UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

China mengambil sikap lebih keras terhadap Vatikan

Juli 11, 2017

China mengambil sikap lebih keras terhadap Vatikan

Umat Katolik menghadiri Misa di Katedral Taiyuan di propinsi Shanxi. (ucanews.com)

Beijing telah mengambil sikap tegas terhadap pernyataan Vatikan tentang hilangnya Uskup Peter Shao Zhumin dari Wenzhou, lewat juru bicara Kementerian Luar Negeri yang mengkritik intervensi tersebut.

Lu Kang, juru bicara kementerian luar negeri, seperti yang dikutip oleh media mengatakan bahwa bahkan jika Vatikan bertanya kepada China mengenai situasi Uskup Shao merupakan tindakan yang tidak tepat dan masuk akal.

Lu mengulangi bahwa China menentang negara manapun yang menggunakan kasus individual untuk mencampuri urusan dalam negerinya.

Kantor pers Tahta Suci mengeluarkan sebuah pernyataan pada 26 Juni yang mengungkapkan bahwa pihaknya “sangat sedih” dengan kasus Uskup Shao yang telah hilang selama sebulan.

“China melindungi hak atas kebebasan beragama dan juga melindungi hak untuk melakukan kegiatan keagamaan sesuai undang-undang. Namun pada saat yang sama, seperti negara lain, pemerintah China juga memperkuat manajemen urusan agama sesuai undang-undang,” kata Lu.

“Gereja Katolik China selalu bertindak sesuai dengan sejarah dan tradisinya, dan sesuai dengan hukum dan peraturan yang relevan,” lanjutnya.

Pernyataan Vatikan dan jawaban Cina datang pada saat sebuah babak baru negosiasi China-Vatikan berakhir di Roma.

Sebuah laporan dari Eglasie D’Asie (EDA), agensi dari Paris Foreign Missions Society, melaporkan pada tanggal 28 Juni bahwa “Setelah beberapa hari berunding dengan Vatikan, juru runding China kembali ke Beijing dengan pesawat, beberapa hari kemudian.”Namun laporan EDA tidak memberikan tanggal pasti pertemuan tersebut.

Meskipun beberapa orang mungkin mencurigai situasi Uskup Shao sebagai hambatan yang menyebabkan terjadinya kebuntuan baru-baru ini, seorang komentator gereja di China yang meminta namanya tidak disebut, mengatakan “Uskup Shao bukan yang pertama dan satu-satunya uskup China yang ditahan dalam beberapa tahun terakhir namun Vatikan tetap diam. ”

Pernyataan Vatikan dan ucapan pejabat China menunjukkan ketegangan antara kedua belah pihak. Ada Sesuatu yang terjadi sebelum atau selama pembicaraan rahasia yang pihak luar belum tahu. Pemilihan waktunya menunjukkan bahwa putaran negosiasi terakhir tidak semulus sebagaimana diharapkan, kata komentator tersebut.

Implikasi pidato

Sementara itu, Dai Chenjing, pimpinan baru divisi kedua Administrasi Negara untuk Urusan Agama (SARA), membuat pernyataan kuat mengenai komitmen China untuk menjalankan gereja saat berbicara kepada 150 uskup, imam, biarawati dan awam pada tanggal 20 Juni.

Seminar pelatihan empat hari yang diselenggarakan oleh SARA bertujuan untuk mempelajari prioritas yang digariskan dalam Rapat Nasional untuk Kerja Keagamaan, yang diketuai oleh Presiden Xi Jinping pada bulan April 2016. Pertemuan tersebut menetapkan arahan kebijakan utama Partai Komunis China (PKC) Saat berhadapan dengan agama.

Dai menyoroti lima prioritas utama: untuk terus mempromosikan Cinaisasi gereja di China, untuk menegakkan prinsip “mencintai negara dan gereja, ” untuk menuntut gereja independen, otonom dan mandiri, untuk memperdalam pengembangan manajemen gereja yang demokratis, dan untuk secara akurat memahami hubungan China-Vatikan.

Dia menekankan bahkan bersikeras bahwa sebuah gereja independen adalah persyaratan konstitusi China terhadap semua agama dan merupakan arahan dasar dari karya keagamaan PKC. Ini mewujudkan kedaulatan negara atas urusan agama dan prinsip ini “tidak akan dan tidak dapat diubah,” kata Dai.

Dia menjelaskan ini berarti bahwa para klerus dan awam harus independen dari kekuatan asing dalam urusan politik, ekonomi dan gerejani. Dia menekankan bahwa sebelum hubungan China-Vatikan membaik, gereja China akan terus memilih dan menahbiskan uskupnya sendiri. Ini berarti tidak ada intervensi dari Vatikan.

Dalam seminar yang sama, Uskup Joseph Ma Yinglin, ketua konferensi para uskup, menjelaskan perbedaan antara “inkulturasi” dan “cinaisasi” untuk pertama kalinya. Vatikan tidak mengakui konferensi para uskup atau Uskup Ma, yang ditahbiskan secara tidak resmi tanpa mandat kepausan.

“Arti utama inkulturasi adalah hubungan dinamis antara gereja lokal dan budayanya sendiri, sedangkan cinaisasi adalah persyaratan Partai untuk semua agama di China, yang menekankan kemampuan beradaptasi dalam aspek politik, sosial dan budaya,” kata Uskup Ma.

Setahun yang lalu, Uskup Ma merujuk “inkulturasi” dan “Cinaisasi” sebagai sesuatu yang saling bertautan namun dikritik oleh para komentator Katolik.

ucanews.com

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi