UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

90 Orang Didakwa Atas Serangan Terhadap Suku Minoritas Bangladesh

Juli 30, 2019

90 Orang Didakwa Atas Serangan Terhadap Suku Minoritas Bangladesh

Umat Kristen Etnik Santal makan siang pada 16 November 2016 setelah terjadi pengusiran dengan kekerasan dari tanah yang disengketakan di daerah Govindaganj di distrik Gaibandha utara Bangladesh. (Foto oleh Stephan Uttom / ucanews.com)

Polisi di Bangladesh utara telah mengajukan dakwaan terhadap 90 orang sehubungan dengan serangan tahun 2016 yang sebagian besar menargetkan orang-orang Kristen Santal asli.

Tetapi para kritikus mengatakan orang-orang penting lainnya yang diduga terlibat harus dituntut juga.

Biro Investigasi Kepolisian (PBI) mengajukan dokumen tuduhan ke Pengadilan Hakim Senior di distrik Gaibandha pada 28 Juli.

Terdakwa dituduh menghasut atau mengambil bagian dalam serangan kekerasan dan pembakaran pada sebagian besar orang Kristen etnis Santal serta beberapa Muslim dan Hindu Bengali.

Serangan itu bertujuan untuk mengusir mereka dari tanah yang disengketakan, khususnya di sekitar kota pasar Govindaganj.

Tiga warga Santal terbunuh, lusinan terluka dan sekitar 22.000 keluarga kehilangan tempat tinggal akibat serangan pada bulan November 2016.

Warga Santal adalah kelompok etnis minoritas asli India, Bangladesh, Nepal dan Bhutan. Banyak dari mereka telah memeluk agama Kristen dari penganut kepercayaan tradisional yang menyembah dewa tertinggi Marang Buru, yang juga dikenal sebagai Bonga.

Dari 90 terdakwa atas kekerasan tersebut, 25 ditangkap pada waktu yang berbeda, tetapi semuanya mendapatkan jaminan, menurut polisi.

Akan tetapi para aktivis Santal, serta pejabat tinggi gereja, menolak dokumen dakwaan karena dianggap tidak lengkap dan bias.

Philimon Baskey, seorang pemimpin Katolik dan asli Santal, mengatakan kepada ucanews.com bahwa ia percaya otak di balik kekerasan itu termasuk mantan anggota parlemen dari Liga Awami yang berkuasa, seorang eksekutif pabrik gula dan beberapa polisi.

Namun, ia percaya nama mereka tidak muncul di daftar karena mereka memiliki pengaruh finansial atau politik.

“Mantan anggota parlemen Abul Kalam Azad adalah terdakwa utama dalam sebuah kasus yang diajukan oleh warga Santal setelah kekerasan itu, tetapi dia tidak dimasukkan dalam daftar, dan juga tiga polisi yang membakar rumah-rumah warga Santal,” kata Baskey kepada ucanews.com.

“Kami menolak berkas tuduhan tersebut,” katanya.

Dalam beberapa jam setelah pengajuan dakwaan, ratusan warga Santal memblokir jalan raya utama di Govindaganj sebagai bentuk protes.

Mereka berencana mengadakan konferensi pers untuk menyerukan dakwaan terhadap Azad dan yang lainnya yang dianggap terlibat.

Pastor Anthony Sen, ketua Komisi Keadilan dan Perdamaian di Keuskupan Dinajpur yang meliputi daerah itu, mengatakan kasus itu akan menjadi “ejekan bagi keadilan” jika para dalang yang diduga terlibat tidak bertanggung jawab.

Imam itu mengatakan Gereja memberikan dukungan moral bagi orang-orang yang memprotes berkas tuduhan yang tidak memadai.

Dia menambahkan bahwa ada kekhawatiran akan ada pengulangan kasus kekerasan serupa lainnya terhadap etnis minoritas di wilayah utara Bangladesh jika mereka yang memicu perselisihan tidak dihukum.

Namun, Abdul Hye, seorang pengawas Biro Investigasi Kepolisian di distrik Gaibandha, mengatakan bahwa para penyelidik tidak dapat menemukan bukti kuat atas keterlibatan mantan anggota parlemen Azad dan yang lainnya dalam kekerasan 2016 yang disebutkan oleh para pemrotes.

Hye mengatakan dakwaan itu dijatuhkan terhadap mereka yang, menurut serangkaian investigasi, secara aktif terlibat dalam kekerasan yang mengakibatkan kematian tiga pria Santal.

Kekerasan

Pada 6-7 November, bentrokan tripartit pecah antara warga Santal, pekerja pabrik gula dan polisi atas penggusuran ribuan orang -sebagian besar orang Santal- dari tanah yang disengketakan.

Tiga warga Santal ditembak mati, belasan orang terluka dan ratusan rumah dibakar, sehingga menyebabkan ribuan orang melarikan diri ke desa-desa terdekat.

Warga Santal melaporkan kasus kekerasan pada 16 November 2016, yang kemudian diserahkan kepada penyelidik kepolisian.

Kekerasan itu memicu kemarahan publik dan media dan memaksa pemerintah untuk bertindak.

Kepala pejabat pemerintah dan petugas yang bertugas di kantor polisi setempat dipindahkan karena kelalaian dan tiga polisi dibebastugaskan.

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2023. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi