UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Posko Katolik Beri Pengobatan Gratis Bagi Korban Tsunami Selat Sunda

Januari 14, 2019

Posko Katolik Beri Pengobatan Gratis Bagi Korban Tsunami Selat Sunda

Seorang dokter dari RS St Carolus Jakarta memeriksa kesehatan Nuryati dan putranya saat pelayanan pengobatan gratis di posko kesehatan Gereja Katolik di desa Panimbang Jaya, Pandeglang, provinsi Banten pada 8 Januari. (Foto: Siktus Harson/ucanews.com)

Pada saat para dermawan “kelelahan” setelah memberikan bantuan berturut-turut bagi Indonesia yang dihantam oleh berbagai bencana alam tahun lalu, sebuah posko kesehatan keliling yang disponsori Gereja Katolik membuktikan masih ada rahmat bagi para korban yang membutuhkan.

Posko kesehatan, yang beroperasi di berbagai tempat termasuk Panimbang Jaya, sebuah desa nelayan, di provinsi Pandeglang, Banten, telah membantu ribuan orang yang ditampung di sejumlah lokasi pengungsian.

Banyak cerita tentang  kehilangan rumah mereka ketika tsunami Selat Sunda menghantam pesisir wilayah itu pada 22 Desember, meninggalkan puing-puing rumah dan menghilangkan mata pencaharian mereka.

Hingga 2 Januari, sebanyak  437 orang meninggal, 14.000 orang terluka, 34.000 orang kehilangan tempat tinggal, serta 14 masih hilang, demikian Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Tahun lalu juga merupakan waktu  yang menyakitkan bagi Indonesia akibat bencana alam, termasuk serangkaian gempa bumi dahsyat di Lombok pada Juli dan Agustus, disusul dengan gempa bumi dan tsunami lainnya di  Sulawesi Tengah pada September.

Bencana mematikan ini disusul dengan jatuhnya  pesawat Lion Air pada Oktober lalu, dan menewaskan semua 189 penumpang dan krunya.

Efek kumulatif itu telah membuat pundi-pundi donor mulai mengering, maka posko kesehatan keliling sebagai berkat bagi mereka yang tinggal di daerah terpencil di mana bantuan pemerintah dan fasilitas perawatan kesehatan tipis.

Posko kesehatan itu mulai beroperasi sejak 24 Desember dan memberikan pengobatan gratis kepada para keluarga nelayan di Panimbang Jaya setelah melayani korban tsunami di wilayah lain di kabupaten Pandeglang.

Suster Maria Atanasia SFS meneguhkan Yayah, seorang janda yang rumahnya rusak diterjang tsunami di Selat Sunda pada akhir Desember lalu, yang menewaskan 437 orang dan merusak ribuan rumah. (Foto: Siktus Harson/ucanews.com)

 

Di antara mereka yang dibantu adalah Nuryati dan putranya berusia 3 tahun. Ibu muda itu mengatakan dia khawatir dengan kesehatan putranya sebelum pemeriksaan gratis dan mendapatkan obat-obatan.

Nuryati adalah salah satu dari 300 korban tsunami yang mengunjungi posko tersebut pada 8 Januari. Ia menderita sakit maag dan  masih trauma berat dengan gelombang raksasa yang menerjang rumah mereka.

Sementara itu, putranya menderita flu dan batuk-batuk, katanya.

“Saya merasa sangat terbantu melalui pengobatan gratis ini,” kata ibu dari tiga anak itu kepada  ucanews.com. “Posko ini sangat membantu keluarga saya.”

Tsunami itu menghantam kabupaten Pandeglang dan kabupaten Serang serta kabupaten  Pesawaran dan kabupaten Tanggamus di provinsi Lampung.

Tsunami itu dipicu oleh longsoran bawah laut ketika  Gunung Anak Krakatau meletus. Pemerintah dikritik karena tidak memelihara dengan baik sistem peringatan dini tsunami.

Yang mengkhawatirkan, seismolog menyatakan, gunung berapi itu tetap aktif dan ada kemungkinan bahwa letusan lebih lanjut dalam beberapa minggu mendatang dapat menimbulkan lagi gelombang raksasa mematikan.

Nuryati dan keluarganya berada di rumah ketika tsunami menyapu rumah mereka yang terbuat dari bambu sekitar 100 meter dari bibir pantai. Rumah dan barang-barang miliknya hilang dibawa gelombang.

“Saya masih trauma dengan apa yang terjadi saat itu,” katanya, seraya menambahkan kini keluarganya mengungsi di tempat aman pada malam hari dan siang hari mereka pulang ke rumah untuk bersih-bersih.

Dia mengatakan semua orang di wilayah itu juga masih takut, dan setuju dengan rencana pemerintah untuk merelokasi mereka yang tinggal di sepanjang pantai.

Vitria, 37, ibu dari tidak anak dan kini sedang hamil empat bulan mengatakan ia juga trauma dengan tsunami tersebut dan hidup dalam kecemasan  tentang keluarga mereka ke depan.

“Saya masih takut,” katanya, seraya menambahkan bahwa posko itu telah membantunya. Dia berharap posko itu tetap membantu meskipun pemerintah mengumumkan penghentian bantuan darurat pada 9 Januari.

Yayah, 47, yang rumahnya rusak dihantam tsunami, berterima kasih kepada Suster Maria Atanasia, koordinator tim bantuan.

Ia menangis ketika biarawati dan relawan mengunjungi dia di rumahnya yang rusak itu.

“Saya telah kehilangan segalanya, termasuk rumah saya,” katanya.

Doktor Kevin Octavianus Sugianto, seorang relawan dari Perdhaki,  memeriksa kesehatan seorang ibu di posko kesehatan di desa Panimbang Jaya pada 8  Jan. (Foto: Siktus Harson/ucanews.com)

 

Tetap malayani saat Natal

Suster Atanasia mulai membantu para korban pada 24 Desember bersama Perdhaki, sebuah kelompok rumah sakit Katolik, Caritas Indonesia (Karina), Caritas Keuskupan Bogor, Rumah Sakit Misi, dan Lembaga Daya Dharma Keuskupan Agung Jakarta.

Mereka segera menangani para korban sehingga dia tidak punya kesempatan untuk menghadiri Misa Malam Natal karena ia sibuk mencari tempat untuk membuat posko.

Akhirnya,  mereka mendirikan tiga posko – kesehatan, dapur umum, dan trauma healing – di desa Angsana, sekitar 3 kilometer dari Panimbang Jaya.

“Setelah kami mendirikan posko, bantuan mengalir dari mana saja setiap hari seperti sembako, pakaian, peralatan mandi, tikar, tenda dan obat-obatan,” katanya.

Puluhan relawan termasuk doktor, psikolog, ahli gizi, perawat, bidan dan warga Muslim lokal bergabung untuk membantu para korban.

Mereka dibagi ke dalam tim-tim kecil mengunjungi lokasi-lokasi pengungsian dan menyalurkan sembako,  melayani obat-obatan, memberikan kounseling dan membagikan bungkusan makanan.

“Bantuan yang kami berikan sangat kecil tetapi kami mencoba untuk membantu siapa saja tanpa memandang latar belakang (agama atau lainnya) mereka,” kata Suster Atanasia.

Mereka tidak menghadapi hambatan dalam pelayanan tersebut karena mereka telah berkoordinasi dengan lembaga lain yang beroperasi di daerah itu, tetapi terutama karena umat Muslim Selat Sunda telah mengenal Rumah Sakit Misi Lebak dan para suster, katanya.

“Banyak umat Muslim telah mengenal kami dan bahkan memanggilkam kami dengan  ‘Hajah Suster’,” katanya.

Doktor Kevin Octavianus Sugianto, dari Perdhaki yang melayani para korban sejak 24 Desember mengatakan ia bergabung dengan tim itu karena ia merasa bahwa ini adalah tugas dan panggilannya sebagai seorang Katolik.

“Saya senang bisa membantu dan melayani para korban yang sakit. Banyak dari mereka trauma, sakit, dan membutuhkan bantuan,” kata Sugianto kepada ucanews.com.

Keluhan mereka  bervariasi seperti  tekanan darah tinggi,  sakit maag, diabetes, dan kolesterol tinggi, katanya. Anak-anak cenderung menderita batuk, flu, diare, dan alergi kulit.

“Saya berharap mereka segera pulih dari trauma psikologis karena itu dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik mereka,” tambahnya.

 

Bantuan tanggap darurat berakhir

Pada 9 Januari pemerintah telah mengakhiri bantuan darurat dan LSM akan menghentikan bantuan mereka bagi para korban yang berdampak dari tsunami Selat Sunda.

Dengan penghentian itu para pengungsi harus kembali ke rumah-rumah mereka sementara itu mereka yang kehilangan rumah mereka akan tetap tinggal di lokasi pengungsian.

Banyak orang di desa Panimbang Jaya, termasuk Nuryati, Vitria, dan Yayah masih membutuhkan bantuan baik dari pemerintah maupun dari Gereja.

Suster Atanasia mengatakan Gereja lokal berencana membantu para korban.

Setelah posko bantuan itu ditutup, ia mengatakan timnya akan fokus pada pembangunan kembali dan renovasi rumah-rumah yang rusak.

Mereka juga berencana membantu perahu dan jala bagi para nelayan untuk kembali melaut untuk membantu kehidupan keluarga mereka, katanya.

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi