Sebuah tempat ziarah seorang martir di Seoul yang selama ini digunakan sebagai bekas tempat eksekusi baru-baru ini dicerahkan untuk menunjukan sikap perlawanan komunitas Katolik terhadap hukuman mati di negara tersebut.
Komisi Keadilan dan Perdamaian Konferensi Waligereja Korea mempelopori kegiatan itu.
Upacara penyalaan di Tempat Ziarah Para Martir Jeoldusan berlangsung pada 30 November dan dihadiri oleh beberapa kelompok sipil dan agama.
Slogan yang ditempel pada salah satu dinding relikwi religius itu dibuat dengan warna kuning, biru dan hijau. Bunyinya: “Kobarkan Perdamaian, Negara Korea Selatan Memberikan Pengampunan, Hapuskan Hukuman Mati.”
Puluhan umat Katolik Korea dipenggal di kuil itu, nama yang secara harfiah diterjemahkan sebagai “Pegunungan Tempat Pemenggalan.”
“Sayangnya, kesadaran masyarakat akan hukuman mati baru saja tumbuh meski ada upaya Gereja untuk menghapuskan bentuk hukuman ini,” kata Suster Jean Marc Cho Sung-ai dari Konggregasi Para Suster-suter Santo Paulus Chartres.
“Banyak orang berpikir narapidana yang sedang menunggu dihukum mati layak untuk mati karena kejahatan mereka, tetapi kebanyakan dari mereka berasal dari keluarga miskin dan tidak berpendidikan. Masyarakat harus menyadari beberapa tanggung jawab karena tidak memberi mereka kesempatan untuk tumbuh dengan pendidikan yang layak, jadi kami tidak bisa menyalahkan atas kejahatan brutal yang mereka lakukan sendiri ”
Suster Sung-ai dipuji sebagai “ibu baptis” oleh narapidana yang menunggu untuk dieksekusi oleh negara atas kejahatan yang mereka lakukan.
“Sekarang adalah waktunya bagi pemerintah untuk menghapus hukuman mati,” tambahnya.
Konferensi Waligereja Korea memilih 30 November bersamaan dengan peringatan hari itu ketika Pietro Leopoldo, Adipati Agung Tuscany, menghapuskan hukuman mati tahun 1786.
Komisi Keadilan dan Perdamaian Konferensi Waligereja Korea terus mengadakan “protes” serupa yang mencerahkan di berbagai tempat di Seoul termasuk katedral Myeongdong, City Hall, dan Museum Sejarah Napi Seodaemun sejak 2006.
Sejauh ini, pemerintah belum mengeluarkan tanggapan resmi.