UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Uskup Dukung Sistem KTP Nasional di Filipina

Agustus 7, 2018

Uskup Dukung Sistem KTP Nasional di Filipina

Para aktivis mahasiswa menggelar aksi protes di Manila pada 6 Agustus untuk menentang implementasi sistem KTP nasional. Presiden Rodrigo Duterte telah menandatangani UU Sistem Identifikasi Filipina yang bertujuan untuk membuat layanan publik semakin efisien. (Foto: Jire Carreon)

Sedikitnya dua uskup telah menyampaikan dukungan terhadap implementasi sistem KTP di Filipina meskipun para aktivis memperingatkan bahwa sistem itu rawan disalahgunakan.

Uskup Balanga Mgr Ruperto Santos, ketua Komisi Pastoral Migran dan Perantau, mengatakan sistem baru itu akan memberi keuntungan bagi para pekerja migran.

“Kami mendukung sistem KTP nasional,” kata prelatus itu, seraya menambahkan bahwa sistem itu bisa mencegah suap dan birokrasi yang bertele-tela yang selalu dihadapi oleh para pekerja migran di kantor-kantor pemerintah.

“Mari kita berharap agar aturan ini tidak akan disalahgunakan,” kata Uskup Auksilier Manila Mgr Broderick Pabillo.

Presiden Rodrigo Duterte menandatangani pengesahan Undang-Undang Sistem Identifikasi Filipina yang bertujuan untuk membuat layanan publik semakin efisien.

Presiden Duterte mendesak masyarakat agar mendukung implementasi UU baru yang menurutnya akan “meningkatkan kualitas pemerintahan” dan “menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi perdagangan” tersebut.

KTP tunggal yang disebut “Phil-ID” itu akan dikeluarkan bagi semua warga negara dan warga asing yang bermukim di negara itu. Semua warga negara tidak perlu lagi menyerahkan berbagai macam kartu identitas untuk pelayanan di kantor-kantor pemerintah.

Namun kelompok hak asasi manusia (HAM) Karapatan menyebut sistem KTP nasional sebagai “serigala berbulu domba.”

Cristina Palabay, juru bicara Karapatan, mengatakan sistem itu akan melahirkan “banyak pelanggaran HAM” termasuk hak warga negara untuk bebas bergerak dan untuk mendapatkan privasi serta hak untuk bebas dari pengawasan.

Ia mengatakan sistem KTP nasional “akan menjadi manuver licik untuk mengontrol dan memantau warga negara.”

“UU ini akan sangat rawan terhadap penyalahgunaan, mengingat bahwa birokrasi kita telah dikotori oleh militer dan mantan jenderal yang terbukti menghina hak warga negara,” katanya.

Ia memperingatkan bahwa UU itu menjadi “ujian terbuka bagi para pejabat yang haus akan kekuasaan untuk mengintensifkan tujuan mereka dan persekusi politik terhadap orang-orang yang menolak politik dan yang mengkritisi pemerintah.”

Menurut Karapatan, sekitar 67.000 orang menjadi korban dari berbagai bentuk ancaman, pelecehan dan intimidasi sejak Presiden Duterte menjadi presiden.

Palabay juga mengingatkan akan “tren yang mengkhawatirkan” terhadap “pasal bijaksana namun sistematis dari UU yang represif.”

Ia mengatakan usulan untuk mengamandemen UU anti-teror masih ada di Konggres, tetapi kekuasaan sudah diserahkan kepada polisi.

Aktivis HAM itu mengatakan UU Darurat Militer di Filipina bagian selatan dan sistem KTP nasional “mengarah pada obsesi rezim itu untuk menanamkan peraturan militer.”

Namun Presiden Duterte menenangkan kekhawatiran warga negara soal privasi dan keamanan. Ia mengatakan informasi yang tercakup dalam KTP baru itu akan sama dengan informasi yang telah dimiliki oleh lembaga-lembaga pemerintah sebelumnya.

Ia mengatakan pemerintah akan mengatasi isu soal privasi dan keamanan.

“Sama sekali tidak ada alasan untuk menimbulkan kekhawatiran tentang Phil-ID kecuali tentu saja kekhawatiran itu berdasarkan pada sesuatu yang mendekati ilegal,” kata Presiden Duterte.

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi