UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Lewat Facebook, seorang pemuda Katolik bantu bangun puluhan gereja

Januari 30, 2013

Lewat Facebook, seorang pemuda Katolik bantu bangun puluhan gereja

 

Dua tahun lalu, ketika memulai mencari dana lewat Facebook (FB) untuk pembangunan gereja di daerah pelosok yang umatnya miskin, Albertus Gregory tak pernah berpikir, langkahnya itu bakal mampu menjadikan puluhan gereja sebagai tempat berdoa yang nyaman dan layak bagi ribuan umat Katolik.

Kini, pemuda berusia 22 tahun kelahiran Jakarta ini merasa bersyukur karena 21 gereja telah berhasil ia bantu lewat akun Facebook Gereja Katolik (FBGK) yang memiliki lebih dari 200.000 fans, tempat ia selalu mem-posting informasi tentang pembangunan gereja yang mengalami kekurangan dana.

Lebih dari 2.000 orang menjadi donatur dan dana yang berhasil ia kumpul sudah mencapai lebih dari 2,5 miliar rupiah.

“Saya menganggap ini bukan keberhasilan saya, tapi menjadi mungkin karena Tuhan  yang menggerakkan banyak orang untuk menyisihkan sebagian dari uang mereka”, kata lulusan Administrasi Publik Universitas Indonesia ini saat berbincang dengan ucanews.com belum lama ini di Jakarta.

Greg (sapaannya), yang mulai menggagas ide ini sejak awal tahun 2011 mengaku,  niatnya muncul setelah pada Oktober 2010, bersama seorang diakon Fransiskan Kapusin (OFMCap), ia mengunjungi sebuah gereja  sederhana di Sorkam, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.  Gereja itu beralaskan lantai, berdinding papan dan tidak beratap yang dipakai oleh 200-an umat untuk beribadah.

“Kami ke sana menempuh perjalanan 4 jam dengan sepeda motor. Pas lihat gereja itu, saya langsung shock, kok ada gereja seperti itu. Bentuknya mirip kandang hewan, tapi umat berdoa di situ”, kata pemuda keturunan Tionghoa ini.

Pengalaman itu baginya menyisahkan tantangan. “Ketika pulang ke Jakarta, saya terus bertanya, apa yang bisa saya lakukan untuk membantu umat Katolik di pelosok yang berdoa di gereja demikian?”.

Ia memikirkan berbagai cara, salah satunya, apakah mungkin akun FBGK  yang biasa mem-posting informasi-informasi kekatolikan dimanfaatkan untuk meneruskan ide tersebut. Kebetulan, ia sudah bergabung dalam akun itu dan diundang menjadi salah satu adminnya sejak Desember 2010. Ia lantas membicarakannya dengan teman-teman admin yang berjumlah 13 orang. Namun, saat itu, idenya tidak mendapat sambutan positif.

“Ada yang berpikir, nanti mekanismenya bagaimana, rentan terhadap penipuan, dan sebagainya. Tapi, niat saya tidak kendur. Saya tunggu waktu yang tepat untuk melontarkan lagi ide ini”, ungkapnya.

Jalan untuk mewujudkan niat luhurnya itu muncul ketika pada Februari 2011, Pastor Antonius Manik OCarm, seorang imam di Dairi, Sumatera Utara menghubunginya untuk meminta bantuan mencari dana pembangunan gereja.

“Saat itu, saya memutuskan untuk langsung mem-posting isi permintaan itu di FBGK, tanpa mendiskusikan terlebih dahulu dengan teman-teman”.

Ia mengaku kaget, ternyata banyak respon positif. “Banyak yang berniat membantu. Melihat hal ini, teman-teman sesama admin tidak komplain. Dalam waktu dua bulan, dana yang terkumpul mencapai 270 juta rupiah”.

Melihat keberhasilan itu, Greg terus berpikir bagaimana mengoptimalkan FBGK, seiring dengan makin banyaknya gereja yang mengirim proposal. Untuk 6 gereja awal, sistemnya, ia hanya mem-posting informasi di FBGK dan bagi yang ingin menyumbang, uangnya langsung ditransfer ke rekening milik panitia pembangunan gereja bersangkutan. Setelah itu pihak gereja mengirim laporan yang kemudian di-posting di FBGK oleh Greg.

Namun, menurutnya, dalam perjalanan waktu muncul sejumlah persoalan. Sebagian donatur mengatakan, mereka sudah menyumbang tapi namanya tidak tercatat dalam laporan keuangan.

“Karena kasus-kasus demikian, saya memutuskan untuk menggunakan rekening milik saya.  Setelah dana terkumpul baru saya teruskan ke gereja. Tugas saya pun makin berat karena mesti selalu membuat laporan setiap kali ada uang yang masuk ke rekening. Bagaimanapun juga donatur ingin tahu apakah uang mereka benar-benar digunakan untuk membangun atau tidak. Pada awalnya banyak yang tak percaya. Saya berusaha meyakinkan mereka dengan menjunjung tinggi kejujuran. Sekarang tak masalah, mereka percaya,” katanya.

Karena itulah, setiap hari saat pulang kerja, biasanya lewat dari pukul 20.00 WIB ia mem-posting laporan dana yang masuk hingga bukti-bukti transfer ke rekening gereja yang dibantu.

Ia juga memanfaatkan situs www.peduligerejakatolik.org dan Blackberry miliknya untuk menyebarkan informasi terbaru soal perkembangan dana yang terkumpul.

Raquel Eugina, salah seorang donator di Surabaya, Jawa Timur yang sejak awal selalu ikut menyumbang mengatakan, ia percaya sepenuhnya pada apa yang dilakukan oleh Greg.

“Saya tidak ragu sama sekali dengan dia (Greg)”, katanya. “Saya ingin agar rumah Tuhan lebih layak karena Tuhan sendiri berdiam di sana. Juga, supaya umat bisa beribadah dengan lebih nyaman”, jelas perempuan 32 tahun ini ketika ditanya alasannya menjadi salah satu donator.  Ia menambahkan, “Ada sukacita yang besar yang tidak bisa dibeli, yaitu saat memberi”.

Donatur datang dari berbagai latar belakang. “Bukan hanya orang kaya. Bahkan, yang membuat saya terharu ada seorang janda yang hanya hidup dari dana pensiunannnya sendiri dan suaminya, namun ia masih menyisihkan sebagian pendapatanya itu”, kata Greg.

Ia menjelaskan, tidak semua gereja yang mengajukan proposal dibantu. “Kami memiliki syarat-syarat, yaitu gereja itu terletak di pelosok, di mana masyarakatnya miskin. Kami juga tidak membantu semua biaya, biasanya 10 persen dari dana yang mereka butuhkan. Namun, kalau umatnya sama sekali tidak mampu, biasanya kami mengambil kebijakan kusus, membantu lebih dari itu”, jelasnya.

Selain itu, kata Greg, sebelum membantu, ia membuat perjanjian dengan pihak gereja agar yang akan membangun gereja adalah umat sendiri, bukan memakai jasa kontraktor.

Saat ini, ia sedang membantu renovasi Gereja Paroki Lahurus, Atambua, Nusa Tenggara Timur (NTT), salah satu gereja tua di Pulau Timor yang dibangun sejak tahun 1930.

Pastor Paroki Lahurus Romo Kristo Oki mengatakan, mereka masih membutuhkan dana 1, 2 Miliar. Rencananya, gereja ini harus selesai pada November 2013.

“Kondisi umat di sini tidak memungkinkan untuk mengumpulkan dana sebanyak itu. Kalau mengandalkan kemampuan mereka yang umumnya merupakan petani sederhana, maka pembangunan  gereja ini akan selesai pada 7 atau 10 tahun ke depan”, katanya.

Menurut Pastor Kristo, umat sudah diminta untuk menyumbang 200 ribu per kepala keluarga yang jumlahnya 1400. “Namun, sampai sekarang belum semua terkumpul, baru 300 juta, meski proses pengumpulan sudah dimulai 2010. Kami tidak bisa memaksa, karena pertimbangan kondisi umat”, katanya.

Setelah dua tahun berjalan, Greg memaknai usahanya sebagai bagian dari tanggung jawab iman.  “Kita semua umat Katolik, dimanapun, yang kaya dan yang miskin adalah sama di hadapan Allah”.

Ia mengaku semakin dikuatkan lewat perjumpaan langsung dengan umat Katolik di daerah pelosok, karena, setiap kali proses pembangunan sebuah gereja selesai, ia selalu menyempatkan diri untuk berkunjung.

“Saya tinggal bersama umat, menikmati hidup bersama mereka. Di sana saya merasakan kebahagiaan. Mereka menerima saya dengan senang itu. Mereka itu sederhana, ada yang makan sekali sehari, tapi mereka juga masih bisa bersenda gurau, tertawa. Pengalaman-pengalaman itu menguatkan saya”.

Greg pun mengakui, kini ia mengalami pembalikkan cara berikir.  “Dahulu saya berpikir, bahagia itu identik dengan memiliki segala-galanya, tapi sekarang saya menyadari itu bukan yang utama, tapi bagaimana memberi hidup bagi orang lain,” jelasnya.

Ia mengaku, sama sekali tidak merasa rugi karena banyaknya waktu yang ia berikan, juga pulsa yang selalu ia pakai untuk menghubungi para donatur.

“Lewat FB, Tuhan pun bekerja, menjadikan sesuatu yang maya menjadi nyata. Ini panggilan Tuhan untuk saya”, kata pria asal Paroki Katedral Jakarta ini.

Ryan Dagur, Jakarta

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi