UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Suster Rema Mengabdikan Dirinya Membantu Para Migran

Juli 3, 2018

Suster Rema Mengabdikan Dirinya Membantu Para Migran

Suster Zita Rema (kanan) bergabung dengan sebuah kelompok penari Katolik pada acara musyawarah pastoral keuskupan agung Chittagong. (Foto:Rock Ronald Rozario/ucanews.com)

Setelah menempuh perjalanan satu jam dengan bus, Suster Zita Rema dari Kongregasi Suster-suster Salesian Maria Imakulata berjalan di jalan berlumpur,  melewati kawasan industri Shitalpur di Banglades bagian tenggara.

Biarawati berusia 59 tahun itu akan mengunjungi beberapa pekerja migran Katolik yang mencari nafkah di sana, seringkali dalam kondisi  sulit.

Di sana ia mengunjungi setiap keluarga, semuanya adalah masyarakat adat dari kelompok Garo dan Tripura. Dia adalah wajah yang akrab bagi mereka semua.

Di antara mereka yang dikunjungi adalah Niten Mankin, 40, seorang Garo Katolik yang merupakan kepala keluarga. Mankin pindah ke Chittagong 18 tahun  lalu untuk mencari pekerjaan dan menikah tahun 2002. Dia memiliki tiga putra, masing-masing berusia tujuh, empat dan dua tahun.

Mankin dulu bekerja di pabrik tabung oksigen sebelum kecelakaan mengubah segalanya  tahun lalu.

“Pekerjaan saya adalah memuat dan membongkar barang di truk. Beberapa tabung jatuh menimpa saya dan mematahkan kaki kanan saya,” katanya.

Para dokter yang merawat kakinya  mengatakan kepadanya bahwa dia harus menjalani operasi untuk dapat pulih sepenuhnya tetapi dia tidak mampu membayar biaya 100.000 taka (1.176 dolar AS) dan majikannya menolak untuk menutup biayanya. Setelah delapan hari, dia meninggalkan rumah sakit. Biaya menginap 23.000 taka dari kantongnya sendiri.

Suster Rema mengatakan bahwa setelah Mankin pulang dari rumah sakit, ia ditawari bantuan keuangan dari Gereja setempat untuk perawatannya, tetapi ia menolak.

“Dia bertekad mendapatkan perawatan herbal, yang menurutnya merupakan pilihan yang lebih baik, jadi kami tidak paksa,” katanya.

Kembali ke desanya di timur laut negara itu, Mankin dirawat oleh seorang dokter desa yang menyuruhnya untuk menggosokkan salep herbal ke kakinya. Meski masih tidak bisa berjalan dengan baik, ia kembali ke Shitalpur dan baru-baru ini ia mulai melakukan pekerjaan yang lebih ringan.

Di gubuk dua kamarnya, Suster Rema memijat kakinya dan menasihatinya agar dia melakukan latihan fisik untuk membantu kakinya menjadi lebih baik.

Suster Rema berharap ia dapat berbuat lebih banyak untuk Mankin dan keluarganya yang tetap tinggal di desa asalnya karena ia tidak mampu merawat mereka. Itu adalah situasi lain yang menambah keyakinan para biarawati bahwa  kongregasi religius dapat berbuat lebih banyak untuk membantu para pekerja migran.

“Mereka perlu menyadari bahwa mereka dapat menawarkan sesuatu untuk pekerja migran. Jika kita semua bekerja bersama, Gereja dapat melayani mereka dengan lebih baik,” katanya.

“Kita perlu menjangkau mereka, mendengarkan masalah mereka dan membantu mereka. Kita tidak dapat mencapai apa pun hanya dengan mengadakan seminar dan pertemuan.”

Selama dekade terakhir, banyak orang Kristen bermigrasi ke pusat kota besar seperti Dhaka dan Chittagong mencari pekerjaan. Menurut Komisi Keadilan dan Perdamaian Konferensi Waligereja Banglades, sekitar 60.000-70.000 orang Kristen migran bekerja di kawasan industri di Dhaka.

Waktu Suster Rema bersama Mankin hanyalah salah satu kunjungan dari sekian banyak kunjungan yang dilakukan hari itu di Shitalpur, juga termasuk kunjungannya ke sekolah dasar dan pusat penjahitan yang didukung Gereja untuk membantu baik wanita Kristen maupun Hindu.

Suster Rema juga bertemu dengan anggota keluarga Sajib Tripura, seorang Katolik Tripura pribumi. Tripura bekerja di sebuah pabrik oksigen sampai dia dipenjara  tahun 2011 karena tuduhan bahwa dia menjual minuman keras secara ilegal. Dengan dukungan dari otoritas Gereja setempat, Suster Rema telah menawarkan dukungan hukum kepada keluarga.

“Polisi meringkus dan menangkapnya, dan mengirimnya ke pengadilan,” kata suster itu.

“Dengar pendapat tentang kasus ini terjadi setiap dua bulan. Ini telah berlangsung lama dan tetap tidak terselesaikan,” katanya.

 

Suster Zita Rema bergabung dalam sebuah Misa bersama umat Katolik di distrik Bandarban pada sebuah acara musyawarah pastoral keuskupan agung  Chittagong pada 19 Januari. (Foto: Rock Ronald Rozario/ucanews.com)

 

Seorang katekis dan  guru

Ini merupakan perjalanan panjang bagi sang biarawati. Dia adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari keluarga petani Garo Katolik di Gereja Santa Teresa di Bhalukapara,  keuskupan Mymensingh bagian timur laut.

Ayahnya selalu ingin dia menjadi seorang biarawati.

“Dia berupaya  membentuk saya dengan religiusitas sejak usia dini. Dia mengirim saya ke program Gereja dan Misa  secara teratur,” katanya.

Tahun 1977, setelah ia menyelesaikan sekolah, seorang pastor paroki setempat memberinya pekerjaan sebagai seorang guru sekolah sekaligus katekis.

Dua tahun kemudian dia membantu biarawati setempat menjalankan pusat medis di mana sebuah insiden mengubah jalan hidupnya.

“Seorang wanita hamil mengalami komplikasi dan kami tidak dapat melakukan persalinan meskipun mencoba sepanjang malam,” kata Suster Rema. “Baik ibu dan anak itu meninggal. Aku sedih dan memutuskan bahwa aku akan mengabdikan hidupku  melayani orang miskin dan membutuhkan.”

Tahun 1986, ia bergabung dengan Kongregasi Salesian. Dari tahun 1990 hingga 2006, Suster Rema bekerja dalam berbagai peran, termasuk menjadi guru sekolah, katekis dan pelayanan pastoral  di paroki-paroki di seluruh Banglades. Sebagai bagian dari ini dia menawarkan pelayanan pastoral kepada umat Katolik pribumi di keuskupan Mymensingh dengan mengajarkan katekese,  liturgi dan seminar pelatihan.

Dari tahun 2006 hingga 2009, Suster Rema tinggal di  Dhaka, di mana dia menjabat sebagai sekretaris  Komisi Kepemudaan Keuskupan itu. Selama di komisi  ini dia mengunjungi pabrik-pabrik garmen dan salon kecantikan di mana banyak orang Kristen dipekerjakan. Selain menawarkan mereka perawatan spiritual dan pastoral, dia membantu mereka dengan masalah yang mereka hadapi.

Sebagai bagian dari itu, Suster Rema menangani kasus pelecehan terhadap pekerja Kristen di pabrik garmen dan salon kecantikan. Dia juga membantu menyelesaikan beberapa kasus di mana gadis-gadis Kristen mati secara misterius, mungkin bunuh diri di tempat kerja mereka.

“Saya mengembangkan hubungan dengan beberapa petugas polisi dan pengacara yang baik, dan mereka membantu dalam menyelesaikan beberapa kasus. Kadang-kadang, saya bekerja dari belakang layar dan mereka mampu memecahkan masalah mereka,” tambahnya.

Dari tahun 2009 hingga 2014, Suster Rema bekerja untuk kongregasinya dan setahun kemudian dia pindah ke keuskupan agung Chittagong di mana dia ditunjuk sebagai ketua Komisi Migran dan Perantauan.

Gereja Katolik di Banglades memiliki sekitar 350.000 anggota yang tersebar di delapan keuskupan. Ada sekitar 500.000 orang Kristen di Banglades yang  mayoritas Muslim, yang memiliki populasi total sekitar 160 juta.

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi