UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

MYANMAR – Keuskupan Rencana Lebih Mendukung Sekolah-Sekolah Misi

Juni 5, 2009

MYITKYINA, Myanmar (UCAN) — Sekolah-sekolah misi di Myanmar bagian utara telah berusaha agar anak-anak bisa bersekolah, namun para guru dan para pelajar mereka harus bekerja di ladang untuk bisa mencukupi hidup mereka.

“Kami para guru harus bekerja di ladang sebelum dan setelah jam pelajaran di kelas agar bisa memiliki cukup makanan untuk hidup,” jelas John Paul Shen Hkum La Raw, 45, yang telah mengajar selama 18 tahun di sekolah-sekolah yang dimulai oleh para misionaris asing dekade-dekade lalu di desa-desa pegunungan.

Sejumlah sekolah di desa-desa yang berada dalam Paroki Sumpra Bum dan Paroki Hpakant, di bagian tengah Negara Bagian Kachin, hanya gubuk dari bambu beratap jerami. Sekolah-sekolah lain terbuat dari kayu dengan atap seng.

Para guru yang dengan sukarela mengajar di sekolah-sekolah itu berhasil dalam membuat pendidikan sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari di desa-desa.

Paul Htingraw Sin Dun bercerita tentang perasaan tertekannya “karena kemiskinan dan tidak adanya minat terhadap pendidikan” yang ditemukan setelah tiba di Desa Bumra, kota praja Hpakant. “Para siswa tidak menghadiri kelas secara teratur, sehingga kami mencoba metoda lain untuk mengajar mereka di rumah-rumah mereka ketika waktunya untuk pergi makan siang,” katanya.

Ketika berbicara kepada UCA News di Myitkyina, ibukota negara bagian itu, tempat dia mengikuti pendidikan guru sekolah dasar, Sin Dun mengatakan bahwa dia kembali membuat komitmen untuk dirinya sendiri untuk melayani orang-orang miskin di desa.

“Saya akhirnya memahami bahwa membantu anak-anak miskin, memberi mereka pendidikan merupakan pekerjaan mulia. Saya memutuskan untuk bekerja 2 atau 3 tahun lebih untuk membantu mengembangkan anak-anak di wilayah pedesaan,” katanya.

Salah satu yang lain dari 43 guru yang mengikuti kursus 27 April hingga 27 Mei di Sekolah Katekis St. Lukas adalah Paulu Lahkyen Ja Naw, 21.

Beberapa murid, yang akan berjalan kaki sejauh lima mil, terpaksa harus tinggal bersama sanak saudara mereka yang lebih dekat dengan sekolah, katanya. Jauh dari disediakan untuk mereka, jelasnya, mereka harus membawa sendiri makanan sendiri dan bekerja di lahan sanak keluarga mereka itu untuk membayar biaya penginapan, jelasnya.

Ja Naw telah mengajar empat tahun di Desa Garayang, di wilayah Hpakant. Ia mencatat bahwa sejumlah anak muda bekerja di tambang-tambang emas atau menjual hasil panen untuk mencari duit untuk biaya sekolah, sementara yang lain dengan dana yang tidak mencukupi terpaksa hanya menghabiskan waktu untuk bekerja di lahan sanak-keluarga mereka dan sama sekali tidak bisa lagi pergi ke sekolah.

Sekolah-sekolah itu melakukan yang terbaik dengan sarana yang terbatas untuk melayani masyarakat.

“Kebanyakan keluarga memiliki banyak anak dan tidak bisa memberi dukungan finansial, sehingga kami terpaksa menerima sejumlah anak tanpa biaya sekolah dan membuat mereka bahagia dalam kehidupan sekolah mereka,” kata  Ja Naw. Untuk menyediakan suatu pendidikan yang lebih menyeluruh, dia mengajar kesehatan, olahraga, dan agama, selain mata pelajaran reguler.

Tahun 1991, Keuskupan Myitkyina sepakat untuk mendukung sekolah-sekolah komunitas yang tengah berjuang, yang didirikan oleh para misionaris asing. Tahun ini, keuskupan membentuk Komisi Pendidikan untuk mengkoordinasi dukungan bagi sekolah-sekolah misi itu. Kursus pelatihan baru-baru ini, yang diselenggarakan dalam kerja sama dengan Karuna Myitkyina, organisasi pelayanan sosial keuskupan itu, merupakan satu dari berbagai prakarsa pertamanya.

Pastor Joseph Gawlu Yung Wa, direktur komisi baru itu, mengungkapkan rencana untuk membuka lebih banyak sekolah, untuk melengkapi 13 sekolah yang ada sekarang ini, dan mengembangkan ke sekolah menengah. Gereja akan menanggung biaya dan pelatihan para guru, katanya kepada UCA News.

“Untuk jangka panjang, kami ingin menghasilkan pribadi-pribadi terdidik, untuk melanjutkan sekolah- sekolah dasar yang ada dan meningkatkan pendidikan lebih tinggi, ” jelasnya. Ia menambahkan bahwa sementara keuskupan akan mencari dana, warga desa juga akan berusaha keras mendukung pendidikan anak-anak mereka.

Pastor Johnny Sharoi Hkun Naw mendukung kerja sama ini dan berharap bahwa peran Gereja yang lebih aktif akan bermanfaat bagi semua orang.

“Saya ingin lebih lebih banyak orang terdidik, yang akan berkarya bagi Gereja dan pengembangan masyarakat desa,” kata imam Paroki Sumpra Bum itu.

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi