UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

INDIA – Wawancara – Imam, yang Dipukul dalam Kekerasan di Orissa, Berbagi Kisahnya

Juni 17, 2009

NEW DELHI (UCAN) — Aksi kekerasan selama empat bulan terhadap umat Kristen oleh kelompok radikal Hindu di Orissa tahun lalu telah menunjukkan keteguhan iman umat Kristen, kata seorang imam yang secara serius mengalami penyerangan.

Pastor Thomas Chellan dipukul dan diarak telanjang di jalan pada 25 Agustus, sehari setelah kekerasan mulai di negara bagian di India bagian timur itu. Rekan kerjanya, seorang suster berusia 29 tahun diperkosa pada hari yang sama, juga di Distrik Kandhamal. Keduanya juga diarak oleh kelompok ekstrimis di muka umum.

Dalam kasus perkosaan suster itu, polisi menangkap 17 dari 19 orang tersangka dan sudah menjadwal untuk diatur dalam barisan untuk diidentifikasi oleh suster itu siapa-siapa saja pelakunya. Dalam hal serupa yang dilakukan pada Januari, suster itu dapat mengidentifikasi hanya dua orang yang berada dalam gerombolan yang menyerangnya. Pastor Chellan juga menghadiri kegiatan identifikasi pertama itu.

Pastor Chellan, 56, berbicara dengan UCA News di New Delhi setelah menerima sebuah penghargaan dari Yayasan Fides et Ratio (Latin: iman dan akal) di Italia. Penghargaan tahunan itu untuk menghormati pribadi karena mempertahankan iman secara heroik.

Imam itu mengatakan bahwa ratusan orang menjadi janda dan yatim piatu dalam kekerasan di India, tetapi media dan pemerintah lokal nampaknya mengabaikan mereka. Namun, kaum perempuan dan anak-anak malang itu tetap berpegang teguh pada iman Kristen mereka sekalipun mengalami kekerasan, kematian, dan ancaman-ancaman lain untuk memaksa mereka beralih ke agama Hindu, katanya.

 

Wawancaranya adalah sebagai berikut:

 

 

UCA NEWS: Apa pendapat Anda tentang masa depan kasus perkosaan suster itu?

 

PASTOR THOMAS CHELLAN: Dalam sistem undang-undang kita, kasus apapun tergantung pada apa yang disebut para saksi. Banyak penjahat yang lepas dari hukuman sebab para saksi palsu untuk berbagai pertimbangan. Dalam kasus perkosaan suster itu, saya ingin tahu berapa banyak yang akan tampil untuk memberi kesaksian tentang apa yang mereka saksikan. Pengamanan macam apa yang ada pada keluarga Hindu yang sesungguhnya bisa melindungi saya (pada malam sebelum penyerangan itu)? Tetapi jika (sistem itu) ingin berjalan adil dalam kasus perkosaan itu, itu bisa, sebab insiden itu terjadi di muka umum dan tidak terjadi secara mendadak.

Mengapa orang hanya terfokus pada kasus ini? Bagaimana dengan perempuan-perempuan lain yang suaminya dibunuh? Mengapa mereka diabaikan? Kasus-kasus mereka pasti lebih serius dari kasus suster itu dan apa yang saya alami. Karena kasus perkosaan suster itu telah menjadi berita besar internasional, semua orang terarah ke kasus itu.

Bahkan perdana menteri kita (Manmohan Singh) menggambarkan kasus suster itu sebagai hal paling memalukan yang terjadi ketika ia mengunjungi negara-negara Eropa saat terjadi kekerasan di Orissa itu. Tetapi ada sekitar 75 perempuan yang suaminya dibunuh. Mengapa perdana menteri tidak malu terhadap apa yang terjadi pada para perempuan itu? Segenap bangsa India mestinya malu karena membunuh orang atas nama agama. Untung bahwa saya dan suster itu selamat.

 

Sudahkah Anda bebas trauma itu?

 

Saya kira saya sudah lepas dari trauma. Namun, semua kejadian masih juga muncul kembali di benak saya manakala orang bertanya tentang insiden itu. Jika tidak ada pertanyaan, saya tidak merasa terganggu. Saya tidak pernah mengalami mimpi buruk apapun tentang peristiwa itu. Ketika kita pergi ke pengadilan, saya kembali mengingat semua itu. Pengacara dari para pelaku ingin membuktikan bahwa kasus itu tidak benar. Tetapi saya mengingat semuanya dengan jelas. Orang-orang datang dengan bersenjatakan kampak, pentungan besi, dan tongkat kayu. Mereka mendobrak pintu.

Polisi-polisi ada ketika mereka menyerang saya. Saya mohon mereka menyelamatkan saya dari orang-orang itu. Seorang penyerang menampar muka saya dengan keras dan bertanya, “Mengapa kau minta pertolongan polisi?” Maka, pengamanan macam apa yang akan dikatakan oleh mereka yang muncul untuk memberi kesaksian? Setiap orang khawatir akan hidupnya. Kasus kami itu hanya salah satu dari sejumlah kasus.

 

Mengapa umat Kristen begitu dibenci? Apa itu karena Gereja mengabaikan masyarakat lain?

 

Itu tidak benar sama sekali bahwa Gereja mengabaikan orang lain. Kami tidak mengabaikan siapapun. Lembaga-lembaga pendidikan dan kesehatan kami terbuka bagi semua orang. Hampir semua orang yang datang ke pusat pastoral kami adalah penganut agama lain. Kami memberi tempat kepada banyak LSM dan kelompok-kelompok untuk menjalankan program-program mereka. Maka, bagaimana mungkin orang bilang bahwa kami mengabaikan orang lain berdasarkan agama atau kasta?

Kebencian orang-orang fanatik terhadap umat Kristen itu tidaklah unik untuk Orissa. Kandhamal adalah sebuah distrik paling terbelakang. Dalam 25 tahun terakhir, Gereja telah sangat banyak terlibat dalam pendidikan dan pertolongan warga suku dan dalit (sebelumnya dikenal dengan “emoh disentuh” dalam sistem kasta Hindu) untuk mandiri. Maka, apa masalahnya? Kini, orang-orang yang emoh disentuh itu bisa duduk bersama orang-orang lain. Jika ada orang mempertanyakan mereka, mereka bisa membentak balik. Sekarang orang-orang ini mengklaim tempat mereka yang tepat secara sosial, ekonomi, dan politik. Agama Kristen telah memberi kontribusi pada perubahan ini dan ada sementara orang yang tidak menyukai hal ini.

Berbagai ketegangan sudah ada antara warga masyarakat adat dan kelompok dalit di distrik itu. Ini merupakan masalah sosial dan itu tidak ada kaitannya dengan Gereja. Gereja memiliki umat dari kedua kubu. Penyebab kekerasan itu ditafsirkan secara keliru dan Gereja tidak perlu terseret ke dalam masalah sosial itu.

 

Kandhamal dianggap sebagai tulang punggung Keuskupan Agung Cuttack-Bhubaneswar karena banyak umat Katolik berada di sana. Apakah kekerasan yang baru terjadi itu menghancurkan tulang punggung ini?

 

Mereka mungkin ingin menghancurkan tulang punggung itu tetapi saya kira itu tidak bisa dihancurkan. Jika Anda menganggap lembaga-lembaga itu sebagai Gereja, maka hampir semuanya sudah hancur. Bagi kami, Gereja itu umat. Saya mendapat informasi bahwa umat perlahan-lahan kembali ke paroki-paroki dan rumah-rumah mereka. Membangun kembali berbagai lembaga itu bukanlah prioritas kami. Kami ingin umat terlebih dahulu membangun kembali rumah mereka.

Sekarang umat mungkin tercerai-berai, tetapi mereka akan pulang saat situasi menjadi lebih baik. Bahkan mereka yang kembali ke agama Hindu agar tidak dibunuh juga akan pulang. Beberapa telah pulang secara diam-diam. Yang lain enggan pulang karena ada berbagai ancaman.  Mereka juga nantinya akan pulang. Serangan itu hanya malah memperkuat iman mereka.

 

Bagaimana?

 

Bayangkan ini. Beberapa orang mengancam umat Kristen agar mereka pindah agama, dan berjanji memberi bantuan dan pertolongan. Mereka juga mengancam akan membunuh orang-orang Kristen jika tidak pindah agama. Tetapi umat Kristen tetap teguh. Mengapa seorang perempuan dan anaknya tetap berpegang teguh pada imannya sekalipun setelah suami dibunuh karena tidak mau pindah agama? Jika mereka bisa bertahan dalam masa-masa pencobaan ini, mereka akan tetap mempertahankan imannya.

Beberapa umat mengeluh bahwa para imam melarikan diri dari paroki segera setelah terjadi kekerasan. Ini keliru. Yang benar adalah bahwa banyak paroki memang tidak punya imam selama satu atau dua minggu. Tetapi kini hampir semua imam sudah kembali ke tempat mereka masing-masing.

Beberapa imam tinggal di kamp pengungsi, namun polisi mengatakan bahwa jika mereka keluar, maka kehadiran mereka hanya akan menimbulkan persoalan dengan yang lain. Mereka tidak diijinkan untuk mendampingi umat di berbagai kamp itu. Sekarangpun di banyak paroki, para imam tidak diperbolehkan bebas bepergian karena ada berbagai pembatasan dari pemerintah. Berapa banyak orang tahu kenyataan ini?

Saya dengar bahwa beberapa umat yang saleh di India selatan berdoa bagi Gereja karena mereka sedih lantaran uskup dan banyak imam pergi dari Orissa ketika terjadi kekerasan. Orang-orang Gereja itu meninggalkan umat dan menghadapi semua itu sendirian. Saya menghargai doa mereka tetapi mereka sudah bisa melakukan yang lebih baik jika mereka telah datang di Kandhamal dan berdoa bersama orang-orang yang kehilangan tempat tinggal itu. Saya tidak tahu mengapa tidak melakukan itu. Memang lebih enteng berkotbah.

 

Bagaimana serangan itu berdampak pada Anda sebagai seorang imam?

 

Setelah insiden itu, saya mendapat terlalu banyak kesempatan untuk jauh dari Orissa. Ada banyak orang menawarkan kepada saya untuk meninggalkan Orissa dan melupakan semua kejadian yang saya alami. Tetapi saya telah melakukan sebuah misi yang tidak bisa saya tinggalkan begitu saja. Itulah sebabnya, saya hanya bisa mengatakan bahwa serangan itu telah memperkuat saya. Saya hanya ingin melihat bahwa umat pulang dan melanjutkan kegiatan-kegiatan mereka, melupakan masa lalu dan memulai suatu kehidupan baru.

Saya masih hidup sampai sekarang ini karena penyelenggaraan Allah. Para penyerang saya sudah menyiram saya dengan minyak tanah dan ingin membunuh dengan membakar saya hidup-hidup. Saya berpikir, inilah akhir hidup saya. Tetapi kemudian ada seorang yang mengatakan tidak ada gunanya membakar saya di dalam rumah karena tidak ada orang yang bisa melihatnya! Yang lain mengusulkan agar saya dan suster itu diarak di jalanan dan kemudian membakar kami bersama-sama. Kemudian satu kelompok datang membawa suster itu dari rumah lain. Satu orang mencari tali mengikat kami berdua menjadi satu. Saya kira kami bebas dari kematian karena ada setiap penyerang kami punya pikiran berbeda-beda tentang bagaimana membunuh kami. Ketika mereka mengarak kami ke pasar, saya melihat orang-orang membakar ban bekas, tapi tidak tahu mengapa mereka tidak menaruh ban-ban bernyala itu pada kami.

 

Apa masa depan misi Orissa?

 

       Gereja di Orissa tanggap terhadap kebutuhan masyarakat. Ratusan orang belajar di sekolah-sekolah Gereja dan bisa menjadi pegawai negeri. Maka ketika Gereja mulai berkarya di Kandhamal, Gereja sadar bahwa kebutuhan mendesak masyarakat di sana adalah pendidikan dan kesehatan. Kebanyakan imam di keuskupan agung itu berasal dari Distrik Kandhamal. Imam-imam dari luar hanya segelintir. Dari mana asal para imam lokal ini? Mereka semua adalah produk dari sekitar 20 asrama yang dikelola Gereja di berbagai bagian di distrik itu. Jika fasilitas-fasilitas ini tidak ada, banyak orang tidak akan bisa menyelesaikan sekolah menengah mereka.

Kontak kami dengan masyarakat perlu ditingkatkan. Itu tidak berarti bahwa kini kami tidak berkontak dengan masyarakat. Tetapi lebih berinteraksi dengan masyarakat itu perlu.

 

Perlukah Gereja Orissa bebas dari berbagai lembaga ini?

 

       Ini merupakan kekhawatiran sekarang ini bahwa Gereja dilembagakan. Lembaga-lembaga Gereja di Kandhamal merupakan bangunan-bangunan dengan berbagai fasilitas pokok. Lembaga-lembaga itu membantu mengangkat kehidupan masyarakat. Ada ribuan anak miskin yang kami didik. Mereka tidak punya tempat lain untuk tinggal dan belajar. Maka lembaga-lembaga itu perlu sejauh Gereja ingin membantu kaum miskin.

Ada yang mengatakan bahwa apa yang terjadi di Orissa pasti terjadi di bagian lain untuk memurnikan dan memperkuat Gereja di India.

Saya kasihan orang-orang itu karena membuat pernyataan-pernyataan seperti itu. Itukah satu-satunya jalan untuk memurnikan Gereja di India? Apakah orang-orang itu memang ingin mengalami penganiayaan seperti itu? Bagaimana Gereja itu sendiri membarui dirinya selama berabad-abad? Saya kira penganiayaan bukanlah satu-satunya cara membarui diri. Kita mestinya tidak mengundang dan menunggu penganiayaan untuk memperbarui diri kita. Jika orang mengira bahwa hanya penganiayaan yang dapat memperbarui dirinya, maka dia perlu pergi ke tempat-tempat orang Kristen menghadapi kekerasan untuk mengalami pembaruan.

Orang-orang yang mengatakan bahwa penganiayaan dibutuhkan untuk pembaruan itu agaknya mau mengatakan bahwa orang lain dan bukan mereka yang membutuhkannya. Jika orang mengira bahwa dia butuh penganiayaan, silahkan datang ke tempat-tempat ini untuk digebuki habis-habisan..

Umat Kristen di Orissa berpegang teguh pada iman mereka sekalipun mengalami kekerasan dan bahkan ancaman terhadap kehidupan mereka. Beberapa bahkan secara paksa digunduli untuk membuat mereka Hindu. Tetapi mereka mengatakan mereka hanya kehilangan rambut bukan iman mereka. Kami kenal umat, kami kenal Gereja kami.

 

Apakah menurut Anda masalah Orissa sudah selesai?

 

Saya tidak bisa mengatakan bahwa masalah sudah berakhir. Berbagai masalah di Orissa sudah mulai lebih dari satu dekade lalu dengan pembunuhan (misionaris Protestan Australia) Graham Stuart Staines dan dua putranya.

 

Apa rencana Anda sekarang?

 

Saya datang ke Orissa (dari Kerala, tempat asal saya, di bagian selatan) ketika saya berusia 16 tahun. Saya tidak punya hubungan darah dengan orang-orang di sini, juga tidak ada orang di sini yang mengundang saya. Tujuan saya adalah menjadi seorang imam. Tahun 1974, hampir semua rekanku meninggalkan seminari atau pergi ke tempat lain, tetapi saya kembali ke sini. Saya telah menjadi imam selama 29 tahun. Saya ingin kembali ke tempat dan karya yang sama.  Sekarang, bagaimana itu bisa? Orang-orang setempat sudah meninggalkan tempat mereka dan tinggal kamp-kamp. Jika saya tidak punya keyakinan dalam situasi ini, saya tidak mau kembali. Jika Anda bisa katakan kapan situasi menjadi tenang dan kondusif untuk berkarya, saya akan katakan kepada Anda kapan saya akan kembali.

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi