Kelompok Gereja Katolik Filipina meluncurkan “jaringan dukungan” untuk biarawati misionaris Australia Patricia Fox yang telah diperintahkan meninggalkan negara itu oleh pemerintah.
Kelompok, “Solidaritas Jaringan Miskin”, bertujuan menyatukan organisasi berbasis agama yang memprotes keputusan pemerintah Filipina mengusir suster itu.
Sebanyak 300 orang dari berbagai elemen menghadiri peluncuran jaringan itu pada 30 April, yang diselenggarakan oleh Pastor Rico Ponce O’Carm.
Pastor Ponce mengatakan pertemuan itu adalah “penegasan akan kebenaran” dari karya misionaris Suster Fox bagi kaum miskin.
Imam itu meminta publik mendukung biarawati itu dan membela “kebebasannya untuk menjalankan keyakinan, kewajiban, dan misi panggilannya sebagai seorang Kristiani kepada rakyat Filipina.”
Uskup Auksilier Manila Mgr Broderick Pabillo, mengatakan umat Katolik tidak boleh diam saja terhadap peristiwa yang mempengaruhi kehidupan orang miskin. “Semuanya saling berhubungan,” kata prelatus itu.
Kelompok aksi sosial Konferensi Waligereja Filipina juga mengeluarkan pernyataan untuk “berdiri dalam solidaritas tidak hanya dengan Suster Fox, tetapi dengan komunitas hak asasi manusia secara keseluruhan.”
“Kami tidak akan terintimidasi oleh langkah-langkah supresif pemerintah mengekang kebebasan berekspresi dan mengganggu Gereja,” kata Pastor Edwin Gariguez, ketua Caritas Filipina.
Sebelumnya, Ketua Konferensi Waligereja Filipina Uskup Agung Davao Mgr Romulo Valles meminta kepada Presiden Rodrigo Duterte mencabut perintah pengusiran terhadap Suster Fox.
“Biarkan biarawati itu terus melayani orang Filipina,” kata prelatus itu.
Pada 16 April, kantor imigrasi Filipina menangkap dan menahan Suster Fox atas dugaan keterlibatannya dalam “kegiatan politik ilegal.”
Biarawati Australia itu dibebaskan pada 17 April dan menunggu penyelidikan lebih lanjut.
Pada 25 April, kantor imigrasi mencabut visa Suster Fox dan memerintahkannya meninggalkan negara itu dalam 30 hari.
Dalam sebuah pernyataan, jaringan bantuan suster yang baru terbentuk mengatakan pencabutan visa misionaris itu melanggar “hak untuk proses hukum” milik Suster Fox.
“Kejadian ini adalah pelecehan hukum yang nyata terhadap seorang religius yang berusaha member daging dan darah kepada misi Gereja mulai dari yang paling kecil, yang paling akhir, dan yang sudah hilang,” demikian pernyataan kelompok itu.
Suster Benediktin Mary John Mananzan mengatakan daftar dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Suster Fox “bukan daftar dosa melainkan daftar prestasi.”
“Seorang nabi harus berdiri teguh, berbicara lantang,” kata Suster Mananzan, yang dikenal sebagai pembela HAM yang paling kritis.