UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Awas! Pedofil Mengincar Anak-Anak yang Diacuhkan Orangtua

Desember 13, 2018

Awas! Pedofil Mengincar Anak-Anak yang Diacuhkan Orangtua

Anak-anak di komunitas miskin di Manila seringkali ditinggal sendiri karena orangtua mereka bekerja demi kelangsungan hidup keluarga. Anak-anak yang diabaikan oleh orang tua membuat mereka terbuka terhadap pelecehan oleh pemangsa online. (Foto: Angie de Silva)

Oleh: Pastor Shay Cullen, SSC

Saat ini orang tua, guru, dan polisi harus waspada dan sadar bahwa ada ribuan pedofil yang memikat dan menggoda anak-anak di dunia maya (Internet) untuk menjadi teman dan orang kepercayaan mereka.

Anak-anak muda, terutama jika mereka kurang mengalami kasih sayang dari orang tua, akan menjadi kesepian. Mereka dengan mudah menjadi korban bully di sekolah dan merupakan yang paling rentan.

Mereka kemudian berselancar di Internet, terutama di media sosial. Di sana, mereka mengirim pesan kepada orang lain. “Apakah saya bisa jadi teman kamu?” Mereka kemudian diundang untuk mengobrol dan berbagi informasi tentang diri mereka.

Para predator atau pemangsa seks akan menyamarkan usia mereka dan mulai merayu korban dengan informasi palsu tentang diri mereka, tentang hobi dan gaya hidup mereka. Anak yang menjadi korban biasanya akan mengatakan yang sebenarnya tentang dirinya. Mereka merasa tersanjung ketika mereka mengirim foto. Mereka diberi perhatian dan janji-janji hadiah jika mereka bertemu.

Setelah beberapa waktu, berminggu-minggu dan bahkan berbulan-bulan, anak itu terpikat oleh teman baru yang baik dan penuh kasih yang memberi nasihat dan dukungan serta pengertian.

Anak-anak itu seperti lalat yang tidak tahu apa-apa yang kemudian tertangkap di jaring laba-laba rayuan pedofil. Ketika ini sudah terbangun, para perayu kemudian mengirim foto diri mereka sendiri atau orang lain yang identitasnya telah mereka ambil, bahkan kadang-kadang foto yang berbau seks, dan mengharapkan foto serupa sebagai balasannya.

Setiap pemangsa seksual memiliki cara sendiri untuk merayu dan memancing korban mereka ke dalam hubungan yang terikat secara emosional. Mereka akan mengatur untuk bertemu secara rahasia dan pendekatan menjadi individu ke individu. Jika orang yang lebih tua tampil sebagai orang yang lebih muda, dia akan berdalih mengapa teman muda mereka tiba-tiba tidak bisa datang. Mereka kemudian melanjutkan pendekatan.

Segera predator yang lebih tua akan mendengarkan permasalahan yang dihadapi anak itu, membangun hubungan, pengertian dan pada pertemuan berikut akan merangkul si remaja itu, memberinya perhatian bahkan menyentuh, dan pelecehan seksual pun terjadi.

Hubungan itu akan diperbolehkan dan ditoleransi oleh remaja, terutama jika pelaku memberikan hadiah dan uang. “Persahabatan” membangun kepercayaan dan korban berjanji untuk tidak memberi tahu siapa pun sebagaimana disarankan oleh pelaku.

Orang tua, saudara kandung dan kerabat akan melihat perubahan dalam kepribadian anak-anak yang menjadi korban. Mereka menjadi tertutup dan mengunci diri di kamar mereka dengan komputer mereka atau selalu pergi ke tempat internet.

Mereka keluar rumah sendirian, tidak pulang ke rumah sampai larut, bahkan tinggal di luar dan menjadi pembohong dengan berbagai macam cerita untuk menyembunyikan “hubungan” baru mereka. Orang tua dan teman-teman mereka mungkin akan terus menantang dan bertanya kepada mereka, tetapi mereka justu akan semakin mengisolasi diri.

Perselisihan atau pertengkaran hanya akan mendorong mereka lebih dekat dan membuat mereka menjadi semakin tergantung pada pelaku. Mereka menjadi sangat terluka dan menunjukkan tanda-tanda kecemasan, menjadi suka bertengkar, memberontak, bisa putus sekolah dan akhirnya menjadi depresi, terisolasi dan menyalahgunakan alkohol serta memakai narkoba.

Pada tahap akhir dari hubungan yang tidak sehat itu, yang bisa berlangsung bertahun-tahun, korban akan semakin tua tetapi tetap terjebak dalam hubungan dan tidak bisa keluar karena malu.

Ada juga jenis pelecehan anak dan remaja lainnya di internet yang disebut sexploitation (eksploitasi seks). Ini bentuk lain kriminalitas. Predator mengikuti jalur yang sama dengan pedofil. Korban “berani” untuk menunjukkan bagian pribadi tubuh mereka atau melakukan tindakan seks melalui kamera langsung, mengirim gambar seksual eksplisit tentang dirinya dan direkam oleh predator.

Kemudian pemerasan dimulai dan email dikirim ke para korban. Mereka dituntut untuk mengirim uang, kadang-kadang setiap bulan jika tidak mau gambar eksplisit mereka disebarluaskan, atau kadang-kadang diminta pembayaran satu kali dalam jumlah yang besar.

Para remaja ini tidak bisa meminta bantuan atau membayarnya dan beberapa telah melakukan bunuh diri. Dalam kasus lain, para remaja dijanjikan bahwa foto atau video mereka tidak akan disebarluaskan asalkan mereka mau menemui para pelaku.

Dengan membangun rasa saling percaya, peduli, saling pengertian dengan anak-anak sejak usia dini, orang tua dapat mencegah tindakan pelecehan terhadap anak-anak di dunia maya.

Dengan berbagi kegiatan, minat dan pembicaraan dari hati ke hati tentang kepercayaan, anak-anak akan dekat dengan orang tua mereka dan merasa aman, nyaman dan percaya.

Orang tua harus terbuka menjelaskan kepada anak-anak tentang bahaya pertemanan yang palsu dan godaan-godaan di internet.

Jika orang tua -suami istri- memiliki hubungan terbuka dan saling percaya satu sama lain, anak-anak mereka tidak akan terisolasi atau merasa tidak diperhatikan dan tidak dicintai. Teladan cinta yang ditunjukkan oleh orang tua membentuk kepribadian dan karakter anak.

 

Pastor Shay Cullen, SSC, berasal dari Irlandia dan mendirikan Yayasan Preda di Kota Olongapo pada tahun 1974 untuk mempromosikan hak asasi manusia, terutama anak-anak korban pelecehan seks.

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi