UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Protestan Evangelis Masuk ke Timor-Leste

Agustus 2, 2018

Protestan Evangelis Masuk ke Timor-Leste

Jose de Oliviera, 46, bekerja di restoran Manu Fahe di Distrik Manufahi,  pantai selatan Timor-Leste, sekitar enam jam perjalanan dari ibukota Dili, ketika sejumlah misionaris Brazil datang untuk mampir.

“Saya menyukai pesan mereka dan setelah beberapa saat, setiap hari Rabu, sekelompok dari kami akan berkumpul dengan mereka dan berdoa,” kata de Oliviera kepada ucanews.com.

Kemudian seorang Katolik, yang sebanyak 90 persen dari negeri ini, setidaknya secara nominal, dia menanggapi pesan dari para misionaris itu.

“Ketika saya belajar menjadi evangelis dan berlatih, hidup saya banyak berubah dan saya telah melihat banyak perubahan dalam diri saya,” katanya.

“Ketika saya masih muda saya selalu mabuk dan berkelahi dengan orang lain. Saya adalah seorang pencuri sebelum saya menjadi evangelis. Saya adalah seorang perokok, tetapi sejak saya bertobat saya telah membebaskan diri dari kebiasaan buruk ini.

“Ketika saya membaptis sebagian besar keluarga istri saya, keluarga saya membenci saya dan bahkan mengancam saya. Saya tidak memaksa keluarga saya untuk bergabung dengan saya tetapi istri saya, ibu saya dan saudara perempuan saya akhirnya mengikuti saya.”

Timor-Leste adalah negara yang mayoritas Katolik karena pengaruh para penguasa kolonial Portugis selama 500 tahun, serta sebagai reaksi terhadap pendudukan Indonesia setelah Portugal berjalan menjauh dari koloninya tahun 1974. Pada saat itu dan memasuki tahun 1980-an, banyak yang mempraktikkan animisme tradisional yang dibaptis menjadi Katolik sebagai “tempat perlindungan” dari penguasa Muslim yang mereka perangi di hutan.

Misionaris Protestan dari banyak denominasi telah mencoba keberuntungan mereka – dan berhasil dalam banyak hal – untuk membaptis penduduk setempat. Gereja Protestan Timor Timur didirikan tahun 1979. Namun, agama animisme tradisional terus berkembang di Timor-Leste, terutama yang jauh dari kota-kota besar di negara setengah pulau yang berpenduduk 1,3 juta orang, sering kali dipraktekan bersama dengan ajaran Katolik.

Salah satu pendatang terbaru tahun 2006, adalah kelompok yang didanai dengan baik dari Brasil yang memiliki sejarah  warisan kolonial dan bahasa yang sama dengan negara kecil ini, yang setengah dunia jauhnya: Igereja Evangelica Visao Crista de Timor-Leste (IVTL), atau Visi Gereja Evangelis Kristus.

IVTL adalah cabang dari Gereja Protestan evangelis utama di Brasil yang awalnya didirikan di negara itu oleh para misionaris Kanada. Setelah IVTL didirikan di Timor-Leste bersama 36 misionaris Brasil, penduduk setempat kemudian dilatih, ditahbiskan, dan bekerja bersama mereka.

Julio Cuca yang tinggal di Baucau, kota kedua negara itu, mengatakan ia memutuskan  bergabung dengan iman Protestan, bersama dengan 10 saudara dan saudarinya.

“Saya adalah seorang animis tahun 1982 ketika para misionaris dari Gereja Kristen Protestan di Timor Timur di Pulau Atauro datang ke Distrik Aileu,” katanya kepada ucanews.com.

“Latar belakang keluarga saya adalah animisme dan kami dibaptis menjadi evangelis.”

Cucu dan keluarganya akhirnya pindah ke IVTL dan dia memutuskan menjadi pendeta di gereja itu. Ia belajar di Ambon, yang memiliki sejarah kekerasan sektarian. Ambon memiliki sekitar 70 persen Kristen dengan 40 persen dari mereka evangelis, menurut The Joshua Project, sebuah situs web evangelis.

“Saya belajar teologi dan pertanian. Kami memiliki hubungan yang sangat baik dengan Gereja di Kupang dan di Ambon dan kami juga bekerja sangat erat dengan gereja-gereja di Australia dan Singapura,” kata Cuca. Pada tahun 2008, Gereja Presbiterian Injili didirikan oleh para misionaris Australia dan mengklaim memiliki lebih dari 4.000 anggota.

Cuca sekarang bertindak sebagai koordinator bagi penginjil di empat distrik di bagian timur negara itu: Lautem, Baucau, Viqueque dan Manatuto.

Menurut The Joshua Project, para jemaat gereja evangelis di Timor-Leste tumbuh 3,6 persen per tahun dibandingkan dengan rata-rata global sebesar 2,8 persen.

Tetapi angka-angka ini sangat sulit untuk dijabarkan, seperti halnya dengan agama lain, terutama di negara-negara miskin di mana kelompok-kelompok baru datang untuk menyediakan layanan dasar seperti makanan dan perawatan kesehatan yang pemerintah tidak bisa atau tidak mampu lakukan, dengan korupsi yang selalu menjadi masalah besar.

Pastor Martinho Gusmao, pemimpin Seminari Tinggi Santo Paulus dan Petrus di Dili bicara blak-blakan, ia percaya bahwa jumlah orang Protestan, terutama evangelis, di Timor-Leste mungkin sekitar 10 persen.

“Kaum evangelis jelas merupakan ancaman bagi Gereja Katolik tetapi orang miskin akan mengambil makanan mereka, berdoa bersama mereka dan melakukan hal yang sama ketika misionaris Katolik datang,” katanya kepada ucanews.com selama pemilu pada Mei lalu.

 

Mengganti misionaris asing

Pastor Elienae Moura, seorang Brasil berusia 37 tahun, adalah misionaris asing terakhir.

“Pada saat yang tepat kami mulai menggantikan orang asing, sehingga mereka dapat kembali ke negara mereka; sekarang kami hanya memiliki satu pendeta asing (saya), sebagai pengawas, dan 20 pemimpin Gereja setempat,” kata Pastor Moura.

Moura mengakui bahwa meskipun banyak orang telah menerima Yesus melalui pemberitaan para misionaris dan pendeta setempat, mereka sering kembali kehidupan lama.

“Mereka harus menghadapi tantangan besar untuk tetap setia, dari prasangka dari teman dan masyarakat, diskriminasi, penganiayaan, tekanan dari keluarga, teman, komunitas, dan godaan kelemahan manusia, banyak dari mereka kembali ke gaya hidup lama mereka, jadi hanya sekitar 50 persen tetap setia,” kata Moura.

“Itu terjadi terutama karena Gereja kami jelas dalam ajarannya. Agar menjadi pengikut Kristus yang nyata, orang-orang baru harus meninggalkan keyakinan animisme lama mereka, yang umumnya dianggap sebagai ‘budaya’.”

Baik Cuca dan de Oliviera, yang juga menjadi pendeta dan menjalankan IVTL di Dili, mengakui bahwa mereka telah menghadapi rintangan setelah pertobatan mereka, termasuk kekerasan dan orang-orang yang berusaha membakar rumah-rumah mereka.

“Tapi kami tidak akan pernah menyerah,” kata Cuca. “Kami tahu orang-orang yang berasal dari agama lain yang mengancam kehidupan kami, tetapi kami tidak peduli.”

“Iman evangelis sudah ada dan sedang tumbuh. Kami selalu berdoa untuk kebaikan bagi mereka yang sakit, kami berdoa untuk menyembuhkan penyakit orang, tetapi kami tidak memaksa mereka untuk bergabung dengan kami. Tetapi beberapa orang, setelah menjadi sehat, memutuskan bergabung dengan evangelis.”

Tren umat Katolik yang beralih ke Protestan evangelis juga dapat dilihat di seluruh Asia Pasifik; di Asia Tenggara telah menjadi sukses di Filipina dan daerah-daerah Katolik di Indonesia.

Di Brasil sendiri, benteng global terbesar Gereja Katolik dalam hal jumlah, 40 juta orang menurut sensus 2010, atau sekitar 22 persen dari negara itu, diidentifikasi sebagai Protestan, terutama dari Gereja-gereja evangelis dan Pentakosta.

“Sebagian besar anggota baru kami berasal dari agama lain dan banyak dari mereka dari Katolik,” kata de Oliviera.

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi