UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Dua Opsi untuk Tiga Gereja yang Disegel di Kota Jambi

Oktober 4, 2018

Dua Opsi untuk Tiga Gereja yang Disegel di Kota Jambi

Sebuah gereja Protestan Batak Karo di Sumatera. Tiga gereja Protestan di Kota Jambi, Propinsi Jambi, harus memilih antara relokasi atau penggabungan setelah bangunan gereja mereka disegel menyusul protes dari warga setempat. (Foto dari Wikimedia)

Umat Protestan dari tiga gereja yang bangunannya disegel baru-baru ini di Kota Jambi, ibukota Propinsi Jambi, harus memilih dua opsi yang ditawarkan oleh pemerintah kota, yakni relokasi atau penggabungan.

Dua opsi tersebut disampaikan oleh pemerintah kota pada sebuah pertemuan yang diadakan pada Senin (1/10) malam dengan perwakilan dari Gereja Huria Kristen Indonesia (HKI), Gereja Methodist Indonesia (GMI) dan Gereja Sidang Jemaat Allah (GSJA).

Pertemuan itu diadakan setelah sejumlah anggota Satpol PP menyegel ketiga bangunan gereja tersebut pada Kamis (27/9) berdasarkan beberapa peraturan antara lain tentang ketertiban umum dan IMB.

“Kami belum memutuskan. Kami belum bertemu sampai sekarang. Kami akan berdiskusi dulu,” kata Pendeta Ojahan Tampubolon dari GMI kepada ucanews.com pada Selasa (2/10).

Ia mengatakan relokasi merupakan suatu hal yang sulit dilakukan karena bangunan gereja masih bagus, jemaat cukup banyak dan lokasi bangunan gereja strategis.

Penggabungan juga menjadi problematis mengingat masing-masing Gereja memiliki struktur organisasi dan aturan sendiri. “Mungkin bisa dilakukan. Tapi paling berjalan satu bulan saja,” lanjutnya.

GMI dibentuk pada 1999. Sejak saat itu, jemaat GMI mengadakan ibadah di rumah secara bergantian dan kemudian di sebuah ruko. Namun selang beberapa bulan, warga setempat memprotes mereka. Akhirnya muncul persetujuan yang menyebutkan bahwa jemaat GMI boleh membangun gereja tidak jauh dari lokasi sebelumnya.

Pada 2002, gereja dibangun di sana. Jumlah jemaat pun semakin bertambah. Akhirnya pada 2003, gereja berlantai dua dibangun.

GMI – yang saat ini memiliki sekitar 500 jemaat – sudah mengajukan IMB namun sampai saat ini belum disetujui.

Sejak 2006, banyak Gereja di Indonesia mengalami kesulitan mendapatkan IMB setelah dikeluarkannya Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat.

Pasal 14 dari peraturan itu menyebutkan bahwa pendirian sebuah rumah ibadah harus memenuhi persyaratan khusus antara lain daftar nama dan KTP pengguna rumah ibadah paling sedikit 90 orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah dan dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa.

Kepala Kesbangpol Kota Jambi Lipan Pasaribu mengatakan pemerintah kota berharap ketiga Gereja itu akan segera menentukan pilihan.

“Opsi kita serahkan kepada pihak Gereja. Mereka berunding sampai Sabtu atau Minggu ini. Kalau sudah ada keputusan, pemerintah kota berani ambil langkah,” katanya kepada ucanews.com.

Ia mengatakan penyegelan bangunan gereja itu bertujuan untuk mencegah konflik dalam masyarakat dan bukan untuk melarang umat Kristiani menjalankan ibadah mereka.

“Masyarakiat keberatan dengan adanya ketiga bangunan gereja di wilayah mereka. Mereka akan menggelar demo … mau turun 1.000 orang. Pemerintah kota tidak mungkin membiarkan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” lanjutnya.

Menurutnya, masing-masing bangunan gereja itu terletak kurang dari 100 meter.

Meskipun demikian, penyegelan itu memunculkan kritik keras dari sejumlah tokoh Kristiani.

Maximinus Purnomo, Plt. Ketua Umum Forum Masyarakat Katolik Indonesia Keuskupan Agung Jakarta (FMKI KAJ), mengatakan peristiwa itu telah melukai dan menciderai semangat toleransi antarumat beragama di negara itu.

‘Untuk itu, kami mengimbau pada Pemerintah Kota Jambi untuk tetap berpedoman pada konstitusi dan hukum agar segera memproses secara legal perizinan gereja-gereja tersebut sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan tidak tunduk kepada tekanan kelompok tertentu yang tidak menginginkan terjadinya toleransi dalam kehidupan bermasyarakat,” katanya dalam sebuah pernyataan.

Sementara itu, Irma Riana Simanjuntak, Humas Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), mengungkapkan keprihatinannya bahwa penyegelan dilakukan karena tekanan massa.

 

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi