UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Kardinal Kecam Pengadilan Hong Kong Menjadi Alat Penindasan

Juni 8, 2018

Kardinal Kecam Pengadilan Hong Kong  Menjadi Alat Penindasan

Kardinal Zen Ze-kiun menghadiri sebuah acara doa yang diadakan bersama oleh Perhimpunan Organisasi-organisasi Katolik Hong Kong dan JPIC Fransiskan. (Foto: ucanews.com)

Kardinal Joseph Zen Ze-kiun, uskup emeritus Hong Kong,  percaya bahwa peradilan Hong Kong telah menjadi alat penindasan dengan memenjara orang-orang muda yang telah berpartisipasi dalam politik.

Dia berbicara di sebuah acara di Hong Kong untuk menandai peringatan enindasan Lapangan Tiananmen ke-29 ketika ratusan demonstran tewas pada 4 Juni 1989.

Kardinal Zen mengatakan situasi di Cina telah menjadi lebih buruk selama 29 tahun terakhir dan pemerintah baru-baru ini memantau kerabat dan teman-teman dari mereka yang meninggal dalam penumpasan tersebut.

Penindasan Partai Komunis Cina terhadap agama, terutama dengan melarang anak-anak di bawah umur mengambil bagian dalam kegiatan keagamaan, jelas-jelas terorganisir dan penindasan besar-besaran, katanya.

Mengacu pada situasi Hong Kong, dia mengatakan kebijakan “satu negara, dua sistem” telah lama tidak berbentuk, dan bahkan peradilan telah menjadi alat tekanan politik.

“Para warga yang menjaga nilai-nilai intrinsik Hong Kong dan memiliki cita-cita, terutama kaum muda, telah dikirim ke penjara secara massal. Pihak berwenang telah melakukan apa pun yang mereka inginkan. Apakah ini bukan Cina sebelum 4 Juni 1989?” kata Kardinal Zen, seraya bertanya.

“Apa yang kita harapkan bukan pertumpahan darah, tetapi Revolusi Beludru.”

Revolusi Beludru adalah protes demokrasi yang terjadi di Cekoslovakia pada November 1989 untuk menentang pemerintahan komunis. Itu mencapai perubahan rezim tanpa pertumpahan darah besar-besaran.

Kardinal Zen mengatakan dia berharap melihat semua orang di Victoria Park tahun depan pada peringatan 30 tahun pembantaian Lapangan Tiananmen.

Perhimpunan Organisasi Katolik Hong Kong Mendukung Gerakan Patriotik dan Demokratis di Cina dan Kelompok Keadilan dan Perdamaian milik Fransiskan mengadakan doa tahunan pada peringatan itu.

Acara itu diikuti oleh Federasi Gerakan Demokrasi Patriotik yang mengadakan penyalaan lilin pada malam tahunan di Taman Victoria.

Sebuah spanduk yang menyatakan “Mengakhiri kediktatoran satu partai” tergantung di sisi panggung dekat patung pemenang Hadiah Nobel Cina, Liu Xiaobo.

Panitia mengumumkan bahwa 115.000 orang menghadiri acara menyalakan lilin itu tetapi polisi mengatakan bahwa angka itu hanya 17.000.

Or Yan Yan, seorang staf Komisi Keadilan dan Perdamaian Hong Kong, mengatakan kepada ucanews.com bahwa seorang tokoh kartun yang terluka di atas cermin yang diserahkan kepada 90 peserta doa mewakili mereka yang ditindas karena mengejar keadilan dan pengabdian tanpa pamrih.

“Kami berharap menggunakan cermin ini untuk mengingatkan orang bahwa kita harus mengejar keadilan dan cinta dan hidup dalam citra Allah,” katanya.

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi