Para uskup dan aktivis Kristen di India mengkritik pihak berwenang di dua bekas wilayah Portugis, kini di bawah pemerintah federal India, terkait pembatalan hari libur pada tradisi Jumat Agung.
Para pemimpin Kristen di sejumlah wilayah bagian barat negara itu – Dadra dan Nagar Haveli, serta Daman dan Diu – mengatakan pemerintah di distrik mereka telah membatalkan libur Jumat Agung dari daftar libur umum menjadi hari libur terbatas, di mana karyawan bisa memilih mau libur atau bekerja.
“Itu sangat menyedihkan dan patut disayangkan. Sekali lagi itu menunjukkan bahwa ada sentimen terhadap kami,” kata Uskup Theodore Mascarenhas, sekjen Konferensi Waligereja India.
Jumat Agung yang jatuh pada 19 April tahun ini, telah ditetapkan sebagai hari libur resmi pemerintah di semua 29 negara bagian dan lima wilayah pemerintahan federal lainnya.
“Ideologi tertentu menggunakan kekuatan pemerintah untuk merampas hak-hak kami,” kata Uskup Mascarenhas.
Prelatus itu telah menulis surat kepada Menteri Dalam Negeri Federal Rajnath Singh untuk meminta intervensinya. “Kami menunggu intervensinya. Kami juga telah menjelaskan kepada para otoritas lokal tapi itu tidak didengarkan,” katanya.
Hari-hari suci Kristen adalah hari libur di dua wilayah itu selama berabad-abad sejak mereka bagian dari Portugis India pada abad ke-16. Itu berlanjut bahkan setelah India mengakhiri pemerintahan kolonial dan mencaplok wilayah-wilayah itu tahun 1961.
Berabad-abad lalu orang-orang Kristen mendominasi di pesisir negara bagian itu yang kini Gujarat, tetapi umat Hindu memiliki mayoritas dari 600.000 penduduk yang tinggal di sana saat ini.
Setiap tahun pemerintah negara bagian dan federal bebas merevisi daftar liburan. Namun, setelah Partai Bharatiya Janata (BJP) yang pro-Hindu berkuasa di New Delhi dan beberapa negara bagian tahun 2014, kecenderungan mengesampingkan acara-acara keagamaan Kristen mulai muncul, kata para pemimpin Kristen.
Tahun 2016 di Madhya Pradesh, dimana BJP berkuasa lebih dari satu dekade, pihaknya membatalkan hari libur Jumat Agung tetapi berubah pikiran setelah ditentang orang-orang Kristen.
Segera setelah mengambil alih kekuasaan, Perdana Menteri Narendra Modi mendeklarasikan Hari Natal (25 Desember) sebagai Hari Pemerintahan yang Baik pada peringatan ulang tahun mantan pemimpin BJP dan Perdana Menteri Atal Bihari Vajpayee.
Hari Pemerintah yang Baik mengharuskan semua anggota parlemen dan pejabat senior masuk kantor mereka pada Hari Natal, meskipun secara resmi itu adalah hari libur umum.
“Langkah-langkah ini adalah bagian dari pola untuk menindas orang-orang Kristen,” kata A.C. Michael, seorang pemimpin Kristen yang berbasis di New Delhi. “Setidaknya 12 negara bagian di India akan mengadakan pemilu pada 18 April, bertepatan dengan Kamis Putih tahun ini. Ini adalah sebuah kemunduran besar.”
Ratusan orang Kristen yang bertugas pada hari pencoblosan tidak bisa menghadi Misa, sementara beberapa sekolah yang dikelola Gereja ditunjuk sebagai tempat pemungutan suara sementara tempat itu digunakan mereka untuk pelayanan Pekan Suci akan terganggu, katanya.
Michael mengatakan orang Kristen di seluruh India telah menghadapi serangan fisik dan pelecehan sejak BJP memperoleh kekuasaan di New Delhi. Kemenangan BJP telah mendorong kelompok-kelompok Hindu mempercepat tindakan mereka untuk mengubah India menjadi negara yang hanya beragama Hindu, katanya.