAM. Kami punya harapan besar,” katanya.

Selama masa Orde Baru di bawah kepemimpinan mantan presiden Soeharto yang berkuasa selama 31 tahun sampai pada 1998, buruh yang menuntut hak-hak mereka dan melakukan aksi protes harus berhadapan dengan militer.

Hasil otopsi terhadap jenazah Marsinah menunjukkan bahwa luka-luka fisik yang parah menjadi penyebab kematiannya.

Pada 1994, sembilan staf pabrik jam itu mengakui pembunuhan tersebut. Namun mereka dibebaskan setahun kemudian setelah mereka mengklaim bahwa mereka dipaksa untuk mengakui pembunuhan itu.

Para pelaku yang diduga berasal dari Kodim setempat tidak pernah diseret ke pengadilan.

“Dulu ada orang yang diproses secara hukum, tapi dibebaskan. Artinya pelaku intelektualnya tidak terungkap. Ini yang harus dicari pemerintah. Apa pun mekanismenya, entah melanjutkan dan menyerahkannya kepada Komnas HAM atau pemerintah membentuk tim evaluasi … . Ada dugaan keterlibatan militer dalam kasus ini,” kata Alghiffary Aqsa, direktur LBH Jakarta, kepada ucanews.com.

“Betul kasus ini pelanggaran HAM, tapi pelanggaran HAM berat atau tidak. Selama ini yang bisa diusut itu pelanggaran HAM berat. Ini butuh political will dari pemerintah. Kalau tidak ada, ini sulit,” lanjutnya.

Sementara itu, Mohammad Choirul Anam, komisioner pengkajian dan penelitian dari Komnas HAM, mengatakan bahwa Komnas HAM saat ini sedang mencari tahu apa yang telah dilakukan Komnas HAM dulu.

“Tidak ada perdebatan di kami, Komnas HAM, bahwa (kasus pembunuhan terhadap Marsinah) itu pelanggaran HAM. Yang belum dilakukan adalah apakah itu pelanggaran HAM berat atau tidak. Kami belum menentukan, kami baru mau cek apa yang sudah dilakukan Komnas HAM sebelumnya, apa dokumennya, apa temuannya,” katanya kepada ucanews.com.

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi