UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Hak perempuan jadi bagian penghayatan Ekaristi

Januari 29, 2010

DHAKA (UCAN) — Sistem mas kawin, kekerasan, dan perdagangan manusia menduduki peringkat atas dalam daftar persoalan yang dihadapi perempuan di Asia Selatan, kata seorang tokoh Katolik pekan ini.

Sistem patriarkal punya kontribusi terhadap berbagai masalah ini, kata Virginia Saldanha, sekretaris eksekutif Kantor Kerasulan Awam dan Keluarga serta Seksi Perempuan dari Federasi Konferensi Waligereja Asia (FABC).

“Selain fundamentalisme agama dan kecenderungan untuk merendahkan perempuan, kekerasan terhadap perempuan juga menjadi masalah besar di daerah ini,” kata perempuan asal India itu.

Meskipun ada berbagai tantangan ini, banyak perempuan “menghayati Ekaristi” di daerah ini, katanya.

Saldanha berbicara kepada UCA News di sela-sela konferensi di pusat Konferensi Waligereja Bangladesh di Dhaka. Kelompoknya menyelenggarakan acara 20-24 Januari itu, yang membahas “Perempuan yang Menghayati Ekaristi di Asia Selatan.”

Pernyataan akhir dari pertemuan itu mengatakan, “karena struktur penuh dosa dalam masyarakat, kaum hawa mengalami keterpecahan. Keterpecahan inilah yang mereka bawa ke dalam Ekaristi untuk rekonsiliasi, penyembuhan, perdamaian, dan persekutuan. Dengan begitu, mereka menjadi roti yang dipecah-pecahkan dan dibagikan kepada orang lain.”

Keprihatinan, harapan dan kekhawatiran

Peristiwa itu dihadiri oleh 25 peserta umumnya perempuan serta empat uskup dan dua imam dari Sri Lanka, Pakistan, Nepal, dan India, bersama dengan tuan rumah mereka dari Bangladesh.

Pertemuan itu diisi dengan presentasi laporan dari negara-negara, berbagi kisah tentang perempuan yang secara aktif menghayati Ekaristi, paparan program, dan diskusi kelompok.

Peristiwa-peristiwa semacam itu sangat penting bagi perempuan untuk mengungkapkan keprihatinan, harapan, dan kekhawatiran mereka tentang kehidupan di dalam dan di luar Gereja, kata Suster Philomina D’Silva dari  Tarekat Para Suster dari Salib Chavanod.

“Program semacam ini memberi kesempatan kepada perempuan Asia Selatan untuk berbagi hidup dan tantangan mereka, dan mempertahankan hak-hak yang pantas mereka miliki,” katanya.

“Ini penting bagi kita untuk memberdayakan perempuan guna mewujudkan martabat mereka sendiri. Program semacam itu akan membantu mereka mempertahankan hak-hak mereka,” kata biarawati asal India itu kepada UCA News pekan ini.

Ekaristi dan tanggung jawab perempuan

Ada analogi yang erat antara Ekaristi dan tanggung jawab perempuan.

“Ketika seorang wanita mengurus anak-anak, suami, dan kerabat lain dalam keluarganya, dia mewartakan kasih Kristus melalui kegiatan-kegiatan, melalui kata dan perbuatannya,” kata biarawati itu.

Peristiwa itu dibuka oleh Uskup Patrick D’Rozario dari Keuskupan Chittagong.

Beberapa perempuan berbicara tentang apa makna Ekaristi bagi kehidupan mereka dan bagaimana Ekaristi membantu mereka mengatasi kesulitan.

“Saya berkarya di lingkungan yang dikelilingi oleh kaum pria dan perempuan Muslim. Ada anggota staff Kristen yang lain, tetapi kita hanya segelintir dalam hal jumlah,” kata staf perawat Sherry Sehjad (bukan nama sebenarnya).

“Setiap kali saya pergi ke gereja, saya membawa semua kekhawatiran, ketakutan, harapan, prestasi, kerinduan, dan harapan saya ke dalam Ekaristi.”

“Saya berbagi semua ini dengan Yesus. Saya mengatakan kepadaNya betapa kadang-kadang orang-orang di sekitar saya mengancam saya dengan isyarat dan perkataan mereka,” katanya.

Radhika Nonis (nama samaran), yang kehilangan suami dan semua harta bendanya ketika terjadi tsunami 2006, memperoleh kekuatan melalui Komuni Kudus.

“Air mata, peluh, kerja keras, dan desahku menyatu dengan roti dan anggur [yang] memberikan saya kekuatan dan harapan untuk hidup di hari besok,” katanya.

BA08666.679b

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi