UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Filipina Selatan Waspada Penuh Pasca Ledakan Bom Mematikan

Agustus 2, 2018

Filipina Selatan Waspada Penuh Pasca Ledakan Bom Mematikan

Anggota militer menjaga pos penjagaan di Propinsi Basilan di Filipina bagian selatan. (Foto: Joe Torres)

Pasukan keamanan di wilayah Mindanao di Filipina bagian selatan waspada penuh menyusul serangan bom bunuh diri di Propinsi Basilan yang menewaskan 10 orang pada 31 Juli.

Para pemuka agama Katolik di wilayah itu mengingatkan bahwa serangan yang kabarnya dilakukan oleh kelompok teror Abu Sayyaf itu bisa memperkuat ketegangan antara umat Islam dan Kristen di wilayah itu.

“Perdamaian tidak akan terwujud jika kita terus menimbulkan ketakutan masyarakat kita,” kata Uskup Agung Ozamiz Mgr Martin Jumoad.

Prelatus yang berkarya sebagai uskup Basilan selama 14 tahun itu mengatakan serangan itu membuat pencapaian perdamaian di pulau itu sulit dipahami.

Ledakan kuat di sebuah pos penjagaan militer di Kota Lamitan menewaskan enam anggota militer dan empat warga sipil. Sopir kendaraan yang meledak juga tewas dalam ledakan tersebut.

Kendaraan yang dipasangi bom rakitan itu meledak ketika sedang diperiksa oleh anggota militer.

Serangan itu terjadi seminggu setelah Presiden Rodrigo Duterte menandatangani Undang-Undang (UU) Organik Bangsamoro yang mengupayakan pembentukan daerah otonomi baru untuk umat Islam di Mindanao.

UU itu merupakan bagian dari perjanjian damai yang ditandatangani oleh pemerintah Filipina dan pemberontak Moro dengan tujuan untuk mengakhiri perang yang telah berlangsung selama hampir lima dekade di wilayah itu.

Rommel Banlaoi, pakar terorisme dari Institut Penelitian Perdamaian, Kekerasan dan Terorisme di Filipina, mengatakan perjanjian damai itu “bukan pil ampuh yang bisa menyelesaikan berbagai masalah sebagai akibat dari konflik bersenjata.”

Ia mengatakan tantangan akan datang dari politisi dan kelompok bersenjata setempat yang menentang UU Bangsamoro baru itu.

Banlaoi mengingatkan bahwa UU itu bisa digunakan sebagai pengaruh oleh Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) untuk mengundang para pejuang asing ke Mindanao untuk menentang “kooptasi para kafir.”

Uskup Agung Jumoad mengatakan perdamaian di Mindanao hanya bisa diraih jika umat Islam dan Kristen bersatu.

Uskup Edwin dela Pena dari Prelatur Marawi mengatakan serangan bom itu merupakan “manifestasi terburuk dari ekstremisme yang sangat keras.”

Di Marawi, sekitar 400.000 orang kehilangan rumah selama terjadi pertikaian antara pasukan keamanan dan para pejuang ISIS tahun lalu.

“Kami sangat mengutuk aksi ini,” kata prelatus itu.

Uskup Dela Pena mengatakan kelompok teror Abu Sayyaf yang dikenal dengan penculikan dan pembunuhan para sandera di Basilan itu membuang kesempatan untuk berdialog dan menggantinya dengan serangan itu.

Bulan lalu, Presiden Duterte mengumumkan bahwa ia mengajak kelompok itu untuk berdialog sesuai dengan upayanya untuk menciptakan perdamaian dan stabilitas di Mindanao.

Gubernur Mujiv Hataman dari Daerah Otonomi Muslim Mindanao mengecam serangan itu dan menyebutnya sebagai “aksi kekerasan yang sangat kurang ajar terhadap masyarakat kita.”

Gubernur menjamin bantuan bagi keluarga para korban dan akan memperketat keamanan di wilayah itu dengan tetap mempedulikan hak masyarakat.

Menteri Dalam Negeri Delfin Lorenzana mengatakan pemerintah akan melakukan apa pun untuk menyelidiki insiden ini dan akan “mengerahkan kekuatan penuh untuk menerapkan UU itu terhadap para pelaku.”

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi