UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

‘Rumah Sakit bagi Orang Miskin’ Timor-Leste dalam Krisis

Mei 11, 2018

‘Rumah Sakit bagi Orang Miskin’ Timor-Leste dalam Krisis

Dokter Daniel Murphy mengobati pasien di klinik Bairo Pite di Dili, Timor-Leste. (Foto tersedia)

Malam  menjelang pemilu Timor-Leste pada 12 Mei, rakyat yang paling miskin menderita krisis perawatan kesehatan karena klinik Bairo Pite yang terkenal di sana menghentikan layanan persalinan dan operasi karena krisis keuangan.

Para donaturnya di Australia menghentikan bantuan mereka tahun lalu, yang berdampak mengganggu sebagian besar layanan penting yang ditawarkan klinik itu kepada 300 pasien per hari.

“Mereka mengatakan kepada saya tentang layanan ini karena mereka pikir saya terlalu tua  melanjutkan dan mereka ingin saya berhenti. Saya mengatakan itu bukan hal yang tepat untuk saya lakukan, karena saya harus terus memberikan layanan bagi orang Timor,” kata kepala klinik itu Dokter Daniel Murphy,  kepada ucanews.com.

“Ketika mereka pergi, mereka membawa semua peralatan klinik itu, termasuk semua data,  komputer, catatan penggalangan dana, semua informasi, mereka mengambil semuanya. Jadi itulah permulaannya.”

Saat bersiap untuk menutup pintunya pada minggu pertama Mei, klinik itu menerima sumbangan Rp 84 juta  dari sekelompok umat Gereja dan pendonor lainnya, tetapi dokter kelahiran Amerika Serikat itu  mengatakan tidak cukup  mempertahankan klinik ini berjalan selama lebih dari seminggu.

Pemerintah sementara yang dipimpin oleh Perdana Menteri Mari Alkatiri menolak untuk memberikan dukungan keuangan lebih  banyak lagi, karena ada konflik “dalam organisasi,” kata Murphy.

Menteri Kesehatan Rui Maria de Araujo mengatakan kepada media setempat bahwa pemerintah akan terus menyediakan tenaga medis dan obat-obatan tetapi Murphy mengatakan itu tidak cukup.

“Demi keberlanjutan klinik ini, pemerintah harus bertindak. Kita harus menjadi bagian dari anggaran negara setiap tahun karena kita bekerja untuk rakyat,” kata Murphy.

Klinik Bairo Pite didirikan pada September 1999 oleh sekelompok orang yang berkehendak baik, termasuk Murphy.

Hingga dilanda kesulitan keuangan pada awal April, klinik ini merawat 300 pasien per hari, tetapi sekarang hanya menerima pasien rawat jalan setelah menutup layanan kekurangan gizi, perawatan ibu dan rawat inap.

Program Pangan Dunia mengatakan  gizi buruk adalah masalah perawatan kesehatan utama  terbesar di negara mayoritas Katolik itu.

Apa pun namanya yang dimulai sebagai “penutupan sementara” pada 3 April, ketika 14 pasien dipindahkan ke sebuah rumah sakit umum di Dili, tampak seperti ditutup sepenuhnya sekarang, demikian menurut manajer klinik Inacio dos Santos.

Terlepas keraguan Murphy, para donatur Australia menarik diri dari dewan pimpinan klinik itu pada Agustus tahun lalu karena dewan pimpinan klinik menolak proposal mereka untuk meningkatkan standar klinik ini mengikuti standar Australia, katanya.

“Tawaran ini ditolak karena setelah ditingkatkan, orang harus membayar harga yang lebih tinggi yang orang-orang Timor-Leste tidak mampu,” demikian menurut Dos Santos.

“Biaya operasional bulanan sekitar Rp 672 juta, dan gaji  Rp 392 juta  per bulan,” ungkapnya.

Klinik ini memiliki lima dokter – empat di antaranya adalah orang Timor – 14 perawat dan 6 relawan.

“Kami membutuhkan 10 dokter, tidak memiliki cukup obat, kami kehabisan pasokan dan tidak punya uang,” demikian  Murphy.

“Saat ini kami hanya membuka konsultasi dan tidak menerima pasien rawat inap atau memberikan perawatan bersalin. Jadi kami sangat sedih,” kata dokter.

“Kami mendapat kunjungan dari politisi, dan banyak orang lain memberikan sumbangan seberapapun besarnya, dan kami memiliki pendanaan yang tidak tetap lewat para sahabat yang kami jaring melalui internet,” tambahnya.

“Kami masih berusaha mendapatkan bantuan pendanaan yang cukup tapi  saya masih belum tahu hasilnya.”

Agar klinik ini terus berjalan membutuhkan lebih dari Rp 1, 4 milyar, kata Murphy.

“Biaya ini digunakan supaya kita bisa mulai membayar utang, perawat, staf lain, rekening listrik,  makanan dan obat-obatan untuk pasien. Jika kita memiliki Rp 1,4 milyar kita bisa terus buka.”

Penduduk setempat terus berdoa agar klinik tetap bertahan hidup.

“Saya percaya Tuhan akan membimbing kita  membangun layanan kemanusiaan yang mendasar ini,” kata Maria de Lourdes Martins da Cruz, 57, salah satu pendiri klinik itu.

Dia berharap tokoh nasional seperti Xanana Gusmao, Jose Ramos-Horta dan Mari Alkatiri akan memberikan dukungan sepenuhnya sehingga klinik dapat bereinkarnasi sendiri di bawah struktur manajemen baru yang dipimpin oleh Murphy.

Bahkan ada nama baru untuk klinik yang dia katakan – Klinik Maun Alin Bairo Pite.

“Kami berterima kasih kepada Tuhan karena telah membantu kami melalui Dokter Murphy dan keluarganya, yang telah mencari dana untuk klinik itu,” katanya.

Rofino Mendes, 29, yang putrinya disembuhkan oleh Murphy, mengatakan  kerugian besar jika klinik itu akhirnya ditutup.

“Pemerintah harus membantu karena klinik memberikan kontribusi kepada bangsa Timor Leste,” kata Mendes.

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi