UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Facebook Didesak Blokir Ujaran Kebencian di Sri Lanka

April 16, 2018

Facebook Didesak Blokir Ujaran Kebencian di Sri Lanka

Kelompok masyarakat sipil menggelar aksi protes menentang kekerasan anti-Islam di depan Stasiun Fort di Kolombo pada 8 Maret. Pemerintah Sri Lanka untuk sementara waktu memblokir akses ke media sosial termasuk Facebook selama kerusuhan berlangsung. (Foto: Niranjani Roland/ucanews.com)

Sejumlah organisasi masyarakat di Sri Lanka mendesak Facebook agar mengambil tindakan terhadap berbagai ujaran kebencian terkait agama dan postingan yang mempropagandakan kekerasan terhadap perempuan di media sosial itu.

Sebanyak 12 organisasi menulis surat terbuka kepada CEO Facebook Mark Zuckerberg dan meminta Zuckerberg untuk menerapkan standar komunitas terkait konteks dan bahasa daerah.

Bulan lalu pemerintah Sri Lanka untuk sementara waktu memblokir akses ke Facebook di tengah gelombang postingan anti-Islam.

Raisa Wickrematunga, seorang anggota Pusat Alternatif Kebijakan, mengatakan kelompoknya telah merilis sejumlah laporan dalam empat tahun terakhir tentang ujaran kebencian dan kekerasan terhadap perempuan.

“Selama kerusuhan anti-Islam baru-baru ini, ada sebuah postingan dalam bahasa Sinhala di Facebook selama enam hari yang menyebut ‘pembunuhan semua umat Islam tanpa terkecuali termasuk anak-anak karena mereka adalah anjing,’” katanya.

“Kami melakukan riset tentang ujaran kebencian terkait perbedaan etnis, agama dan gender dan menyerahkan laporannya kepada sejumlah petinggi Facebook, tetapi kami tidak mendapat tanggapan,” lanjutnya.

“Kami melihat kesaksian Mark Zuckerberg di hadapan Konggres Amerika Serikat pada 10 April lalu ketika ia menyatakan bahwa prioritas perusahaannya adalah melindungi komunitasnya dan bukan memaksimalkan keuntungan,” katanya.

“Kami menyambut baik dan menantikan aksi dari tim Facebook. Bahkan kolega kami di Myanmar dan Vietnam menulis surat terbuka kepada tim Facebook terkait isu ini. Kami memperlihatkan solidaritas kami dengan mereka juga,” lanjutnya.

Sebuah delegasi Facebook bertemu para pejabat pemerintah di Sri Lanka pada Maret lalu untuk membahas penghapusan ujaran kebencian. Ada enam juta pengguna Facebook di negara itu.

Beberapa kelompok hak sipil kecewa dengan sikap diam yang ditunjukkan oleh Facebook.

“Kami sangat frustrasi ketika melaporkan postingan dan page Facebook yang mengabadikan semuanya, mulai dari kekerasan berbasis gender dan kekerasan terhadap komunitas LGBTIQ hingga ujaran kebencian, dengan sedikit atau tanpa dukungan dari media sosial Anda,” demikian pernyataan 12 organisasi dalam sebuah surat terbuka kepada Zuckerberg pada 10 April.

“Tidak ada transparansi terkait identitas dari mereka yang memoderatori postingan  flagged dalam bahasa Sinhala atau, yang terpenting, gender mereka,” lanjut pernyataan itu.

Austin Fernando, ketua Komisi Regulasi Telekomunikasi Sri Lanka, mengatakan sebuah kantor Facebook akan dibuka di Kolombo.

Dr. Sepali Kottegoda, direktur eksekutif Perkumpulan Media dan Perempuan yang menandatangani surat tersebut, mengatakan kelompok itu telah menemukan postingan yang sangat arogan terhadap perempuan dari komunitas etnis di Facebook.

“Beberapa orang menggunakan kata-kata kasar, maka Facebook hendaknya menerapkan standar komunitas,” katanya.

Wickrematunga mengatakan postingan dalam bahasa Tamil bisa dimoderatori lebih mudah karena bahasa Tamil juga digunakan di India, namun tidak ada mekanisme untuk postingan dalam bahasa Sinhala.

“Beberapa orang mengambil foto profil tanpa ijin dan membagikannya, seraya mengomentari dengan kata-kata kasar tentang perempuan. Ini tren yang kami lihat,” katanya.

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi