UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

INDONESIA – Sepak Bola Antaragama Tingkatkan Dialog Agama

April 30, 2009

TAPANULI TENGAH, Sumatra Utara (UCAN) — Dialog antaragama meningkat di Sibolga, Sumatra Utara, ketika beberapa pemuka agama mempunyai ide untuk mengadakan sepak bola untuk menyatukan orang yang berbeda keyakinan.

Ketika turnamen itu dimulai tujuh tahun lalu, hanya ada empat tim yang mewakili Buddha, Katolik, Muslim dan Protestan. Kemudian, masuklah kelompok lain dari komunitas setempat, termasuk pegawai negeri sipil (PNS), militer dan polisi, dalam pertandingan itu.

Meskipun tidak ada istilah kalah dan menang dalam pertandingan itu, mereka tetap dipimpin oleh seorang wasit yang berpakaian berbeda dengan kedua tim itu.

“Selama turnamen berlangsung belum sekalipun terjadi perkelahian. Masing-masing tim bermain sportif,” kata Pastor Johanes Jeharut, ketua Komisi Hubungan Antaragama Keuskupan Sibolga.

“Kalau ada pemain berkelahi, saya akan masuk ke tengah lapangan dengan mengenakan jubah pastor untuk melerai mereka,” katanya.

Pastor Jeharut merupakan salah satu pemrakarsa turnamen sepak bola itu.

Pada mulanya turnamen itu dirancang sebagai acara tahunan untuk merayakan Hari Kemerdekaan Indonesia.

“Gagasan itu muncul dari beberapa orang yang berbeda agama yang sering berkumpul-kumpul karena dianggap positif. Pemerintah kota Sibolga memberikan dana,” kata Pelerius Simanullang, seorang katekis awam berusia 42 tahun dari pusat pastoral keuskupan, yang juga membantu mengelola pertandingan itu.

Indonesia adalah sebuah negara yang beranekaragam, di mana Muslim menjadi kelompok mayoritas. Namun, ada juga banyak umat Katolik, Protestan, Buddha, Hindu dan Konghucu.

Walaupun UUD Negara RI menjamin kebebasan beribadah bagi semua pemeluk agama, berbagai konflik  tak bisa dielakan muncul beberapa tahun ini.

Pastor Benno Ola Tage, ketua Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Medan, percaya masih ada banyak tugas yang harus dilakukan dalam memajukan kerukunan agama.

Ia menyesalkan bahwa para imam dan religius sangat kurang berminat dalam dialog antaragama dan menceritakan dalam sebuah perayaan ekumene di keuskupan agung itu tidak ada seorang pastor Katolik dan biarawati pun yang hadir.

“Uskup Agung Emeritus Pius Datubara OFM Cap yang saat itu hadir mengaku merasa malu,” kata Pastor Tage.

Ia menambahkan bahwa ia berharap lebih banyak imam dan biarawati akan terlibat “dalam dialog dengan umat dari Gereja dan agama lain.”

Simanullang dan Pastor Jeharut serta Pastor Tage baru-baru ini bertemu dalam acara dialog antaragama di Pandan, Sumatra, bersama 56 imam, biarawati dan awam Katolik untuk membahas bagaimana dialog antaragama dapat ditingkatkan. Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Keuskupan-Keuskupan Provinsi Gerejawi Medan bekerjasama dengan komisi hubungan antaragama konferensi waligereja Indonesia mengadakan pertemuan itu.

Para pemuka Islam dan Protestan juga hadir.

Sekretaris eksekutif Komisi HAK KWI, Pastor Antonius Benny Susetyo, mengingatkan bahwa dialog dengan umat agama lain itu penting bagi umat Katolik yang hidup di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang majemuk ini.

Ia mengakui bahwa dialog di antara kelompok-kelompok agama lain bisa menjadi menakutkan kalau masing-masing tidak mengenal satu sama lain.

Tidak saling kenal itu menimbulkan kecurigaan dan prasangka-prasangka,” katanya. Itulah alasan mengapa jejaring dan kerjasama di antara para pemuka agama harus dibangun dan mengapa banyak persoalan agama perlu didiskusikan, yang bisa dimulai dengan dialog kehidupan dan dialog karya, tambahnya.

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi