Pemerintah Indonesia dan Gereja telah kehilangan seorang imam yang meninggal pekan lalu. Karya-karyanya yang monumental telah dipersembahkannya bagi Gereja dan bangsa.
Romo Adolf Heuken SJ, yang meninggal 25 Juli di Rumah Sakit Sint Carolus adalah seorang sejarahwan, penulis dan penerjemah. Ia meninggal pada usia 90 tahun dan dimakamkan pada 27 Juli di Girisonta, Jawa Tengah, sebuah pemakaman Yesuit.
Ia lahir di Coesfeld, Jerman pada 11 Juli 1929, dan bergabung dengan Ordo Serikat Yesus (SJ) tahun 1950 dan ditahbiskan sebagai imam tahun 1961 di Jerman.
Sebelum menjadi misionaris ke Indonesia, ia pernah bekerja sebagai imam di keuskupan agung Münster.
Tahun 1963 ia tiba di Batavia, sekarang Jakarta. Di ibukota negara itu, selain sebagai dosen filsafat di STF Driyarkara dan Unika Atma Jaya, ia juga sebagai pastor paroki di keuskupan agung Jakarta.
Namun, imam itu yang telah menjadi warga negara Indonesia merasa terganggu karena ia melihat banyak situs bersejarah yang tidak dilestarikan dan bahkan dilupakan.
Maka, Romo Heuken melepaskan tugasnya itu dan mulai mengumpulkan bahan-bahan, membaca buku-buku, dan mengunjungi situs-situs sejarah di Jakarta. Dan kemudian ia mulai menulis.
Untuk memenuhi cita-citanya itu, ia mendirikan Cipta Loka Caraka, sebuah lembaga penerbitan tahun 1971.
Karena kontribusinya, sejumlah orang dari pemerintah dan warga lintas agama memberikan penghormatan mereka ketika jenazahnya disemayamkan di kapel Kolese Kanisius pada 26 Juli.
Ia pernah menjadi anggota Tim Penasehat Arsitektur Pemprov DKI dari tahun 2011 hingga 2016.
Karya-karyanya
Hingga ia meninggal ia telah menulis sekitar 200 buku – 12 buku tentang sejarah Jakarta. Selain itu, buku-buku tentang filsafat, sejarah dan ensiklopedia Gereja Katolik, serta kamus.
Buku-buku itu termasuk Kamus Pembangunan Politik, Sejarah Situs Jakarta, Serial tentang Tempat Ibadah Tua di Jakarta: Gereja, Masjid, Klenteng, 200 tahun Gerja Katolik di Jakarta, 150 Tahun Serikat Yesus di Indonesia.
Ia memilih sejarah karena tanpa itu, sebuah bangsa akan kehilangan akar dan identitas seperti layang-layang putus.
Berbagai penghargaan diberikan termasuk Penghargaan Satya Lencana dari pemerintah Indonesia dan penghargaan Das Bundesverdienstkreuz am Bande dari pemerintahan Jerman.

Merasa kehilangan
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyampaikan turut belasungkawa terhadap imam itu dan mengatakan pemerintah merasa kehilangan.
“Atas nama pemerintah DKI Jakarta, kami menyampaikan belasungkawa atas wafatnya Pastor Adolf Heuken SJ,” kata Baswedan, yang melayat ke kapel Kolese Kanisius.
Ia mengatakan Pastor Heuken telah memberikan kontribusi bagi Indonesia, khususnya Jakarta.
“Ia telah mengabdikan seluruh hidupnya bagi Indonesia. Dan, bagi Jakarta, karyanya telah menjadi jendela dunia untuk mempelajari tentang Jakarta,” katanya.
Bahkan, salah satu karyanya terkenal sering menjadi pedoman bagi para turis yang mengjunjungi Jakarta.
“Bukunya tentang Historical Sites of Jakarta adalah buku yang bernilai. Jika turis datang dan ingin mengetahui Jakarta, buku itu sering dijadikan sebagai ‘coffee table’ yang layak dijadikan hadiah,” katanya.
Imam itu juga dikagumi oleh Fauzi Bowo dan Basuki Tjahaja Purnama, keduanya mantan gubernur DKI Jakarta.
Fauzi Bowo, yang melayat jenazah ke Kolese Kanisius berterima kasih atas kontribusi imam itu.
“Ia telah memberikan kontribusi bagi pemerintah DKI Jakarta melalui tulisannya tentang sejarah Jakarta,” katanya.
“Kita kehilangan seorang yang telah berkontribusi besar. Ia prihatin dengan budaya dengan melestarikannya, katanya, seraya menambahkan ia berharap ada orang yang melanjutkan karya-karyanya.”
Walaupun ia asal Jerman, katanya, ia sangat berkomitmen membantu melestarikan budaya.
“Ia memiliki talenta yang luar biasa dan tokoh terkenal dalam sejarah Jakarta,” kata dia.
Ia mengatakan sepanjang hidupnya ia sangat aktif menulis buku-buku dan sering mengadakan diskusi dengannya tentang sejarah dan budaya sebelum buku-bukunya diterbitkan.
Romo Simon Petrus Lili Tjahjadi, ktua STF Driyarkara mengatakan ia memiliki warisan yang sangat kaya tentang sejarah.
“Para imam muda atau seminaris perlu belajar dari beliau meskipun ia sudah tua ia masih terus belajar dan menulis. Mencintai sejarah adalah sebuah fondasi dimana kita hidup dan mengkomunikasikan ilmu sehingga memperkaya orang lain,” kata Romo Tjahjadi.
Sementara Romo Joannes Heru Hendarto SJ, atas nama provinsial Indonesia berterima kasih kepada semua pihak termasuk pemerintah Indonesia, khususnya DKI Jakarta sebagai anggota tim.
“Gubernur Anis telah meminta kami untuk mengumpulkan semua karya Romo Heuken agar mendapatkan penghargaan dari pemerintah pusat,” katanya.