Umat Katolik di Sri Lanka bergabung dengan umat Buddha dalam perayaan Waisak, yang tahun ini dirayakan tidak terlalu meriah setelah serangan teror pada Minggu Paskah lalu di negara itu.
Banyak umat Katolik menghiasi gereja dan rumah mereka dengan lampion kertas dan bendera Budha pada tanggal 18 dan 19 Mei.
Waisak, bertepatan dengan munculnya bulan purnama setiap bulan Mei, memperingati kelahiran, pencerahan dan kematian Sang Buddha, termasuk melalui tarian, lagu dan pemberian sedekah.
Tetapi serangan bom pada 21 April oleh para ekstremis Islam di gereja-gereja dan hotel-hotel di Sri Lanka yang menewaskan lebih dari 250 orang, termasuk umat Buddha dan juga orang-orang Kristen, telah membuat negara itu muram dan tegang.
Waisak dirayakan empat hari setelah serangan massal terhadap masjid, kendaraan dan lebih dari seratus bisnis dan rumah milik warga Muslim.
Jam malam polisi pun diberlakukan pada 13 Mei.
Pastor W.P. Roshan Fernando, seorang dosen senior di Universitas Kelaniya, mengorganisir pembagian minuman dingin gratis dan menggantung bendera Buddha di Gereja St. Antonius, 23 kilometer sebelah timurlaut ibukota, Kolombo.
Lampu minyak juga dinyalakan di gereja dan umat Katolik menghadiri acara di kuil Buddha, kata Pastor Fernando.
“Ini untuk mendorong persaudaraan dan persatuan di antara umat Budha dan Katolik,” tambahnya. “Mereka bersama kita selama serangan gereja saat Hari Paskah.”
Kardinal Malcolm Ranjith mengatakan dalam pesan pada Hari Waisak bahwa “hidup dengan cinta” adalah kebenaran tertinggi yang diajarkan oleh semua agama.
“Bukan rahasia lagi bahwa agama Budha telah memainkan peran utama dalam memperkaya pengetahuan dan kebenaran masyarakat selama lebih dari 2.500 tahun,” katanya.
“Buddhisme adalah tanah subur bagi orang-orang dari semua agama karena pusat dari semua agama di dunia adalah cinta.”
Kardinal itu mengatakan dalam sebuah jumpa pers bahwa serangan teror Paskah yang keji adalah upaya untuk mengacaukan negara dengan menyebabkan kesengsaraan manusia.
“Ada laporan bahwa politisi lokal dari berbagai partai politik berada di belakang insiden ini dan partai politik harus mengambil tindakan yang diperlukan untuk menahan para pemimpin lokal mereka,” kata Kardinal Ranjith.
Dia pun mengimbau untuk tidak melakukan balas dendam.
Ia juga menyarankan para kepala sekolah di sekolah-sekolah Katolik di Keuskupan Agung Kolombo untuk membuka kembali sekolah setelah berkonsultasi dengan otoritas keamanan. Namun, sebagian besar sekolah Katolik tetap tutup.
Ada 32 sekolah swasta Katolik dan tiga sekolah internasional di Keuskupan Agung Kolombo.
Dari 21 juta penduduk Sri Lanka, 70 persen beragama Budha, 15 persen Hindu, 9 persen Muslim dan 7 persen Kristen.