UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Polisi India Geledah Rumah Imam Jesuit yang Dituduh Anti-Pemerintah

Agustus 31, 2018

Polisi India Geledah Rumah Imam Jesuit yang Dituduh Anti-Pemerintah

Pastor Stan Swamy SJ, yang tinggal di Ranchi menghadapi tuduhan anti-negara dan kegiatan terorisme. (Foto: ucanews.com)

Dalam aksi simultan di sejumlah  kota, polisi India menggerebek rumah sembilan aktivis HAM, termasuk seorang imam Yesuit berusia 82 tahun, dan menangkap lima orang dengan tuduhan mendukung partai komunis yang terlibat dalam kegiatan anti-pemerintah.

Polisi di negara bagian Maharashtra pada 28 Agustus menangkap aktivis Varavara Rao dari Hyderabad dan Gautam Navlakha dari Delhi. Aktivis  lain yang juga ditangkap adalah pengacara aktivis Vernon Gonsalves dari Mumbai, Arun Ferreira dari Thane dan Sudha Bharadwaj dari Faridabad.

Di negara bagian timur Jharkhand, kediaman aktivis sosial, Pastor Stanislaus Lourdusamy SJ, di Ranchi digeledah. Lebih dikenal sebagai Stan Swamy, ia telah bekerja di antara orang-orang suku yang miskin.

Polisi mengatakan kepada media bahwa penangkapan itu terkait dengan pertemuan publik yang diadakan di kota Pune pada 31 Desember 2017, sebelum bentrokan sengit terjadi antara Dalits dan orang-orang Maratha dengan kasta lebih tinggi di daerah Bhima Koregaon dan beberapa bagian lain di Maharashtra pada awal Januari.

Tindakan polisi itu didasarkan pada “beberapa bukti yang memberatkan yang dikumpulkan selama penyelidikan kami” dan pada dokumen-dokumen yang ditemukan dari lima aktivis lainnya yang ditangkap pada 6 Juni, kata Komisaris polisi gabungan Pune, Shivaji Bodkhe.

Polisi pada 7 Juni mengatakan kepada pengadilan bahwa penyelidikan telah mengungkap sebuah rencana Partai Komunis untuk melakukan sebuah aksi yang sebut “Rajiv Gandhi-tipe”, yang ditafsirkan media sebagai rencana untuk membunuh Perdana Menteri Narendra Modi dalam pemboman bunuh diri seperti yang menewaskan mantan PM Gandhi di 1991.

Polisi mengunjungi pusat layanan sosial Yesuit di Ranchi pada pukul 06.00 pagi dan menggeledah kamar Pastor Swamy, kata Pastor Davis Solomon, direktur pusat itu kepada ucanews.com.

Mereka datang tanpa pemberitahuan sebelumnya atau surat perintah penggeledahan dan menggeledah kantor dan tempat tinggalnya, katanya. Pastor Swamy dinterogasi tetapi tidak ditangkap.

Polisi menyita laptopnya, kartu SIM telepon, iPod, compact disc, flashdisk, literatur, makalah penelitian, buku dan siaran pers, kata Pastor Solomon.

Meskipun polisi tidak memiliki surat perintah penggeledahan dari pengadilan, penggeledahan itu dilakukan dengan “perintah pencarian” yang dikeluarkan oleh asisten komisaris polisi Pune pada 24 Agustus.

Tuduhan pada imam tersebut antra lain keterlibatan dalam terorisme, konspirasi, mendukung organisasi teroris dan penggalangan dana untuk mereka. Jika terbukti, imam tua itu bisa dipenjara selama beberapa dekade.

“Pastor Swamy meneliti masalah-masalah orang-orang yang terpinggirkan yang bertujuan mencari solusi praktis,” kata Pastor Salomo, seraya menambahkan bahwa konfraternya telah bekerja dengan orang-orang suku Santhal selama beberapa dekade.

Dia mengatakan, Pastor Swamy bahkan belum mengunjungi Bhima Koregaon.

Para pemimpin Gereja dan aktivis HAM mencurigai ada sebuah rencana untuk mengintimidasi aktivis HAM dengan tujuan politik demi pemilihan umum yang dijadwalkan awal tahun depan.

“Penggerebekan ini tampaknya telah dilakukan untuk menteror aktivis. Tapi ini akan mengguncang iman masyarakat seperti Dalit, penduduk pribumi dan yang lain dimana para  aktivis ini berbicara atas nama mereka,” kata Uskup Theodore Mascarenhas, sekretaris jenderal Konferensi Waligereja India. .

Kekerasan terhadap Dalit di Maharashtra dan tuntutan masyarakat suku di bagian lain India, didukung oleh aktivis HAM dan pengacara, telah ditafsirkan sebagai tantangan terhadap ideologi supremasis kelompok-kelompok Hindu garis keras.

“Ini telah menjadi kebiasan di beberapa saluran televisi untuk memanggil semua orang yang tidak setuju dengan mereka sebagai anti-nasional. Berjuang untuk hak konstitusional Dalit dan orang-orang terbelakang lainnya bukan merupakan aktivitas anti-nasional, “kata Uskup Mascarenhas.

Partai Bharatiya Janata yang pro-Hindu (BJP) dan sekutunya, yang mengendalikan pemerintah federal dan 22 dari 29 negara bagian, menarik dukungan mereka dari kelompok-kelompok Hindu yang ingin menjadikan India sebagai negara hegemoni kasta Hindu.

Orang-orang Dalit dan suku merupakan 25 persen dari 1,2 miliar orang India tetapi mereka secara politis menentukan di kantong-kantong tertentu di sebagian besar negara bagian utara.

Kelompok-kelompok Hindu dituduh mendalangi kekerasan terhadap Dalit dan orang-orang suku dan mendukung kebijakan yang akan membuat mereka di bawah penindasan sosial dan politik. Para pengamat mengatakan kesadaran kelompok tertindas ini mengancam masa depan politik BJP dan pendukungnya.

“Peristiwa yang sedang berlangsung didorong oleh niat untuk menyingkirkan demokrasi dan mengubah negara ini menjadi negara Hindu,” kata novelis dan aktivis Arundhati Roy kepada surat kabar The Hindu. “Ini pertanda pemerintahan sedang panik.”

Dia mengatakan negara “mengkriminalisasi minoritas, Dalits, Kristen, Muslim dan kelompok kiri dan siapa pun yang tidak setuju melalui proxy di media, pasukan pembunuh dan penjajah pidato kebencian. Setiap orang yang tidak setuju dengan ideologi tertentu sedang dikriminalisasi, dikurung atau dibunuh oleh pembunuh sayap kanan . ”

Roy menambahkan: “Apa yang terjadi benar-benar berbahaya. Menuju pemilihan umum, ini adalah upaya kudeta terhadap konstitusi India dan semua kebebasan yang kita hargai.”

Pengacara dan aktivis Prashant Bhushan memandang penggerebekan itu sebagai gerakan “fasis total”. “Ini adalah upaya untuk membungkam perbedaan pendapat dan mengintimidasi para aktivis … Ini terjadi atas instruksi pemerintah,” katanya kepada media online scroll.in.

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi