UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Imam berjuang untuk hentikan penderitaan Kandhamal

Juni 3, 2010

Imam berjuang untuk hentikan penderitaan Kandhamal

Pastor Ajay Singh

Dua tahun telah berlalu setelah terjadi kekerasan yang menewaskan 90 orang dan mengakibatkan 50.000 orang kehilangan tempat tinggal. Sementara musim hujan semakin mendekat, ratusan orang Kristen di Orissa masih tunawisma. Pastor Ajay Singh, direktur pelayanan sosial untuk Keuskupan Agung Cuttuck-Bhubaneswar sedang sibuk mencari dana untuk menyediakan perumahan bagi mereka. Dia berbicara dengan Christopher Yusuf dari ucanews.com di New Delhi.

T: Berapa banyak orang telah kembali ke desa mereka?

J: Kami memperkirakan sekitar 75 persen telah kembali dan sudah memperoleh apa yang mereka tinggalkan setelah kerusuhan. Tapi mereka tidak punya pekerjaan, sehingga banyak sekali warga yang telah pergi berbagai negara bagian yang lain. Kecuali satu, semua paroki dan stasi misi di Kandhamal berfungsi normal. Tapi umat Katolik sangat sedikit, dan sebagian besar dari mereka itu orang tua dan anak-anak.

T: Seperti apa kondisi mereka sekarang?

J: Banyak keluarga masih tidur di alam terbuka, di bawah pohon. Tapi bila musim hujan tiba pada bulan Juni, ratusan orang tidak akan memiliki tempat untuk tidur. Itulah sebabnya, saya datang ke Delhi, untuk meminta dana dari Caritas India dan lainnya.

T: Dikatakan bahwa Gereja telah mendapat dana yang besar untuk para korban kerusuhan. Kemana saja dana itu mengalir?

J: Uang yang masuk hampir tidak cukup untuk menutup biaya kebutuhan pokok dan rehabilitasi. Dari 10 juta rupee (sekitar US$ 233.000) dana yang masuk, sebagian besar dihabiskan di kamp-kamp untuk makanan. Pemerintah memang menyediakan makanan, tapi hanya berlangsung tiga atau empat bulan setelah kerusuhan. Selebihnya, justru kamilah yang harus memperhatikannya.

T: Apa saja kemajuan yang telah dibuat terkait dengan perumahan?

J: Menurut perkiraan kami, sekitar 6.500 rumah harus dibangun kembali, termasuk 2.000 rumah untuk umat Katolik. Kami percaya bahwa berbagai instansi akan membangun 3.431 rumah, tapi kami masih mencari apakah masih ada kelompok yang berkomitmen untuk membangun sisanya.

Hampir 1.500 rumah kini sudah selesai dan saya harus menambahkan bahwa kami membangun rumah untuk semua, apapun agama mereka.

T: Berapa banyak rumah yang telah dibangun oleh keuskupan agung?

J: Kini ada 1.650 rumah di Raikia dan Phiringia serta 250 di Nuagaon. Kami telah menyelesaikan sekitar 900 dan berharap bisa menyelesaikan sisanya lima bulan ke depan.

Setiap rumah menghabiskan biaya sekitar 30.000 rupee. Ini merupakan perlindungan utama yang dibuat dengan bahan dan tenaga kerja lokal.

T: Apakah ada kepastian bahwa Anda akan memperoleh banyak dana?

J: Sejauh ini tidak. Kami tidak mendapat kepastian dari mana-mana dan kami benar-benar tidak tahu pasti bagaimana banyak orang bisa menghadapi musim hujan ini. Kami perlu membuat setidaknya beberapa tempat penampungan sementara bagi mereka.

T: Mengapa Anda tidak membuat permohonan secara nasional kepada umat Katolik?

J: Uskup kami tidak membicarakan hal ini di Konferensi Waligereja India (CBCI, Catholic Bishops’ Conference of India). Namun para uskup mengatakan bahwa seruan memohon bantuan sudah mereka sampaikan kepada umat katolik segera setelah terjadi kerusuhan, dan cukup banyak yang tanggap.

T: Apa benar ada bantuan luar negeri?

J: Ya, Konferensi Waligereja Italia mendanai 330 rumah dan Cor Unum di Vatikan mendanai 230 rumah.

T: Apakah menurut Anda Gereja India menunjukkan kurang adanya kesadaran akan situasi di Orissa?

J: Saya tidak akan mengatakan bahwa Gereja India kurang memiliki kesadaran, namun kita kurang memiliki sistem koordinasi untuk menanggapi kebutuhan seperti ini.

T: Jadi apa solusinya?

J: CBCI memiliki beberapa komisi. Komisi-komisi itu mestinya bersatu sehingga mereka bisa memberi satu tanggapan bersama.

Misalnya, komisi perempuan bisa mempelajari bagaimana kerusuhan itu mempengaruhi perempuan Kandhamal dan bagaimana mereka dapat menciptakan strategi untuk membantu. Studi semacam itu akan menjadi sumber yang sangat penting untuk masa depan.

T: Bagaimana kerja berbagai komisi di Kandhamal?

J: Caritas India melakukan pekerjaan luar biasa, tetapi beberapa komisi bahkan belum mengunjungi daerah tersebut. Beberapa telah mengunjungi, tapi mengunjungi tidak sama dengan menanggapi.

T: Kelompok radikal Hindu baru masuk ke Kandhamal empat dekade lalu, tetapi Gereja sudah berada di sana lebih dari satu abad. Mengapa Gereja bisa menjadi korban kerusuhan?

J: Gereja memang terlibat dalam karya amal yang bersifat injili dan tidak menjawab masalah komunitas. Kelompok-kelompok Hindu datang dengan agenda untuk bekerja dengan masyarakat. Kami sadar akan karya mereka tetapi tidak pernah sadar bahwa suatu hari mereka akan menargetkan kami sebagai korban.

T: Siapa yang memiliki lebih banyak pusat di kawasan ini, Gereja atau kelompok Hindu?

J: Kita, jika menghitung lembaga yang ada. Tapi dalam hal kontak satu sama lain antar-sesama, kelompok Hindu jauh lebih baik posisinya. Gereja sangat terstruktur, sedangkan mereka itu informal. Sekarang baru kita mulai terfokus pada pengembangan masyarakat. Ini mungkin terlambat, tapi lebih baik terlambat daripada tidak pernah.

T: Selain perumahan, apa kebutuhan lainnya?

J: Kami khawatir akan terjadi migrasi, khususnya kaum perempuan. Mereka pindah ke berbagai negara bagian lain untuk bekerja, tetapi mereka tidak berpendidikan dan kami tidak yakin apa pekerjaan yang bisa mereka peroleh atau seberapa jauh mereka aman.

Masalah lainnya adalah kurangnya mata pencaharian. Bahkan selama waktu normal sebelum kerusuhan, Orissa itu miskin. Menurut laporan tahun 2005, 75% masyarakat Kandhamal berada di bawah garis kemiskinan. Kerusuhan malah memperburuk keadaan, karena orang-orang sekarang tidak bisa bertani. Kita perlu memulainya kembali, mengingat 87% lahan di Kandhamal milik pemerintah.

UCA News

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi