Para pemimpin Katolik di Sri Lanka mendesak pemerintah agar menunjuk komisi independen untuk menegakkan keadilan bagi para korban serangan Minggu Paskah yang merenggut lebih dari 250 nyawa.
“Investigasi ini harus menyeluruh dan harus transparan,” kata Uskup J. Anthony Jayakody, uskup auksilier Kolombo.
Laporan temuannya harus diketahui publik, tambahnya.
“Jika sebuah badan independen menyelidiki ledakan Minggu Paskah, maka kebenaran akan terungkap” kata uskup.
Sebuah kelompok jihadis lokal bernama National Thowheeth Jama’ath (NTJ), yang mengklaim berafiliasi dengan ISIS, membom tiga gereja dan tiga hotel mewah pada Minggu Paskah, 21 April.
Warga Sri Lanka yang trauma hidup dalam ketakutan akan ada lebih banyak serangan semacam itu.
Pemerintah Sri Lanka telah memulai beberapa penyelidikan, termasuk komite presiden dan komite terpilih parlemen.
Para imam Katolik telah mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung Sri Lanka karena menganggap pemerintah gagal menindaklanjuti peringatan yang berpotensi mencegah serangan.
Para imam menuduh 13 pejabat publik, termasuk Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe, lalai dengan tugas dan melanggar hak asasi manusia, terutama hak umat Katolik untuk secara bebas menjalankan agama mereka.
Kardinal Malcolm Ranjith menyatakan keprihatinannya atas kegagalan untuk mengidentifikasi orang-orang yang terlibat dalam perencanaan dan pembiayaan pemboman Paskah.
“Politisi yang haus kekuasaan ingin mengambil segalanya untuk diri mereka sendiri dan menyebarkan kebencian,” kata Kardinal Ranjith saat berpidato di hadapan warga Sri Lanka pada Misa khusus di Milan di Italia pada 23 Juni.
“Mereka tidak pernah mengakui kesalahan mereka. Bagaimana seseorang bisa membunuh orang lain atas nama Tuhan? Di manakah Tuhan yang menemukan kebahagiaan dalam membunuh manusia?”
Mereka yang melakukan tindakan seperti itu tidak akan pernah masuk Surga, tambahnya.
Presiden Maithripala Sirisena pada awalnya mengatakan bahwa serangan Paskah adalah ulah pengedar narkoba internasional, tetapi beberapa hari setelahnya, kantornya menyatakan bahwa kelompok-kelompok teror lokal dan internasional bertanggung jawab.
Inspektur jenderal polisi Pujitha Jayasundara mengatakan Presiden Sirisena telah memintanya untuk bertanggung jawab atas serangan bunuh diri dengan mengundurkan diri, tetapi setelah menolak untuk melakukannya, ia diharuskan cuti.
Sementara itu, Keuskupan Agung Kolombo telah mendirikan pusat penyembuhan untuk memberikan dukungan bagi keluarga yang terkena dampak dengan mempekerjakan 20 tenaga konseling profesional, 17 psikiater dan 10 psikoterapis.