UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

MA Peringan Hukuman Mantan Imam Asal Flores

Desember 22, 2017

MA Peringan Hukuman Mantan Imam Asal Flores

Herman Jumat Masan, seorang mantan imam, di penjara Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. (Foto kredit)

Mahkamah Agung (MA) telah mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) mantan imam asal Flores, Herman Jumat Masan, dengan meringankan hukuman – dari hukuman mati menjadi hukuman penjara seumur hidup.

Dalam amar putusan tertanggal 20 Desember, MA “mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari pemohon peninjauan kembali/terpidana Herman Jumat Masan alias Herman tersebut” dan “menjatuhkan pidana kepada terpidana oleh karena itu dengan penjara seumur hidup.”

Herman masih berkarya sebagai imam saat menjalin hubungan dengan Yosephine Kredok Payong, mantan biarawati yang meninggalkan Kongregasi SSpS tahun 1997.

Hubungan tersebut membuahkan seorang bayi yang lahir pada tahun 1999, tapi bayi ini kemudian meninggal dunia.

Hubungan berlanjut. Bayi kedua lahir pada tahun 2002. Namun saat proses kelahiran terjadi kompiikasi, dan Yosephine mengalami pendarahan dan meninggal dunia. Begitu pun bayinya.

Herman dituduh membunuh karena membiarkan mereka meninggal dunia dan mengubur jenazah mereka di halaman sebuah sekolah milik Seminari Tinggi St. Petrus di Kabupaten Sikka, Propinsi Nusa Tenggara Timur.

Herman meninggalkan imamat tahun 2008 dan pergi ke Kalimantan Timur sebelum menyerahkan diri ke polisi empat tahun kemudian setelah jenazah Yosephine dan bayinya ditemukan.

Roy Rening, penasihat hukum Herman, mengatakan bukti baru yang ditemukan menunjukkan bahwa Herman “berusaha menyelamatkan korban,” katanya kepada ucanews.com, Rabu (20/12).

“Korban tidak dibunuh tapi meninggal dunia karena mereka mendapat bantuan medis,” katanya.

Berbicara kepada ucanews.com, Herman mengatakan bahwa ia menerima putusan MA. Namun ia bersikeras bahwa ia tidak melakukan pembunuhan seperti yang didakwakan sebelumnya.

“Meskipun ancaman hukuman mati sudah dihapus, perjuangan saya untuk menyampaikan kebenaran telah gagal,” katanya.

“Hanya saya, Tuhan dan korban yang tahu benar apa yang terjadi. Tapi jelas bahwa saya tidak membunuh mereka,” katanya.

“Anak pertama meninggal lima menit setelah dilahirkan karena proses kelahiran berlangsung lama. Saya minta Merry Grace (Yosephine) untuk minta bantuan, tapi ia memohon kepada saya agar tidak bilang kepada siapa pun. Anak kedua meninggal karena lahir prematur. Sementara Merry Grace meninggal karena pendarahan selama sembilan hari setelah melahirkan,” katanya.

Menurutnya, ia akan menjalani hukuman tersebut.

“Mungkin ini tidak cukup untuk menebus dosa-dosa saya, tapi setidaknya ini bentuk tanggung jawab moral untuk Merry Grace dan kedua bayi kami,” lanjutnya.

“Saya sungguh menyesal atas apa yang telah terjadi,” katanya.

Keluarga korban mengatakan mereka menghormati putusan MA karena hukuman mati juga ditolak oleh umat Katolik.

Pastor Paul Rahmat SVD, direktur Vivat Internasional-Indonesia, mengatakan hukuman penjara seumur hidup merupakan hasil terbaik untuk kedua belah pihak.

“Saya kira ini memberi rasa keadilan bagi keluarga korban. Di sisi lain, hukuman ini merupakan tanggung jawab Herman atas apa yang telah dilakukannya,” katanya.

Ditambahkan, putusan MA juga merupakan hasil positif idi Indonesia dalam konteks perjuangan menentang hukuman mati.

Ryan Dagur, Jakarta

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi