UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Filipina Siapkan RUU Terkait Pengakuan Pembatalan Perkawinan

Januari 29, 2018

Filipina Siapkan RUU Terkait Pengakuan Pembatalan Perkawinan

Seorang imam Katolik memimpin sebuah Misa perkawinan di Propinsi Cagayan di Filipina bagian utara. Menurut RUU, jika sebuah perkawinan yang dilangsungkan oleh seorang imam dibatalkan, pembatalan ini hendaknya memiliki efek yang sama dengan pembatalan pengadilan. (Foto: Jimmy Domingo)

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Filipina tengah mempercepat proses perancangan undang-undang terkait pengakuan sipil terhadap pembatalan perkawinan Gereja agar pasangan suami-isteri bisa memperoleh cara yang lebih murah untuk memutuskan hubungan mereka.

Pada sidang kedua yang digelar 24 Januari, DPR menyepakati usulan pengakuan pembatalan perkawinan yang dilakukan oleh Gereja Katolik.

Saat ini, undang-undang (UU) Filipina hanya mengakui perceraian menurut Kitab UU Perseorangan Muslim yang berlandaskan pada hukum Islam. Tidak ada perceraian bagi non-Muslim di negara itu.

Jika RUU itu menjadi UU, pembatalan yang dilakukan oleh Gereja Katolik akan menjadi sama dan memiliki efek yang sama seperti pembatalan sipil.

Menurut Yedda Marie Kittilstvedt-Romualdez dari Propinsi Leyte, salah satu perancang RUU, UU akan “menghapus beban untuk mengikuti proses pembatalan sipil.”

Dengan mengakui efek sipil dari pembatalan Gereja, katanya, pasangan suami-isteri “akan mendapat keuntungan dari prosedur yang jauh lebih efisien dan murah” untuk keluar dari “hubungan yang benar-benar tidak dapat diperbaiki.”

Ia menambahkan bahwa usulan itu diilhami oleh pernyataan Paus Fransiskus terkait penyederhanaan prosedur bagi pembatalan perkawinan dalam Gereja Katolik.

“Sementara beliau menegaskan kembali ajaran tradisional tentang ketidaksuburan perkawinan, beliau mengubah prosedur pembatalan yang dianggap oleh banyak orang tidak praktis, bertele-tele, kadaluarsa dan mahal menjadi terjangkau dan mudah diakses bagi umat Katolik,” katanya.

Ia mengatakan introduksi Paus Fransiskus tentang sebuah “proses pembatalan yang singkat” yang melibatkan uskup setempat dan hanya menuntut sebuah keinginan tidak akan berguna jika negara tidak mengakui proses Gereja.

Menurut RUU tersebut, jika sebuah perkawinan yang dilangsungkan oleh seorang pemimpin Gereja dibatalkan menurut hukum Gereja, pembatalan hendaknya memiliki efek yang sama seperti pembatalan pengadilan.

RUU itu juga menyatakan bahwa status anak-anak hasil dari perkawinan yang dibatalkan oleh Gereja hendaknya diputuskan sesuai dengan UU tentang Keluarga.

Jika alasan pembatalan Gereja tidak sama dengan alasan apa pun yang ada dalam hukum Filipina, anak-anak yang lahir atau masih dikandung sebelum dikeluarkannya pembatalan Gereja hendaknya dianggap sah.

Menurut RUU tersebut, baik mantan pasangan suami-isteri boleh menikah lagi jika memenuhi persyaratan yang tercantum dalam UU tentang Keluarga. Jika tidak, perkawinan ini hendaknya dibatalkan atau dihindari.

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi