Gereja Katolik Pakistan terus mendesak pemerintah setempat untuk menjamin agar pemilu diadakan secara bebas dan adil di seluruh negeri itu pada 25 Juli.
Komisi Nasional untuk Keadilan dan Perdamaian (NCJP), sebuah lembaga hak asasi manusia Gereja Katolik Pakistan, mengatakan bahwa Gereja mendukung demokrasi dan semua nilai demokrasi itu sendiri.
“Kami berharap bahwa selama pemilu semua pengamat, masyarakat sipil, aktivis dan relawan akan berperan dengan tidak memihak,” demikian pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh Mgr Joseph Arshad, uskup agung Islamabad-Rawalpindi, direktur nasional NCJP, Pastor Emmanuel Yousaf (Mani), dan Direktur Eksekutif Cecil Shane Chaudhry.
Komisi itu menyerukan semua warga negara untuk memberikan suara mereka pada hari itu.
“Demokrasi dirusak oleh ketidakpedulian dan perpecahan masyarakat atau segregasi demi kepentingan individu,” kata NCJP.
“Kami berbagi kecemasan banyak warga di Pakistan yang kenyataannya bahwa saat ini iklim sosial yang tidak menentu di negara itu mengenai sektor vital kehidupan masyarakat, terutama kesehatan, perumahan, pendidikan, keamanan, pembinaan nilai-nilai kemanusiaan yang solid, dan tanggung jawab internasional.”
Uskup Agung Arshad juga berdoa untuk kedamaian selama masa pemilihan “sehingga semua warga akan merasa aman saat memberikan suara mereka tanpa rasa takut atau ancaman penindasan apapun.”
Lebih dari 200 orang, termasuk tiga kandidat pemilihan, tewas dalam serentetan serangan teror bulan ini. Di antara mereka adalah kandidat Pakistan Tehreek-e-Insaf (PTI) Sardar Ikramullah Gandapur, yang terbunuh oleh seorang pembom bunuh diri di provinsi Khyber Pakhtunkhwa pada 22 Juli.
Kelompok lintas agama Rwadari Tehreek telah menyatakan keprihatinan bahwa dalang serangan teroris Jammat-ud-Dawah Dhamma Hafiz Saeed, yang menerjunkan lebih dari 200 kandidat pelaku pembom itu.
“Kelompok orang berbahaya yang seharusnya diadili dan dipenjara karena membunuh warga ikut dalam pemilu di puluhan kursi nasional dan provinsi,” kata Samson Salamat, ketua Rwadari Tehreek. “Ini adalah kegagalan lembaga pemerintah dan negara termasuk Komisi Pemilihan Umum Pakistan.”
Komunitas Ahmadi minoritas memboikot pemilu berdasarkan daftar pemilih yang diskriminatif.