UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Gereja di Propinsi Jinan Dibuldoser Otoritas Cina

Agustus 6, 2018

Gereja di Propinsi Jinan Dibuldoser Otoritas Cina

Sebelum perobohan Gereja Katolik Liangwang, umat memasang sebuah spanduk bertuliskan “Kami mendukung pembangunan tetapi kami tegas menolak perobohan. Masyarakat itu beragama, masyarakat punya harapan dan negara punya wewenang.” (Foto: Disediakan)

Bangunan gereja kedua dirobohkan oleh pemerintah Propinsi Jinan di Cina, sementara bangunan gereja ketiga akan mengalami hal serupa tidak lama lagi.

Setelah Gereja Katolik Liangwang dirobohkan pada 17 Juli, umat Katolik setempat berdoa di lokasi kejadian dan memprotes sikap otoritas yang tidak beralasan.

Gereja Katolik Shilihe dirobohkan awal tahun ini. Beberapa sumber memprediksi bahwa Gereja Katolik Wangcun juga akan segera dirobohkan.

Ketiga gereja tersebut masih digunakan dan semua gereja legal terdaftar secara resmi dalam pemerintah, demikian seorang sumber di Propinsi Jinan.

Gereja Katolik Liangwang dibangun pada 1920. Selama Revolusi Budaya, gereja ini diklasifikasi sebagai sebuah rumah pribadi. Setelah melalui prosedur hukum yang panjang, gereja itu dibangun kembali pada 2006.

Sore hari, pada 17 Juli, tiga wanita awam tengah bertugas di gereja itu ketika lebih dari 40 orang memaksa masuk, menggeledah mereka, mengambil telepon seluler mereka dan mengusir mereka dari gereja.

Sekitar 30 orang lainnya lalu tiba untuk membantu merobohkan bangunan gereja itu. Perobohan dilakukan meskipun masih ada banyak benda di dalam gereja.

Gereja itu dibangun di atas lahan yang disumbangkan oleh Desa Liangwang dan telah memperoleh ijin untuk mengadakan kegiatan secara resmi. Bangunan gereja dirobohkan karena Distrik Pian akan dikembangkan dengan berbagai gedung dan infrastruktur baru.

Seusai perobohan, pastor paroki dan presiden menyampaikan keluhan kepada otoritas tetapi tidak mendapat tanggapan.

“Bangku, altar dan kotak persembahan tertimbun puing-puing. Puing-puing ini lalu terbakar dan semua benda terbakar habis,” kata seorang umat.

Setelah mengetahui rencana perobohan bangunan gereja itu, umat berusaha memperoleh ijin dari otoritas untuk membangun gereja di tempat lain, tetapi bangunan gereja dihancurkan sebelum ada kesepakatan.

Berbagai sumber mengatakan distrik itu berjanji memberi kompenasi kepada gereja dan juga lokasi sementara yakni sebuah rumah, tetapi tawaran itu belum terwujud.

Umat mendatangi puing-puing gereja itu pada 23 Juli untuk menyampaikan doa agar permohonan mereka dikabulkan dan untuk memprotes perobohan tersebut.

Seorang umat percaya bahwa merobohkan gereja dan salibnya sama dengan menggali makam para leluhur di era feodal.

“Bisakah Anda membayangkan kepedihan dan penderitaan jika Anda melihat makam leluhur Anda digali dan tulang-tulang mereka dihancurkan?” tanyanya.

“Apakah pemerintah perlu melakukan ini? Umat hanya ingin tempat kecil untuk membangun sebuah gereja baru di wilayah sekitarnya tanpa mempengaruhi pembangunan,” katanya.

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi