UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Konferensi Waligereja Jepang Kaji Upacara Kekaisaran

Maret 5, 2018

Konferensi Waligereja Jepang Kaji Upacara Kekaisaran

Para uskup berdoa saat memulai sesi pleno tahunan Konferensi Waligereja Jepang yang diadakan pada 19-22 Februari di Tokyo. (Foto: Konferensi Waligereja Jepang)

Konferensi Waligereja Jepang menulis surat kepada Perdana Menteri Shinzo Abe meminta  pemisahan konstitusional dari upacara yang disponsori oleh pemerintah dan upacara keagamaan dari keluarga kekaiseran itu ketika pergantian kaisar yang berlangsung tahun  2019.

Pada hari terakhir sidang pleno  tahunan Konferensi Waligereja Jepang di Tokyo pada  19-22 Februari, 16 uskup mengangkat sebuah petisi berjudul “Tuntutan pemisahan negara dan agama saat acara pelepasan dan pelantikan kaisar.”

“Dalam upacara pelepasan dan naik takhta kaisar, (semoga pemerintah) secara ketat mematuhi prinsip pemisahan negara dan agama yang dilandasi oleh Konstitusi Jepang dan mempertegas perbedaan antara kebijakan nasional dan acara ritual pribadi keluarga kaisar,” kata uskup.

Kaisar Akihito akan turun takhta pada  30 April 2019, dan Putra Mahkota Naruhito akan naik takhta keesokan harinya pada  1 Mei.

Selama upacara pelantikan  Akihito  tahun 1990, pemerintah tidak hanya membiayai upacara keagamaan pribadi kaisar, Daijosai, namun juga ketua tiga lembaga pemerintahan – legislatif, eksekutif dan yudikatif – yang menghadiri upacara tersebut. Pemerintah juga memperkenalkan ritual keagamaan tradisional keluarga kekaisaran ke dalam upacara kenegaraan utama, “Upacara Pelantikan”.

Para uskup mengkritik kesalahan sebelumnya, dengan mengatakan bahwa kebijakan-kebijakan itu “tidak sesuai dengan prinsip pemisahan negara dan agama yang diatur oleh Konstitusi Jepang.” Para uskup mengatakan bahwa “sangat disesalkan” pemerintah akan mengulanginya untuk upacara yang akan datang.

Uskup mengatakan bahwa pemisahan prinsip dasar negara dan agama “belajar  dari refleksi sejarah bahwa Jepang berperang karena pengaruh ajaran agama Shinto  yang berpusat pada kaisar, dan melanggar hak asasi manusia dan perdamaian banyak orang di dunia, terutama orang-orang Asia.”

“Pemerintah Jepang memiliki tanggung jawab untuk tidak pernah melupakan sejarah yang tidak menguntungkan tersebut dan tidak mengikuti pola yang sama,” tambah uskup.

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi