UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Kehadiran Aplikasi Smart Pakem Picu Kecemasan Bagi Kaum Minoritas

Nopember 29, 2018

Kehadiran Aplikasi Smart Pakem Picu Kecemasan Bagi Kaum Minoritas

Dalam foto ini yang diambil tahun 2015, jemaat Ahmadiyah di Bukit Duri, Jakarta Selatan sedang sholat. (Foto: ucanews.com)

Kehadiran aplikasi Smart Pakem yang diluncurkan Kantor Kejaksaan Tinggi Jakarta, di mana di dalamnya publik diberi akses untuk melapor kelompok yang dianggap menyimpang menimbulkan kecemasan di kalangan kelompok minoritas.

Aplikasi tersebut mencantumkan daftar kelompok yang dianggap menyimpang, termasuk Ahmadiyah, Syah dan Gafatar.

Majelis Ulama Indonesia menganggap ketiga kelompok itu menyimpang dan lewat aplikasi baru ini, publik bisa melaporkan kegiatan mereka.

Yendra Budiana, juru bicara kelompok Ahmadiyah mengatakan kepada ucanews.com, keberadaan aplikasi itu hanya memperparah diskriminasi yang mereka alami.

“Selama ini, aktivitas kami sudah dibatasi, di mana ibadah tidak bisa dijalankan dengan bebas. Aplikasi ini hanya akan memperparah diskriminasi,” katanya pada 27 November.

Aplikasi itu yang diluncurkan di Jakarta pada pekan lalu, kini bisa diunduh gratis di Google Play Store dan Apple Store.

Budiana pun mempertanyakan urgensi aplikasi itu di tengah situasi Indonesia yang memanas akibar persaingan menjelang pemilihan presiden tahun depan.

“Kalau kejaksaan membuat aplikasi untuk melapor tindakan intoleran, anarki, kasus narkoba, tentu bagus sekali,” katanya.

Seorang pengikut Syiah di Sampang, Jawa Timur, yang meminta namanya tidak dipublikasi juga mengatakan, aplikasi tersebut membuat ia kehilangan harapan.

“Kami dievakuasi dari kampung halaman enam tahun lalu setelah komunitas kami diserang dan kami masih menunggu resolusi,” kata sumber tersebut yang telah tinggal di pengungsian sejak 2012.

Screenshot aplikasi Smart Pakem yang diluncurkan di Jakarta bulan November, dapat diunduh secara gratis dari Google Play dan Apple App Store. (ucanews.com)

 

“Aplikasi ini membuat saya kehilangan harapan bahwa pemerintah akan menjamin kebebasan beragama bagi kami,” tambahnya.

Para aktivis hak asasi manusia juga menyatakan keperihatinan terhadap aplikasi ini.

Muhammad Isnur, koordinator Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia mengatakan, aplikasi itu dapat memicu penghakiman massal terhadap warga dan kelompok berkeyakinan tertentu.

“Aplikasi itu dapat menyulut persekusi ketika ada orang yang dilaporkan berkeyakinan berbeda,” katanya.

Isnur mengatakan, kelompok aliran kepercayaan maupun minoritas lain selama ini kerap mendapatkan persekusi, pengusiran dan kebanyakan karena informasi yang keliru dan sengaja dibuat menyesatkan.

“Bukan tidak mungkin ada orang yang kemudian memakai aplikasi ini untuk melaporkan informasi sesat sehingga berujung pada kekerasan terhadap orang yang dilaporkan,” katanya.

Choirul Anam, komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, mengatakan negara seharusnya tidak mengganggu keyakinan pribadi warga.

“Presiden harus bertindak untuk menghapus aplikasi ini. Dia memiliki tanggung jawab untuk membuat negara kita lebih toleran dan bermartabat sesuai dengan standar internasional hak asasi manusia,” katanya.

Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung, Mukri mengatakan, aplikasi itu dibuat agar masyarakat bisa dengan mudah mengecek apakah sebuah kelompok dilarang atau tidak oleh pemerintah.

Seperti dikutip detik.comMukri menambahkan, jika sebuah kelompok dilaporkan melalui aplikasi tersebut, itu bukan berarti kelompok itu akan segera dihancurkan, tetapi membantu mereka untuk melakukan investigasi.

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi