UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Umat ​​Katolik khawatir dengan meningkatnya tindakan ekstremis di Goa

Juni 29, 2017

Umat ​​Katolik khawatir dengan meningkatnya tindakan ekstremis di Goa

Aktivis Hindu sayap kanan memohon berkat di Bikaner pada 31 Mei, 2017. Orang Kristen di Goa khawatir dengan meningkatnya aksi ekstrimisme oleh kelompok ekstimis Hindu di negara bagian itu. (IANS)

Para pemimpin Katolik menuduh pemerintah negara bagian pro-Hindu di Goa, India barat, telah menghasut aktivitas teroris dan mempromosikan ideologi fundamentalis Hindu di seluruh negeri.

Tuduhan tersebut menyusul sebuah pertemuan tertutup selama tiga hari, yang melibatkan sekitar 130 organisasi pro-Hindu, yang meminta pengikutnya untuk menggantung orang yang makan daging sapi dan memulai kekerasan terhadap orang-orang Hindu yang percaya pada ideologi sekuler.

Dewan Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Agung Goa dan Daman mempertanyakan kelambanan pemerintah atas “konvensi yang menyebarkan ideologi yang memecah belah, anti-nasional dan teroris,” di negara yang menjadi benteng Kristiani.

Seorang biarawati Hindu, Sadhvi Saraswati, yang berbicara di pertemuan itu menyatakan bahwa kelompok Hindu akan mendirikan sebuah negara Hindu di India dalam satu dekade.

Menekankan pada kesucian dimana umat Hindu ortodoks melihat sapi, dia berkata, “Siapa pun yang menyakiti sapi atau menyalahgunakan nilai-nilai kita, mereka adalah musuh kita … melindungi sapi adalah tugas kita.”

“Kita harus menerapkan undang-undang yang sama yang diterapkan untuk kasus pembunuhan manusia terhadap orang-orang yang membantai ternak,” katanya.

Saraswati juga dilaporkan menganjurkan umat Hindu untuk menyiapkan senjata di rumah mereka untuk melawan orang-orang non-Hindu.

Pastor Savio Fernandes, sekretaris eksekutif untuk Dewan Keadilan dan Perdamaian Sosial mengatakan kepada ucanews.com bahwa usaha untuk “menggagas sebuah negara teokrasi adalah penolakan terbuka terhadap cita-cita sekuler, demokrasi dari Konstitusi India.”

“Permohonan kepada umat Hindu untuk menyiapkan senjata di rumah mereka sama saja dengan seruan untuk melakukan kekerasan dan terorisme,” Pastor Fernandes menambahkan.

Asosiasi Katolik Goa mengatakan dalam sebuah catatan bahwa Saraswati berusaha menciptakan ketakutan di kalangan minoritas agama seperti orang Kristen dan Muslim. Beberapa “elemen pinggiran juga terlibat dalam menciptakan atmosfir yang tidak bersahabat,” kata asosiasi tersebut.

Beberapa konvensi dan pertemuan seperti ini “sengaja diadakan di Goa untuk mengganggu ketenangan negara dan mempromosikan ketidakharmonisan, permusuhan, kebencian atau saling curiga antar masyarakat,” kata asosiasi tersebut.

Aleixo Reginaldo Lourenco, seorang legislator Goa meminta pemerintah negara bagian untuk melakukan tindakan hukum terhadap para panitia pertemuan tertutup itu, dan untuk menangkap Saraswati karena menghasut kekerasan dan berbicara menentang nilai-nilai kesetaraan, sekularisme dan sosialisme yang tercantum dalam Konstitusi India.

Pastor Eremito Rebelo, pastor paroki Our Lady of Snows, mengatakan kepada ucanews.com bahwa diamnya pemerintah “mengejutkan, mengingat pernyataan provokatif dan anti-minoritas yang terang-terangan dibuat.”

Secara strategis, memimpin organisasi Hindu, termasuk  Vishwa Hindu  parishad (dewan Hindu dunia) dan Partai Bharatiya Janata yang berkuasa, sayap politik kelompok Hindu, telah menjauhkan diri dari pertemuan tertutup Goa, yang digambarkan sebagai pertemuan antara kelompok-kelompok yang lebih kecil dan regional.

Pertemuan tertutup, yang ditutup pada 17 Juni, merupakan program tahunan keenam yang akan diadakan di Goa.

Keputusan yang disahkan pada pertemuan tersebut termasuk adalah deklarasi India sebagai Rashtra Hindu (negara Hindu) pada tahun 2023, larangan pembantaian ternak, dan pernyataan sapi sebagai hewan nasional.

Pertemuan tersebut juga mengusulkan pembangunan sebuah kuil di sebuah tempat yang disengketakan di Ayodhya di India utara, di mana kaum nasionalis Hindu menghancurkan sebuah masjid yang memicu kerusuhan di seluruh negara.

Goa adalah koloni Portugis selama 451 tahun sampai diambil alih oleh India pada tahun 1961. Dari 1,8 juta orang tersebut, sekitar 25 persen adalah orang Kristen, hampir semua orang Katolik. Hindu sekitar 66 persen jumlah penduduk.

ucanews.com

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi