UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Pemilu Ulang Timor-Leste Diadakan pada 12 Mei

Pebruari 12, 2018

Pemilu Ulang Timor-Leste Diadakan pada 12 Mei

Anak-anak Timor-Leste hadir dalam sebuah program sarapan yang dikelola Yesuit yang masa depan mereka akan dipengaruhi oleh pemilu mendatang. (Foto: Michael Sainsbury/ucanews.com)

Kampanye resmi pemilu akan dimulai setelah Paskah di negara yang sebagian besar masyarakatnya beragama Katolik dengan singa politiknya yang sudah tua, siap menghadapi satu pertarungan lagi.

Warga  Timor-Leste akan mengikuti pemilu pada 12 Mei, kurang dari 10 bulan setelah pemilu  lima tahunan pada  Juli  lalu. Ini menjadi sebuah kontes yang kemungkinan akan menjadi yang terakhir bagi generasi pertama yang sekarang telah menua, dalam sebuah kontes yang pasti akan menjadi, yang paling pahit yang telah dilewati bangsa ini selama 15 tahun.

Terutama pemilu  tersebut melibatkan mantan pasukan revolusioner Fretilin yang dipimpin oleh Perdana Menteri Mari Alkatiri yang dipaksa mundur tahun 2006 setelah terpilih  tahun 2002, melawan mantan Presiden dan Perdana Menteri Xanana Gusmao, simbol negara tersebut dan CNRT (Kongres Nasional untuk Timor Leste) yang telah membentuk koalisi dengan partai lain.

Hasil pemilihan Juli 2017 diumumkan pada 1 Agustus. Fretilin kemudian membentuk sebuah pemerintahan, dengan dukungan Partai Demokrat yang melibatkan pasangan lain yang meninggalkan kelompok tersebut pada saat terakhir, yang meyebabkan hanya terbentuk sebuah pemerintahan minoritas yang tidak bisa menyusun program vital ekonomi yang dibutuhkan untuk menyiapkan rancangan anggaran, karena parlemen didominasi oposisi.

Presiden Francisco Guterres Lu’olo menyatakan dalam keputusannya bahwa “telah menjadi penting menentukan tanggal pemilihan anggota parlemen, dan setelah mendengar pandangan para pihak yang memiliki kursi parlemen” akan menetapkan tanggal pemilihan 12 Mei. Kampanye secara resmi dimulai pada 10 April namun kampanye tidak resmi untuk mendapatkan suara telah dilakukan selama sekitar satu bulan setelah ada kejelasan bahwa pemilu ulang akan dilakukan.

Tanggal tersebut menambah kerunyaman politik negara tersebut yang telah macet, setelah berbulan-bulan mengalami kebuntuan politik dan konstitusional. Lu’Olo mendapat kecaman karena tidak bertindak pada tanggal yang lebih awal, terutama mengingat pemerintah minoritas tidak dapat memperoleh anggaran untuk programnya sampai tenggat waktu 15 November.

Kritikus juga mengecam presiden karena tidak melakukan intervensi saat ketua parlemen dan perdana menteri bermanuver untuk memastikan bahwa parlemen tidak akan mengadakan rapat, seperti yang dipersyaratkan oleh undang-undang, menghindari mosi tidak percaya pada pemerintah seharusnya membuat pemecahan untuk menghindari kebuntuan bulan lalu.

Jika gerakan itu telah diperdebatkan dan disahkan dengan dukungan dari mayoritas oposisi, presiden diharuskan menunjuk oposisi sebagai pemerintah daripada melanjutkan ke pemilihan ulang. Dalam sejarah singkatnya, Timor-Leste selalu memiliki pemerintahan yang inklusif – datang dari beberapa dekade konflik bersenjata baik di dalam negeri dan melawan Indonesia yang menyerang dan menduduki kota itu hanya sembilan hari setelah kemerdekaan dari penguasa kolonial Portugal  tahun 1975.

Pada masa sebelumnya bentrokan mengenai kekuasaan telah dipecahkan dengan membentuk pemerintah yang inklusi, dan bukan melalui pemilu ulang. Mantan presiden Taur Matan Ruak menyatakan pada  Januari bahwa “praktik pemilihan presiden tidak dikenal di Timor-Leste” dan keputusan untuk melakukannya telah memperdalam perpecahan politik antara partai koalisi dan pemilih reguler. Para pengamat juga tampak terpecah dalam melihat perjalanan negara ini  yang tanpa ada anggaran untuk modal utama yang dibutuhkan sampai pemerintah baru dapat dibentuk.

Fretilin siap menghadapi koalisi kekuatan yang besar dalam pemilihan bulan Mei, termasuk Partai Pembebasan Rakyat dan KHUNTO dan 15 partai kecil yang semuanya akan memperebutkan suara dari sekitar 730.000 pemilih.

Pemilu ulang ini adalah yang pertama dilakukan oleh negara baru di Asia itu  dan termiskin  yang harus dilakukan sendiri oleh negara tersebut tanpa Perserikatan Bangsa-Bangsa dan ada beberapa kekhawatiran tentang hasil dari tempat pemungutan suara yang berasal dari lokasi yang jauh.

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi