Komunitas Iman dan Terang (FLC) Keuskupan Hyderabad di Pakistan membantu warga berkebutuhan khusus baik fisik ataupun mental untuk berkontribusi lebih banyak bagi kehidupan keluarga walaupun masih berusaha mengatasi hambatan yang dihadapi anak-anak berkebutuhan khusus ini.
Uskup Samson Shukardin mengajak keluarga Katolik membawa anak-anak berkebutuhan khusus mereka ke kelompok itu sejak dia meluncurkan sebuah program khusus pada Mei 2012 saat masih menjabat vikaris jenderal.
Pertemuan kelompok itu dimulai dengan doa permohonan dan pembacaan Alkitab.
Pertemuan ini diselingi dengan permainan, menari, menggambar dan melukis saat orangtua dan anak-anak didorong terlibat dalam kegiatan yang menyenangkan bersama-sama untuk mempererat ikatan persahabatan mereka.
Riaz Ghulam secara rutin menghadiri pertemuan itu bersama dua anaknya yang berkebutuhan khusus, Tabish berusia 13 tahun dan Nisha, 8.
Ghulam mengatakan dia berbesar hati menyaksikan wajah anak-anaknya yang penuh kegembiraan karena mereka sudah tidak sabar menunggu dengan penuh semangat pertemuan bulanan berikutnya dan menyiapkan lemari khusus mereka untuk menyiapkan hari besar itu, bahkan menyetrika baju dan celana yang dipakai khusus untuk acara itu.
Sebelumnya, mereka kurang tertarik saat menjaga penampilan atau pun memikirkan rencana masa depan.
“Anakku dulu sering menghabiskan waktu hanya bermain di jalan,” kata Ghulam.
“Kami senang dia mulai tertarik pada pekerjaan rumah tangga seperti pergi ke pasar termasuk membeli sayuran. Dia mengalami kesulitan berbicara sehingga kami menulis daftar yang bisa dia tunjukkan kepada penjaga toko.”
Dia mengatakan pertemuan itu membawanya lebih dekat kepada anak-anaknya dan membantunya memahami mereka dengan lebih baik.
“Saya dulu sering marah dan memperlakukan mereka dengan kasar setiap kali mereka membuat masalah, tetapi sekarang saya lebih tenang dan tahu bagaimana memperlakukan mereka dengan lembut,” katanya.
“Sesi itu membantu saya menyadari bahwa anak-anak saya bukanlah beban (tetapi sukacita).”
Berbagi cerita dengan orangtua lain yang menghadapi masalah serupa juga memacu dia, katanya.
“Saya benar-benar terkejut melihat betapa anak saya berubah. Sebelumnya dia begitu susah diajak pergi ke gereja, tetapi sekarang dia tidak sabar untuk pergi ke rumah Tuhan itu.”
Uskup Samson Shukardin memimpin pertemuan bulanan Komunitas Iman dan Terang di keuskupan Hyderabad, Pakistan. (Foto: Ayyaz Gulzar)
Inayat Aslam, 19, mengambil cuti dari pekerjaan pabriknya untuk menghadiri pertemuan pada Jumat pertama setiap bulan. Dia bermasalah dengan komunikasi dan memiliki cacat penglihatan, yang membuatnya tidak naik kelas.
Namun, Aslam sekarang senang mengikuti pertemuan dan menghafal doa-doa. Perubahan dalam pola pikir dan sikap positif ini menyebabkan reaksi berantai yang mengakibatkan dia mendapatkan pekerjaan baru beberapa bulan lalu, katanya.
Dia sekarang mendapat gaji sebesar 8.000 rupee (US$ 72) sebulan untuk membantu keluarganya dan, satu hal yang penting, dia memiliki kepercayaan diri karena memiliki penghasilan yang sebelumnya sangat ketergantungan pada anggota keluarga lain.
“Saya benar-benar merasa tidak enak ketika orang tidak berbicara kepada saya karena mereka tidak mengerti apa yang saya coba katakan,” kata Aslam. “Aku dulu bersembunyi dari teman-teman seusiaku karena mereka akan memanggilku nama-nama lucu.”
“Tapi, setelah mengikuti pertemuan demi pertemuan, saya menyadari saya dapat melakukan lebih banyak daripada yang saya pikir meskipun saya cacat.”
Para staf di Caritas Hyderabad dan Hayat-e-Nau, dua organisasi pengembangan kemanusiaan, menyediakan layanan antar – jemput gratis bagi keluarga yang menghadiri pertemuan.
Thomas Waris, 15, memiliki cacat fisik di kaki dan lehernya. Dia sering berkelahi jika sering mengalami pelecehan tetapi sekarang menemukan teman-teman di komunitas baru yang memupuk kepercayaan dan rasa harga dirinya.
“Aku benar-benar tidak punya teman di lingkunganku,” kata Thomas. “Teman-teman di lingkungan di sana sering berkelahi denganku.”
Thomas mengatakan pertemuan-pertemuan itu menanamkan dalam dirinya suatu kebangkitan rohani yang mengajarinya bahwa dia tidak sendirian jika dia memutuskan untuk berjalan bersama Yesus.
“Dua bulan lalu saya belajar bahwa Tuhan itu adalah sumber cinta,” katanya. “Dia mencintai kita dan ingin kita saling mencintai.”
Namun, Thomas terus belajar dengan penuh perjuangan dan sulit mengingat hal-hal yang diajarkan di sekolah, demikian menurut ayahnya.
“Dia bahkan tidak mau sekolah lagi karena dia merasa berbeda dari anak-anak lain,” kata ayahnya. “Aku hanya berdoa bahwa suatu hari dia akan belajar membaca dan menulis.”
Kini sudah mendekati kenyataan karena berbagai pertemuan memberikan anak ini mendapat semangat hidup baru, katanya.
“Aku senang putraku mempelajari semua doa dan mulai pergi ke gereja secara teratur. Sekarang dia berbeda. Dia suka belajar dan melukis.”
Uskup Shukardin mengatakan senang bekerja dengan anak-anak cacat, dan melihat mereka berkembang.
“Ini membuat saya bahagia,” kata Uskup Shukardin. “Kita semua memiliki kelemahan dalam tubuh kita. Dalam kasus saya, saya memiliki penglihatan yang buruk dan membutuhkan kacamata. Maka saya ingin membantu para orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus ini menyadari bahwa anak-anak mereka tidak hanya berharga tetapi juga merupakan karunia Tuhan.”
“Saya senang membimbing orangtua dan mengajar mereka bagaimana menangani dan merawat anak-anak mereka. Saya mendapatkan senang dengan pekerjaan saya,” katanya.
“Salah satu keponakan saya cacat fisik dan mental, dan saya banyak membantu dia sebelum saya menjadi seorang seminaris.”
“Jadi menghadiri pertemuan bulanan ini juga membantu saya berfokus pada kelemahan saya dan bagaimana mengatasinya,” tambah uskup.
The Faith and Light Community terdiri dari dua komunitas sekitar delapan keluarga masing-masing di delapan atau sembilan paroki di Keuskupan Hyderabad. Kelompok ini berafiliasi dengan International Faith and Light group.
Sebagai direktur Hayat-e-Nau, Javed Sadiq mengelola pusat rehabilitasi bagi para saudara-saudari kita yang berkebutuhan khusus. Dia mengatakan bekerja dengan anak-anak dengan kebutuhan khusus adalah pekerjaan yang menuntut tetapi bermanfaat.
“Kami membantu anak-anak yang datang ke pusat rehabilitasi ini untuk belajar membaca dan menulis, dan mendorong mereka berminat dalam olahraga,” katanya.
Pusat rehabilitasi ini sekarang merawat dan mendidik 27 anak yang menderita berbagai masalah termasuk polio, gangguan otot, tunawicara dan tunarungu untuk sesi harian yang berlangsung dari jam 8 pagi sampai 1 siang, katanya.
LSM itu bernaung di bawah payung Caritas Hyderabad. Kemudian mulai bisa mandiri.
“Saudara-saudari kita yang cacat fisik dan mental menemukan sedikit peluang di kota karena mereka tidak diajarkan percaya diri, atau menghargai potensi diri mereka,” katanya.