UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Klerus, Religus Bersatu Melawan Tindakan Keras Rodrigo Duterte

Desember 7, 2017

Klerus, Religus Bersatu Melawan Tindakan Keras Rodrigo Duterte

Aksi protest menanggapi Presiden Rodrigo Duterte yang menyatakan kelompok komunis bawah tanah sebagai teroris dan memasukkan aktivis dalam target pengerebekannya. Protes tersebut menyusul penembakan terhadap P Marcelito Paez pada 4 Desember setelah memfasilitasi pembebasan seorang tahanan politik. (Angie de Silva)

Pembunuhan  terhadap  Pastor Marcelito Paez di Filipina pada 4 Desember muncul sehari setelah pejabat Katolik bertemu untuk mempersiapkan diri menghadapi tindakan keras yang dilakukan kepada para aktivis.

Pater Paez ditembak di Provinsi Nueva Ecija yang di pulau Luzon beberapa jam setelah membantu membebaskan tahanan politik.

Pastor Oliver Castor, juru bicara Misionaris Pedesaan Filipina (RMP), mengatakan bahwa pertemuan tersebut sebelumnya mencakup berbagai organisasi gereja, berbagai pengalaman tentang kekerasan akhir-akhir ini.

RMP, yang sebagian besar bekerja dengan petani dan masyarakat adat, menyatakan keprihatinannya atas ancaman dari Presiden Rodrigo Duterte terhadap dugaan sebagai “organisasi terdepan” komunis.

“Kami mengambil langkah-langkah keamanan, posisi mundur,” kata pastor Castor. “Tapi kami tidak pernah menduga, mereka akan memukul kami begitu dekat dengan rumah, begitu cepat.”

Ucanews.com mewawancarai Pastor Castor pada 5 Desember, satu jam sebelum Duterte mendeklarasikan Partai Komunis Filipina (CPP), Tentara Rakyat Baru (NPA) dan Front Demokratik Nasional (NDF) sebagai organisasi “teroris”.

BACA: Warga Filipina Berduka dan Marah atas Pembunuhan Imam

Sehari kemudian, juru bicara Angkatan Bersenjata, Kolonel Edgard Arevalo mengatakan bahwa pasukan keamanan akan mengejar kelompok-kelompok kiri yang diduga memberikan bantuan logistik dan dukungan lainnya kepada pemberontak komunis.

Dalam sebuah wawancara radio, Arevalo menyebutkan Bayan Muna, yang mencalonkan diri dalam pemilihan Kongres dan Bagong Alyansang Makabayan merupakan payung hukum organisasi massa progresif.

Juru bicara Angkatan Bersenjata bahkan menargetkan Akbayan, sebuah partai politik yang terkait dengan pemerintahan mantan Presiden Beningo Aquino.

“Kami telah menerima informasi mengenai bantuan yang mereka berikan,” kata Arevalo.

Gereja perisai bagi  yang tertindas

RMP mengatakan pembunuhan Pater Paez adalah tindakan brutal terhadap Gereja Katolik dan sebenarnya bertujuan menabur teror di kalangan pembangkang politik yang menentang pembunuhan ekstra-yudisial dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya.

Castor mengatakan bahwa anggota kelompok agama di seluruh negeri rentan terhadap serangan karena gereja dipandang sebagai tempat perlindungan, terutama bagi orang-orang yang paling miskin.

“Bukan pemimpin massa yang paling mereka inginkan,” kata pastor tersebut kepada ucanews.com.

Pasukan keamanan akan memilih pemimpin low-profile dengan jaringan akar rumput.

Dia menambahkan bahwa profil pater Paez cocok sebagi target mereka.

“Dia sangat dicintai dan bekerja keras dengan segala kemampuan untuk menyatukan berbagai komunitas dan sektor,” kata Castor

Langkah Duterte untuk mendeklarasikan organisasi pemberontak terlama di Asia, sebuah kelompok teroris setelah dia mengakhiri perundingan damai yang berlangsung berminggu-minggu.

Iglesia Filipina Independiente (IFI), yang memisahkan diri dari Gereja Katolik lebih dari seabad yang lalu, juga telah mempersiapkan diri untuk menghadapi tindakan keras yang diumumkan.

Pater Jonash Joyohoy mengatakan kepada ucanews.com bahwa IFI memiliki banyak misi di daerah konflik dimana militer mencap aktivis yang tidak bersenjata sebagai pemberontak Tentara Rakyat Baru.

Klerus hidup dengan suku-suku selama berminggu-minggu pada suatu waktu untuk memastikan panen dan musim tanam tidak terganggu oleh kekuatan militer atau paramiliter.

“Kami tidak akan menarik diri, kami tidak akan pernah menarik diri,” pater Joyohoy menekankan.

“Tapi kita perlu memperketat pengamanan karena meningkatnya risiko keamanan.”

Tantangan

Kelompok hak asasi manusia Karapatan mencatat 98 kasus pembunuhan aktivis di luar hukum, dan tiga penghilangan paksa, di bawah pemerintahan Duterte.

Polisi dan masyarakat, bahkan kelompok hak asasi manusia yang mengklaim sebagai agen negara, juga telah membunuh ribuan orang yang dicap sebagai pecandu narkoba atau bandar.

Langkah terakhir Duterte melawan perbedaan pendapat telah ditentang dengan demonstrasi. Misalnya, aktivis berkumpul di depan markas Angkatan Bersenjata negara tersebut.

Dan lebih dari seratus seminaris, para biarawati dan pemimpin awam memprotes menyusul sebuah forum perundingan perdamaian yang dibatalkan.

Luis Jalandoni adalah pensiunan ketua panel perundingan NDF, yang mewakili berbagai kelompok kiri dan progresif.

“Saya percaya bahwa gereja dan religius memiliki peran penting dalam menentang kediktatoran,” kata Jalandoni, seorang mantan imam, kepada ucanews.com.

“Mereka berjuang keras sepanjang tahun melawan kediktatoran Marcos, membantu rakyat dan pada akhirnya menggulingkannya.

“Mereka membenamkan diri dalam perjuangan rakyat dan memberikan segala macam dukungan.

Mereka memberi perlindungan yang aman bagi para aktivis yang dicari, merawat korban militer dan keluarga mereka, dan membawa orang-orang yang terluka ke dokter. ”

Beberapa telah bergabung dengan revolusi bawah tanah atau berjuang dan meninggal bersama Tentara Rakyat Baru.

Partai Komunis Filipina memiliki 70.000 anggota di seluruh negeri, menurut para pejabatnya.

Sayap bersenjata, NPA, memiliki 4.000 gerilyawan bersenjata, menurut perkiraan pemerintah.

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi