UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Investigator PBB Minta Myanmar Ditindak

Oktober 29, 2018

Investigator PBB Minta Myanmar Ditindak

Seorang gadis Suku Rohingya di dalam tendanya di kamp pengungsi Kutapalong di banglades pada Agustus lalu. PBB ingin mengadili anggota senior militer Myanmar atas kekejaman yang dilakukan mereka terhadap kelompok minoritas itu. (Foto: Chandan Khanna/AFP)

Penyelidik PBB mengimbau Dewan Keamanan PBB agar meminta pertanggungjawaban dari Myanmar yang berpenduduk mayoritas Buddha atas kekejaman yang dilakukannya terhadap umat Muslim Rohingya.

Marzuki Darusman, ketua Misi Pencari Fakta Internasional Independen untuk Myanmar, secara spesifik menargetkan anggota militer negara ASEAN itu atas serangan yang mendorong eksodus pengungsi secara masif.

“Krisis ini tidak akan selesai jika akar penyebabnya tidak diatasi, semuanya masih ada saat ini – khususnya kehadiran militer yang begitu banyak yang bertindak dengan impunitas,” katanya kepada Dewan Keamanan PBB ketika memberikan pengarahan kepada anggotanya pada Rabu (24/10).

Bukan hanya warga Suku Rohingya dan banyak orang lainnya di Myanmar tetapi “seluruh dunia” menginginkan agar aksi diambil terhadap mereka yang terlibat dalam kekerasan itu.

Laporan misi pencari fakta setebal 444 halaman yang dikeluarkan pada 18 September menemukan bahwa militer melakukan empat dari lima aksi yang mengarah pada genosida.

Penyelidikan PBB menemukan cukup bukti untuk menuntut para pejabat militer senior atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, kata Darusman.

Laporan itu menyebut operasi pembersihan yang dilakukan militer di enam desa yang melibatkan pembantaian antara lain pembunuhan perempuan, anak-anak dan orang tua serta pemerkosaan, pembakaran dan penjarahan.

Laporan itu juga memverifikasi operasi serupa di 54 lokasi terpisah di Negara Bagian Rakhine di Myanmar bagian selatan, pusat kekerasan terhadap warga Suku Rohngya.

Sedikitnya 392 desa baik sebagian maupun seutuhnya hancur dan lebih dari 725.000 warga Suku Rohingya mengungsi ke Banglades sejak kekerasan memburuk tahun lalu.

Sekitar 10.000 kematian warga Suku Rohingya digambarkan dalam laporan itu sebagai suatu jumlah yang konservatif.

Jika impunitas tidak diatasi, kata Darusman, kekerasan dan kekejaman akan terus terjadi.

Ia meminta Dewan Keamanan PBB untuk membawa kasus itu kepada Pengadilan Pidana Internasional atau membentuk pengadilan pidana internasional ad hoc karena “akuntabilitas untuk kejahatan itu tidak bisa diterima secara domestik di Myanmar.”

Pengarahan Darusman disetujui untuk diproses oleh sembilan suara. Tiga suara menolak dan tiga abstein.

Cina – tetangga dan sekutu Myanmar – dan Rusia menentang pengarahan tersebut.

Hau Do Suan, wakil Myanmar untuk PBB, mengatakan laporan itu “cacat, bias dan memiliki motivasi politik sejak awal” dan hanya secara singkat menyinggung soal kekejaman yang dilakukan oleh militan Muslim dari Tentara Keselamatan Rohngya Arakan terhadap anggota keamanan Myanmar.

“Myanmar tidak akan pernah menerima panggilan dari Pengadilan Pidana Internasional karena situasi di Rakhine tidak mengancam perdamaian dan keamanan dunia,” katanya.

Yanghee Lee, pakar hak asasi manusia PBB di Myanmar, mengatakan ia kecewa dengan bantahan dan upaya untuk membelokkan perhatian dari tuduhan kekejaman terhadap warga Suku Rohingya.

“Apa yang saya lihat adalah sebuah pemerintahan yang secara terus menerus menunjukkan bahwa pemerintahan ini tidak memiliki kepentingan dan kapasitas riil untuk menciptakan sebuah demokrasi yang sungguh-sungguh berfungi di mana semua masyarakat secara setara menikmati semua hak dan kebebasan mereka,” kata Lee dalam Sidang Umum PBB di New York pada 23 Oktober. 

Ia mengatakan Myanmar tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan untuk mewujudkan perdamaian sejati dan rekonsiliasi. “Ini bukan menegakkan keadilan dan peraturan perundang-undangan,” katanya.

Lee mengatakan komunitas internasional harus terus bekerja untuk memastikan bahwa setiap individu yang diduga bertanggungjawab atas kejahatan serius dituntut oleh Pengadilan Tribunal Internasional atau lembaga keadilan kredibel lainnya.

“Dewan Keamanan harus membawa situasi di Myanmar kepada Pengadilan Pidana Internasional tanpa perlu ditunda lagi,” lanjutnya.

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi