UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Otoritas Filipina Menahan Biarawati Asal Australia 

April 17, 2018

Otoritas Filipina Menahan Biarawati Asal Australia 

Sejumlah biarawati mengunjungi Suster Patricia Fox asal Australia, superior Kongregasi Puteri-Puteri Bunda Maria dari Sion, di kantor imigrasi di mana ia ditahan setelah ditangkap di Manila pada Senin (16/4) lalu. (Foto: Mark Saludes).

Otoritas Filipina telah menangkap dan menahan serta berencana untuk mendeportasi seorang biarawati asal Australia berusia 71 tahun karena diduga terlibat dalam berbagai kegiatan politik ilegal.

Pegawai kantor imigrasi menangkap Suster Patricia Fox, superior Puteri-Puteri Bunda Maria dari Sion di Filipina – sebuah kongregasi biarawati internasional, di kediamannya di Quezon City pada Senin (16/4).

Prosekutor yang bertugas “tidak menemukan alasan” penangkapan Suster Fox dan memerintahkan agar ia “dibebaskan guna penyelidikan lebih lanjut.” Namun para pejabat imigrasi bersikeras untuk menahannya.

Menurut mereka, Suster Fox tidak mau menyerahkan paspornya kepada imigrasi. Biarawati itu beralasan bahwa dokumennya dibawa oleh sebuah agen perjalanan.

Suster Fox ditahan di divisi intelijen imigrasi.

Para pejabat imigrasi menuduh Suster Fox yang telah melayani warga desa selama 27 tahun itu sebagai “orang asing” dalam berbagai aksi protes dan kunjungan tahanan politik.

Beberapa bukti yang diperlihatkan oleh otoritas adalah foto-foto Suster Fox yang diambil saat melakukan sebuah kunjungan ke penjara di Filipina bagian selatan dengan sebuah spanduk bertuliskan “Stop Killing Farmers” (hentikan pembunuhan para petani).

Suster Fox juga bergabung dalam sebuah misi pencari fakta dan solidaritas yang melakukan penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap para petani dan warga suku di Filipina bagian selatan.

Ia mengatakan kepada ucanews.com bahwa bagian dari karya misinya adalah “menyatu dengan orang termiskin dari orang miskin di segala program.”

“Misi kami antara lain mendengarkan kisah masyarakat khususnya petani miskin dan warga suku,” katanya. “Kami pergi ke tempat-tempat di mana kami menemukan mereka.”

Suster Fox mengatakan kehadirannya dalam sejumlah aksi protes “bukan merupakan bentuk protes terhadap siapa pun yang berada dalam pemerintahan melainkan sekedar mendampingi orang miskin dalam perjuangan mereka.”

Suster Fox yang memiliki visa misionaris Filipina adalah mantan koordinator nasional Misionaris Pedesaan Filipina dan staf relawan dari Perhimpunan Buruh Tani.

Suster Patirica Fox (kiri) berbicara dengan kuasa hukumnya setelah ia ditangkap di Manila. (Foto: Mark Saludes) 

 

Sejumlah kelompok Gereja dan HAM prihatin atas penangkapan Suster Fox.

Uskup Auksilier Manila Broderick Pabillo mengatakan Suster Fox “terlalu tua untuk mencalonkan diri sebagai pejabat pemerintah atau dari segala macam tuduhan yang mereka tuduhkan kepadanya.”

Prelatus itu meminta otoritas untuk membebaskan Suster Fox atas dasar kemanusiaan. Menurutnya, penangkapannya merupakan sebuah “bentuk persekusi dan perlakuan kasar.”

“Ini politik,” katanya. “Pemerintah berusaha mengintimidasi individu dan kelompok yang berusaha menegakkan keadilan sosial bagi orang-orang yang tertindas dan orang miskin.”

Pastor Benjamin Alforque dari Promosi Respon Umat Gereja mengatakan penangkapan Suster Fox merupakan pelanggaran terhadap hak fundamentalnya.

“Sejak kapan umat yang menggunakan haknya untuk mewartakan Injil dan mendampingi orang miskin menjadi sebuah kejahatan?” tanyanya.

Misionaris Pedesaan Filipina mengatakan penanggapan Suster Fox merupakan bagian dari upaya pemerintah Filipina untuk menekan para pembela HAM.

“Sangat mengecewakan bahwa (Suster Fox) diserang oleh pemerintah kami ketika semua yang dilakukannya adalah melayani dan membantu warga desa yang miskin di Filipina,” kata Suster Elen Belardo, koordinator nasional kelompok itu.

Pada Februari, kantor imigrasi di General Santos menangkap lima warga negara asing yang merupakan anggota dari sebuah misi solidaritas internasional.

Pada 15 April, Giacomo Fillibeck, seorang warga negara Italia dan wakil sekretaris jenderal Partai Sosialis Eropa, dilarang masuk ke Filipina.

Fillibeck adalah bagian dari misi HAM internasional yang pada Oktober tahun lalu menangani dugaan pelanggaran HAM di negara itu.

Pada 13 April, Presiden Rodrigo Duterte memperingatkan Fatou Bensouda, prosekutor Pengadilan Kriminal Internasional, bahwa ia akan dilarang masuk ke Filipina.

Pengadilan Kriminal Internasional saat ini tengah menangani dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah Filipina khususnya terkait kampanye anti-narkoba yang dilakukannya.

Cristina Palabay dari Karapatan, sebuah kelompok HAM, mengatakan penangkapan Suster Fox dan ancaman terhadap para pembela HAM internasional merupakan “bentuk jelas dan menyolok dari pelanggaran hak masyarakat untuk menyampaikan solidaritas internasional kepada para korban pelanggaran HAM.”

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi