UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Surat Dari Roma: Pemberhentian Prefek Kongregasi Ajaran Iman

Juli 26, 2017

Surat Dari Roma: Pemberhentian Prefek Kongregasi Ajaran Iman

Paus Emeritus Benediktus XVI disambut Paus Fransiskus ketika tiba untuk menghadiri Misa bagi lansia di Basilika St Petrus VAtikan, 28 Sept 2014. ( Tiziana Fabi/AFP

Gerhard Ludwig Muller tidak akan meninggalkan jabatannya dengan tenang. Dia terus mengeluh di forum publik sejak 30 Juni ketika Paus Fransiskus secara pribadi memberi tahu kardinal berusia 69 tahun itu bahwa dia tidak akan dipertahankan sebagai prefek Kongregasi Ajaran Iman (CDF).

Dia dengan segera membocorkan informasi pemberhentian dirinya itu kepada teman-teman di media bahkan sebelum Kantor Berita Tahta Suci secara resmi mengumumkannya keesokan harinya.

Itu adalah reaksi dari orang yang terkejut dan marah.

Seseorang bisa bersimpati. Karena tidak seorang pun kardinal yang memimpin kantor berusia 475 tahun ini – yang sebelumnya disebut Kongregasi Agung dan Inkuisisi Universal (dan kemudian Kantor Suci) – dilepaskan begitu saja.

Paus tidak diberi kesempatan mengucapkan terima kasih secara publik atau mengakui Muller atas pelayanannya selam lima tahun, membiarkannya pergi enam tahun sebelum usia pensiun kanonik. Kardinal itu mengklaim bahwa dia sama sekali tidak tahu alasan Fransiskus mengakhiri pelayanannya, meskipun hampir semua orang tahu itu akan terjadi.

Tidak tahu, memang. Dan ternyata, Kardinal Muller juga tidak mengetahui alsannya.

Seperti ditulis Christa Pongratz-Lippitt – koresponden spesial LCI tentang urusan gereja di negeri yang berbahasa Jerman – dia terus menggali lubang yang lebih besar setiap kali dia melakukan wawancara publik.

Kantor berita Deutsche Presse Agentur (dpa) menerbitkan sebuah artikel pada tanggal 19 Juni di mana kardinal tersebut bahkan menyindir bahwa Paus Yesuit berusia 80 tahun tersebut mengijinkan pemuja kepribadian kepausan dengan menempatkan para penjilat di sekelilingnya.

Agar adil, kritiknya terselubung, tapi hanya sedikit. Muller mempekerjakan semua kelemahlembutan Schlittenhammer. (Ngomong-ngomon itu “palu godam” dalam istilah Jerman.)

Jika ini adalah hal yang kardinal katakan kepada kita secara publik, orang hanya bisa bertanya-tanya apa lagi yang dia katakan kepada orang lain secara pribadi.

Pada saat tulisan ini, penampilannya yang paling baru di depan lampu sorot yaitu pada 21 Juli di harian sosial dan politik yang paling konservatif Italia, Il Foglio.

Wawancara dapat digambarkan sebagai pembelaan diri dari seorang pria yang percaya bahwa talenta-talentanya diremehkan dan yang dicangkokkan tanpa alasan yang jelas.

“Saya telah memenuhi semua tugas saya – bahkan lebih dari yang diminta,” menunjukkan bahwa dia mencoba menawarkan Paus Fransiskus “nasihat teologis” esensial yang dibutuhkan paus untuk memastikan “ortodoksi gereja.”

Jelas Muller percaya bahwa paus menolak bantuannya. Jadi dia terus berargumentasi.

“Tidak ada yang meragukan kredensial teologis saya,” kata kardinal tersebut.

“Saya selalu setia kepada paus, seperti yang diminta oleh iman Katolik dan eklesiologi kita. Kesetiaan ini selalu disertai dengan kompetensi teologis, dan karenanya tidak pernah tentang kesetiaan yang dikurangi menjadi pujian belaka,” tegas Muller.

Ini adalah sebuah pernyataan menarik dan bisa mengungkap karena dalam wawancara berikutnya dengan Il Foglio, ketika ditanyai tentang perbedaan antara pandangan klasiknya tentang persatuan kembali bagi yang bercerai dan menikah lagi dengan sikap Kardinal Christoph Schonborn dari Wina yang lebih terbuka (yang sejalan dengan Paus), Muller berkata:

“Mungkin Kardinal Schonborn memiliki sudut pandang yang berlawanan dengan saya, atau mungkin bertentangan dengan apa yang dia sendiri pernah pikirkan, melihat bahwa dia telah mengubah posisinya.”

(Begitu banyak ungkapan John Henry Newman, “Hidup adalah untuk berubah, dan menjadi sempurna adalah dengan sering berubah.”)

Beberapa orang mengatakan bahwa Paus Fransiskus tidak senang dengan Kardinal Muller yang mengumbar kehebatan pribadi untuk dirinya sendiri di media melalui wawancara dan kuliah umum yang terus menerus.

“Saya pikir saya dapat mengatakan kehadiran media Kardinal Ratzinger (saat dia menjabat prefek CDF) cukup jelas … Ini adalah bagian dari pekerjaan prefek, bahwa itu bukan pekerjaan yang murni dan hanya birokratis,” katanya membenarkan dirinya sendiri.

Tapi dia tidak bisa berhenti di situ.

“Bagaimanapun, saya sudah dikenal sebelum (menjadi prefek CDF) sebagai teolog karena banyak tulisan saya. Dan, bagaimanapun, tampaknya bagi saya bahwa bahkan paus pun memberikan wawancara,” katanya.

Apakah rahang mu sudah jatuh?

Semakin membaik. Atau lebih buruk lagi.

“Iman, gereja, dan para uskup tidak dikukuhkan oleh tepuk tangan dari massa yang tidak mendapat informasi,” lanjut Kardinal Muller.

Ini adalah pernyataan lain yang aneh, mengingat bahwa kebanyakan orang, dengan mengesampingkan politik konservatif politik dan doktrin yang kaku, pada umumnya memuji posisi yang lebih fleksibel dan kurang kaku yang ditunjukkan paus dan uskup seperti Christoph Schonborn, Karl Lehman, Walter Kasper dan Reinhard Marx kepada “massa yang kurang informasi.”

Ya, Muller mengkritik semua pria yang disebutkan di atas dalam wawancara Italia baru-baru ini.

Menunjukkan betapa sulitnya waktu yang dia miliki untuk meninggalkan jabatannya sebagai pewaris Inkuisitor Agung, dia mengeluarkan sebuah kutukan yang samar-samar ketika dia menyindir bahwa beberapa uskup telah melepaskan tugas mereka membawa semua orang kepada Kristus.

“Hari ini mereka berbicara tentang tanggung jawab atas budaya dan lingkungan?” tanyanya retoris. “Baiklah, tapi ada banyak orang awam yang kompeten di bidang ini,” katanya.

Dia mengklaim bahwa ini adalah urusan politik yang tidak menjadi tanggung jawab para uskup.

Jelas, Kardinal Muller tidak terlalu senang dengan Laudato Si ‘, ensiklik yang dikeluarkan Uskup Roma saat ini tentang merawat bumi dan ciptaan. Tapi dia sepertinya sudah lupa bahwa Benediktus XVI – dan kardinalnya juga – juga menggunakan kantor episkopal mereka untuk mencoba mempengaruhi sejumlah topik sosial, budaya dan politik.

Hal ini membawa kita ke masalah lain yaitu Benediktus yang sekarang sudah pensiun dan peran yang terus dimainkannya dalam kehidupan Gereja Katolik.

Muller mengungkapkan dalam wawancara 21 Juni dengan DPA bahwa mantan paus itu “kecewa” dengan Fransiskus yang belum juga memperbarui mandat kardinal sebagai prefek CDF.

Mengapa kardinal mengungkap ini ke publik? Dia harus tahu bahwa itu hanya akan mengintensifkan narasi bahwa Benediktus dan sekutunya adalah bagian dari oposisi – yang setia atau sebaliknya – kepada Paus Fransiskus.

Cukup buruk bahwa pada tanggal 6 Juli dia memberikan wawancara lagi ke sebuah surat kabar Jerman yang mengungkapkan bahwa Kardinal Joachim Meisner, dua hari sebelumnya, juga telah menyuarakan kekhawatiran pada pemecatan mantan prefek tersebut.

“Ini menyentuhnya dan menyakitinya secara pribadi. Menurutnya ini akan membahayakan gereja,” kata Muller, “yang tentu saja berbicara untuk saya, tapi ini adalah fakta, begitulah cara dia mengungkapkannya.”

Meisner meninggal malam itu. Tapi kami kemudian menemukan bahwa itu bukan satu-satunya percakapan yang disampaikan mantan Uskup Agung Cologne malam itu dengan seorang tokoh terkemuka gereja.

Kebetulan Benediktus XVI juga berbicara dengan Meisner pada malam yang sama. Hal ini terungkap dalam sebuah pesan yang dikirim paus emeritus itu dengan sekretaris pribadinya, Uskup Agung Georg Ganswein, untuk pemakaman Meisner pada tanggal 15 Juli.

Terlepas dari beberapa upaya beberapa orang untuk mempolitisir isi pesan tersebut, seseorang dibuat agak bingung mengenai deskripsi Benediktus XVI mengenai suasana hati dan disposisi Meisner pada malam kematiannya sangat berbeda dengan akun Muller.

Mantan paus itu menggambarkan seseorang yang sangat jauh dari “kecewa” dan khawatir seperti yang diceritakan Muller tentang orang yang berbicara dengannya pada malam yang sama.

“Yang mengejutkan saya terutama dalam percakapan terakhir dengan kardinal, yang sekarang telah berpulang adalah keceriaan alami, kedamaian batin dan kepastian yang dia temukan,” tulis Benediktus dalam pesannya.

Benarkah kebetulan saja bahwa Benediktus dan Kardinal Muller berbicara via telepon dengan Meisner – yang sedang berlibur – pada malam yang sama?

Meisner yang berusia 83 tahun memiliki beberapa masalah kesehatan ringan, tapi dia bukan orang yang sekarat. Kematiannya tiba-tiba dan tak terduga.

Topik utama percakapan segitiga yang paling mungkin adalah pemecatan Muller, meski belum terungkap siapa yang memprakarsainya. Apakah Muller pertama kali menelpon Meisner untuk mengeluh tentang pemberhentian dirinya dan kemudian, setelah itu, Meisner menelpon Benediktus untuk terus mendiskusikan situasi “mencemaskan” ini?

Dan berapa uskup atau tokoh gereja lain yang bersimpati kepada Muller yang menelepon malam itu – atau pada hari-hari sebelum dan sesudahnya – ke biara yang sudah diperbaharui di Taman Vatikan tempat mantan paus sekarang tinggal?

Dapat dipahami bahwa orang-orang yang lebih dekat dengan pemikiran dan gaya Paus Fransiskus dan beberapa yang lebih selaras dengan Benediktus sangat ingin menghilangkan setiap pembicaraan tentang pertentangan antara kedua pria tersebut. Tidak dapat disangkal bahwa mantan paus itu telah menjadi tokoh sentral dan titik temu bagi mereka yang sangat tidak nyaman dengan dan kritis terhadap kepausan saat ini.

Benediktus tidak harus disalahkan untuk ini. Dan dia pastinya bukan arsiteknya.

Tapi seseorang harus menghentikan ‘kebijakan pintu terbuka” yang terkenal, yang dengan senang hati diperluas oleh Uskup Agung Ganswein ke kalangan politik konservatif, kaum ultra-tradisionalis Katolik dan bagi kelompok lainnya yang tidak begitu menerima Paus Fransiskus.

Atau mungkin mantan paus itu setidaknya harus mengikuti contoh penggantinya dan memberi tanda di luar pintunya, “Dilarang merengek!”

Robert Mickens, Vatican City

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi