UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Perdagangan manusia meningkat di Nepal

Maret 7, 2011

Perdagangan manusia meningkat di Nepal

Rupa Rai

Kemelaratan ekonomi meningkatkan perdagangan manusia di Nepal. Meningkatnya inflasi, pertumbuhan ekonomi yang rendah, dan konflik di antara partai-partai politik menyebabkan peningkatan jumlah perempuan, anak-anak (laki-laki dan perempuan), serta kaum pria diperdagangkan untuk berbagai macam eksploitasi.

Sementara tidak ada data tentang perdagangan manusia internal yang terjadi dalam Nepal, data yang terpercaya tentang situasi di perbatasan juga tidak ada. Laporan yang berbeda menyatakan bahwa 5.000-7.000 orang diperdagangkan keluar Nepal setiap tahun.

Menganalisis perdagangan manusia di Nepal sulit karena tidak ada kesepakatan bersama mengenai penyebab perdagangan itu. Sementara konvensi tentang perdagangan manusia yang diselenggarakan oleh  South Asian Association for Regional Cooperation secara sempit mendefinisikan perdagangan manusia sebagai “memindahkan, menjual, atau membeli perempuan dan anak-anak untuk prostitusi.” Sedangkan UN Trafficking Protocol memberi deskripsi perdagangan manusia sebagai pribadi yang dieksploitasi atau diprostitusikan oleh orang lain, dipaksa untuk bekerja atau memberi pelayanan, perbudakan atau praktek-praktek yang serupa dengan pemberian pelayanan sebagai perbudakan. Makna dari definisi kedua tersebut adalah bahwa perdagangan manusia itu berlaku bagi siapa saja dan lebih bisa diterapkan pada konteks Nepal dan Asia Selatan sekarang ini. Dalam konteks tersebut, perempuan, anak-anak (laki-laki dan perempuan), dan kaum pria diperdagangkan dalam hubungan dengan berbagai bentuk eksploitasi.

Banyak laporan dari studi tentang perdagangan manusia tidak bisa dibandingkan secara langsung karena penggunaan unit analisis yang bervariasi. Jadi perkiraan jumlah orang yang diperdagangkan itu sangat luas dan, acap kali, tidak konsisten. Untuk Nepal dan negara-negara Asia Selatan, banyak perkiraan, khususnya untuk tahun 1990-2000, kini ketinggalan jaman. Oleh karena itu, setiap perkiraan tentang besarnya perdagangan manusia di Nepal harus diinterpretasikan dengan sangat hati-hati.

Banyak penelitian hanya dikhususkan untuk perdagangan perempuan dan/atau anak-anak di lintas perbatasan untuk eksploitasi seks di bidang komersial. Selain informasi yang relatif baik tentang daerah rawan dan rute perdagangan tersebut, yang mengikuti rute migrasi yang sah, masih ada yang relatif kurang diteliti yaitu tentang orang-orang yang diperdagangkan dan orang-orang yang memperdagangkan.

Secara historis, di Nepal dan negara-negara Asia, perdagangan perempuan khususnya anak-anak gadis untuk eksploitasi seks komersial itu sudah lama dipraktekkan dan bahkan ditoleransi. Perubahan konteks politik, ekonomi, dan sosial, turut mengubah pola perdagangan itu. Baru-baru ini, perdagangan manusia menjadi sebuah fenomena lateral lintas perbatasan yang terkait dengan kelompok penjahat terorganisasi dan dipicu oleh kemiskinan, pengangguran, migrasi, modernisasi, dan urbanisasi.

Dewasa ini, Nepal menjadi negara sumber utama anak-anak, perempuan, dan laki-laki yang diperdagangkan ke negara-negara Asia Selatan (terutama India dan, pada tingkat lebih rendah, Pakistan), kawasan Asia-Pasifik (Malaysia, Hong Kong, Korea Selatan), negara Timur Tengah (Bahrain, Irak, Israel, Kuwait, Qatar, Saudi Arabia, UAE), serta Amerika dan Eropa. Banyak orang Nepal diperdagangkan untuk tujuan eksploitasi seks komersial termasuk untuk bekerja di rumah bordil dan non-bordil di India dan di Nepal sendiri. Manusia juga diperdagangkan untuk berbagai keperluan lainnya termasuk kawin paksa dan terpaksa kerja sebagai pembantu rumah tangga, penghibur di sirkus, buruh pabrik, buruh tani, tukang bangunan, buruh tambang, pedagang narkoba, buruh kontrak, dan pengemis, serta untuk tujuan adopsi ilegal dan bahkan untuk diambil organ tubuhnya.

Dari 75 distrik di Nepal, pemerintah secara resmi mengakui sedikitnya 26 distrik sebagai daerah rawan perdagangan manusia. Diperkirakan 100.000 – 300.000 perempuan dan gadis diperdagangkan dari Nepal ke negara-negara lain. Setiap tahun, diperkirakan ada 5.000 – 15.000 perempuan dan gadis yang diperdagangkan melintasi perbatasan Nepal – terutama ke India untuk eksploitasi seks komersial.

Jumlah orang yang secara internal diperdagangkan tidak diketahui. Di Kathmandu saja, diperkirakan ada sekitar 40.000 gadis dan perempuan usia 12-30 tahun bekerja di 1.200 rumah bordil, dance restorants, dan panti pijat. Beberapa dieksploitasi secara seksual dan/atau diperdagangkan.

Menurut perkiraan LSM lokal, setiap tahun setidaknya ada 7.500 gadis diperdagangkan di dalam negeri untuk eksploitasi seks komersial dan 20.000 – 25.000 gadis dipaksa bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Data resmi tentang perempuan yang hilang di Lembah Kathmandu menunjukkan bahwa rata-rata hampir 500 perempuan dilaporkan hilang setiap tahun.

Menurut data yang mempertimbangkan garis kasta dan etnis, hingga 80 persen gadis dan perempuan muda yang diperdagangkan untuk eksploitasi seks komersial itu berasal dari keluarga-keluarga Dalit, Janajati, dan Madheshi. Para korban perdagangan manusia yang diselamatkan itu (94 persen) masih muda antara 11 – 25 tahun usia mereka. Menurut data resmi polisi, sebagian besar (70 – 90 persen) korban yang diketahui polisi adalah perempuan dan gadis. Namun, dinamika perdagangan manusia berubah dan semakin banyak pria dan anak laki-laki diperdagangkan lintas-perbatasan ke India dan negara-negara lain untuk berbagai tujuan termasuk dieksploitasi sebagai tenaga kerja.

Dalam konteks kebudayaan Nepal, trauma sering makin parah karena mereka yang diselamatkan atau kembali dari perbudakan seks itu bahkan mengalami penolakan dari masyarakat.

Program-program penyadaran bisa menyelamatkan banyak gadis. Misalnya, Caritas Nepal tengah melakukan program Radio, drama jalanan, dan memperlihatkan film-film dokumenter. Caritas menggunakan hari doa, mendekati para pemimpin dari berbagai agama, dan merayakan hari-hari seperti Hari Perempuan Internasional untuk menyoroti penderitaan perempuan korban perdagangan manusia.

Di Nepal baru-baru ini, seorang gadis diselamatkan dari perdagangan manusia. Seorang buruh di pabrik pembuat karpet, yang telah ikut program penyadaran dari Caritas tentang perdagangan manusia menemukan adiknya yang hilang di Kathmandu selatan. Dia bereaksi cepat dan menginformasikan kelompok perempuan sehingga adiknya yang sudah berada di perbatasan Nepal-India ditemukan. Pelakunya kini dipenjarakan.

Dalam rangka peningkatan kesetaraan gender dan mencegah perdagangan manusia, Caritas Nepal tengah mengidentifikasi masyarakat dan keluarga-keluarga baru yang rentan, membentuk pusat-pusat jaringan dan komunikasi; serta membentuk kelompok dukungan, men-sharing-kan metode-metode yang berhasil, dan dengan tetap melakukan evaluasi.

Program-program penyedaran tentang perdagangan tersebut kami siarkan melalui Radio Nepal – media yang menjangkau khalayak paling luas. Hanya dalam setahun terakhir ini kami telah menyediakan program-program penyadaran untuk buruh pabrik karpet, pelajar, dan bahkan guru. Ratusan orang juga pernah menyaksikannya dalam drama jalanan. Sebuah buku pegangan untuk Prevention of Human Trafficking diterbitkan oleh Caritas tahun lalu dan masih terus didistribusikan kepada berbagai LSM. Caritas terus melatih dan membantu keluarga dalam isu-isu tentang migrasi yang aman dan perdagangan manusia.
Rai Rupa adalah ketua Caritas Nepal’s Gender Development Desk. Dia juga koordinator Caritas Pan-Asian Anti-Trafficking Program (2008-2010).

ucanews.com

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi