Meskipun ada jaminan keamanan dari otoritas setempat, jumlah umat Islam yang menghadiri pertemuan tahunan keagamaan di Kota Marawi, Filipina bagian selatan, akhir pekan lalu menurun drastis dibanding tahun sebelumnya.
Menurut penyelenggara, hanya sekitar 6.000 orang yang menghadiri “Joohur” atau studi Islam dan pertemuan doa selama tiga hari yang berakhir pada 23 juni tersebut. Sementara sekitar 10.000 orang menghadiri acara serupa tahun lalu.
Suaib Hassan, seorang panitia, mengatakan peserta asing tidak diijinkan oleh pemerintah mereka untuk datang ke Mindanao.
Hanya 15 anggota gerakan misi global non-politik bernama Tableegi Jamaat Ijtima atau Tablighi dari Oman, Pakistan, India dan Banglades yang menghadiri pertemuan itu.
Kegiatan tahun ini digelar di Masjid Abubakar di wilayah Basak Malutlut di Kota Marawi yang dilanda konflik pada 2017.
Tahun itu, pada Mei, sebuah pertemuan besar para misionaris Muslim melindungi puluhan milisi asing yang kemudian bergabung dengan kelompok-kelompok ekstremis lokal yang menjarah kota itu.
Sebagian besar pejuang asing dilaporkan menerima ajakan seorang pemimpin milisi asal Malaysia, Mahmud Ahmad, untuk menyelamatkan seorang pejuang Filipina bernama Isnilon Hapilon yang mengalami cedera dalam perlawanan terhadap militer awal tahun itu di Mindanao.
Tahun ini, nama-nama peserta dilaporkan kepada otoritas. “Kami mewajibkan peserta untuk membawa (kartu identitas) mereka, sesuatu yang tidak kami lakukan sebelumnya,” kata Hassan.
Namun ia mengatakan penyebab penurunan jumlah peserta tahun ini bukan keamanan yang ketat.
“Saya yakin ini karena ‘berita bohong’ di media sosial yang berdampak besar terhadap masyarakat,” lanjutnya. “Situasi ekonomi juga menjadi penyebabnya.”
Beberapa hari sebelum acara tersebut, postingan media sosial memperingatkan bahwa anggota ISIS telah masuk Marawi dan tengah mempersiapkan serangan.
Otoritas Filipina segera membantah rumor itu dan mengatakan mereka tidak menerima laporan tentang kehadiran teroris di kota itu.
Abdul Manan, seorang peserta, mengatakan “konflik riil” yang dihadapi umat Islam adalah “bagaimana mereka menjalani hidup sesuai kehendak Allah.”
“Itulah alasannya mengapa kami berada di sini, maka kami akan membuat semua orang memahami Islam yang sejati,” lanjutnya.