UCAN China ucanews.com
UCAN Indonesia

Bagaimana Merespon Pelecehan Seksual Terhadap Anak?

Agustus 1, 2019

Bagaimana Merespon Pelecehan Seksual Terhadap Anak?

Pelecehan seksual terhadap anak terjadi tidak hanya di komunitas miskin tetapi di mana-mana, termasuk rumah, sekolah, dan bahkan di gereja. (Foto oleh Angie de Silva)

Korban terakhir yang harus dirawat di Rumah Preda – tempat bagi anak-anak korban kekerasan -, adalah dua gadis bersauara berusia lima dan tiga tahun. Pelakunya adalah ayah biologis mereka.

Anak-anak itu mulanya mengaku kesakitan. Sang ibu tahu bahwa itu adalah kejahatan. Dia bergegas menemui pekerja sosial dan melaporkan pelecehan yang terjadi.

Pekerja sosial itu mencatat semua informasi dan membawa dua anak itu untuk menjalani pemeriksaan medis, di mana kemudian ditemukan bukti adanya pelecehan seksual.

Segera, ibu mereka melaporkan pasangannya dan membawa anak-anaknya ke Rumah Preda.

Sistem yang efektif untuk melaporkan pelecehan dan tim reaksi cepat bekerja dengan baik. Itu terjadi di kota Castillejo, provinsi Zambales di Filipina utara.

Meningkatnya jumlah pelecehan seksual anak dan korban inses mengejutkan, mengerikan dan sangat membahayakan.

Penyebaran konten pornografi anak di internet yang tersedia di ponsel untuk semua orang menyebabkan pelecehan seksual anak menyebar dengan cepat.

Kejahatan keji pelecehan seksual dan pemerkosaan anak terjadi di mana-mana. Ini ditemukan di setiap negara, di rumah, di lembaga-lembaga, di gereja, di sekolah, di internet, di jalan dan di bar dan tempat prostitusi.

Jumlahnya terus meningkat, namun sedikit orang yang melaporkan kejahatan mengerikan yang ada di sekitar kita setiap hari.

Ini adalah kejahatan yang tidak pernah dibicarakan oleh banyak orang. Mereka mengabaikan, menyangkal atau menutupi kebenaran. Akibatnya, sebagian besar kejahatan ini tidak pernah dilaporkan.

Data di seluruh dunia terkait pelecehan seksual anak menunjukkan bahwa satu dari setiap empat anak pernah mengalami pelecehan seksual, setidaknya satu kali dalam hidup mereka.

Di Filipina, seperti yang ditunjukkan data statistik, itu dimulai dalam keluarga. Anggota keluarga melakukan pelecehan seksual dalam jumlah yang sangat besar.

Kita manusia sebagai spesies dan sebagai anggota masyarakat yang beradab harus merespons hal ini. Spesies kita adalah satu-satunya yang melakukan pelecehan seksual dan mengeksploitasi keturunan sendiri dan dalam skala yang mengerikan.

Perdagangan anak adalah bisnis besar. Diperkirakan setidaknya 1,2 juta anak diperdagangkan di seluruh dunia setiap tahun. Sebagian besar korban digunakan untuk kepuasan seksual para turis seks.

Di negara-negara berkembang seperti Filipina, hal ini dibiarkan tumbuh dan berkembang. Anak-anak diperdagangkan dan dilecehkan di bar-bar dan juga dilecehkan secara seksual yang ditayangkan di internet untuk para pedofil asing.

Itu pasti makin mendorong mereka untuk datang dan melakukannya dalam kehidupan nyata.

Industri ini, yang beroperasi dengan izin dan lisensi pemerintah, memberikan pesan yang jelas bahwa gadis-gadis kecil dan dan anak-anak adalah alat permainan yang biasa.

Ini seperti karnaval pelecehan seksual yang terjadi, dengan obat-obatan terlarang menyebar di mana-mana, diabaikan oleh “perang melawan narkoba.” Gadis-gadis itu terjebak dalam ketergantungan obat-obatan dan ikatan utang.

Di Filipina, tidak ada database nasional tentang jumlah anak yang dilecehkan. Namun, UUNICEF dan Save the Children melakukan penelitian tentang pelecehan anak di Filipina pada tahun 2016 di mana 3.866 anak sekolah dan remaja ditanya tentang pelecehan anak.

Laporan akhir memperkirakan total prevalensi kekerasan terhadap anak di antara laki-laki adalah 81,5 persen dan 78,4 persen di kalangan perempuan.

Dikatakan bahwa sekitar 17,1 persen anak berusia 13 hingga 18 tahun mengalami kekerasan seksual, dan 13,7 persen mengalami pelecehan seksual di rumah.

Di antara anak laki-laki, 1,6 persen melaporkan tindakan seksual paksa yang serius terhadap mereka dan untuk anak perempuan 2,4 persen mengalami kekerasan seksual.

Laporan itu juga mengatakan “prevalensi keseluruhan kekerasan seksual di sekolah adalah 5,3 persen.”

Sekitar 3,3 persen mengatakan kekerasan seksual terjadi ketika mereka berusia enam hingga sembilan tahun; 9,9 persen ketika mereka berusia antara 10-12 tahun, 22 persen pada saat mereka berusia 13-15 tahun, dan 27,5 persen ketika mereka mencapai usia 16 hingga 18 tahun.

Angka-angka ini mencerminkan masalah nasional yang membutuhkan respons darurat segera.

Tiga hal sangat dibutuhkan: yang pertama adalah pendidikan pencegahan. Kader pelatih permanen yang akan menerapkan program berkelanjutan pendidikan pencegahan, bersamaan dengan tim media soail yang menyebarluaskan pesan-pesan pencegahan tersebut.

Pesannya adalah bahwa segala jenis pelecehan anak adalah kejahatan serius dan harus dilaporkan. Orang tua dan orang dewasa harus menghormati dan menyatakan cinta untuk anak-anak mereka.

Tanggapan kedua bersama dengan yang pertama adalah tim hukum permanen yang terdiri dari paralegal dan pekerja sosial di setiap kota.

Mereka bekerja dengan polisi untuk segera menanggapi setiap laporan pelecehan anak dan secara ketat menerapkan undang-undang perlindungan anak dan membawa anak itu ke tempat yang aman serta menahan pelaku agar mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Ketiga, ada kebutuhan mendesak untuk mendirikan rumah terapi anak untuk para korban di mana mereka bisa aman dan terlindungi dari para pelaku kekerasan dan kerabatnya.

Rumah itu harus melatih psikolog dan terapis dan pekerja sosial untuk menerapkan program penyembuhan holistik, untuk memberdayakan anak, menyembuhkan rasa sakit, dan memungkinkan memberi kesaksian dengan jelas dan percaya diri.

Tanpa ketiga tanggapan ini, masalah tidak akan diatasi atau diselesaikan. Ribuan anak akan terus disiksa dan kita tidak boleh membiarkan itu terjadi.

Pastor Shay Cullen, SSC yang berasal dari Irlandi mendirikan Yayasan Preda di Kota Olongapo pada tahun 1974 untuk perlindungan hak asasi manusia dan hak-hak anak, terutama para korban pelecehan seksual.

Jangan lewatkan

Dapatkan info terbaru secara gratis lewat newsletter UCAN Indonesia disini

Podcasts
Donation
© UCAN Indonesia 2024. | Kontak | Tentang | Syarat dan Ketentuan | Privasi